(Siapa) Aku Tanpamu
Setelah hujan reda pagi itu, Dinda turun dari kamarnya menuju teras depan tempat dimana kedua orangtuanya sedang menikmati secangkir teh hangat dengan sepiring gorengan.
"Pagi Ma Pa, kok tumben ga bangunin aku sih pagi ini" protes Dinda pada orangtuanya sebab hari ini adalah hari Minggu namun sepertinya Dinda lupa akan hal itu.
"Hari ini kan Minggu sayang, kamu lupa?" ucap Mama sambil merapikan rambut anak tunggalnya yang berantakan. Sedangkan Papa hanya tersenyum menatap putri dan istrinya itu.
"Aishhh aku lupa Ma, duh harusnya aku tidak menyianyiakan waktu dengan bangun sepagi ini. Ya sudah Ma, aku ingin kekamar melanjutkan tidurku yaa" ucap Dinda sambil hendak berdiri meninggalkan kedua orangtuanya diteras depan.
"Bangun pagi itu bagus, biar jodohmu gak dipatok ayam" ejek sang Papa pada putrinya.
"Bukan jodoh kali Pa, tapi rezeki" balas Dinda yang malah tak jadi beranjak pergi kekamarnya.
"Jodoh juga rezeki kan ya Pa?" ucap Mamanya sambil menggerakkan kedua alisnya sebab telah bersekongkol untuk memojokkan sang putri.
"Mama ih, kok jadi ikut ikutan Papa sih bukannya belain aku" ucap Dinda sambil memasang wajah cemberut.
"Udah ah, aku kekamar aja, daripada digodain mulu sama Mama Papa. Udah bossssyan" sambungnya. Dinda langsung masuk menuju keruang tengah dengan langkah yang sengaja ia buat agar terdengar sampai teras depan bunyi sendalnya yang "plak plak plak plak" bersentuhan dengan lantai sebagai bentuk ketidaksenangannya dijahili oleh orangtuanya. Namun dalam hati sebenarnya ia pun tidak kesal atau marah terhadap orangtuanya, sebab terkadang hal seperti inilah yang membuat ia selalu rindu Mama Papanya bila tidak di jahili, ("tapi ya jangan sering sering, kan bete juga". Benak Dinda ya gaiiiss hehe).
Siang harinya
POV Dinda
"Huaammmmm, jam berapa ya nih kok laper banget rasanya ni perut" ujarku setelah terbangun dari tidurku yang panjang dan tidak bermimpi sama sekali. Padahal aku ingin sekali jika tidur lalu mengalami mimpi sehingga aku bisa ceritakan itu kepada teman-temanku sebab aku sering sekali mendengar teman-temanku bercerita tentang mimpi yang mereka alami. Namun aku justru setiap kali bermimpi sering lupa ketika bangun. (Bukan cuma Dinda yaa, author juga sering gitu. kalo Readers gimana ?)
"Ahhh udah jam setengah 12 ternyata, pantesan laper. Mandi dulu ah sebelum makan" ucapku setelah melihat jam di Handphone dan beranjak dari tempat tidur menuju kamar mandi.
Saat mandi, Mama menggedor pintu kamarku yang terkunci dari dalam itu sambil memanggil manggil aku.
"Dindaaaa, Dindaaaa, bangun nak. Udah siang ini, emangnya ga laper? Dindaaaa, Mama sama Papa mau kedepan yaa, ada tetangga baru tuh yang beli rumahnya Pak Lukman jadi mau kenalan sekalian bantu-bantu apa yang bisa dibantu" jerit sang Mama yang tidak mendengar bunyi shower dari kamar mandiku.
"Apa Ma? Ini udah bangun. Ga denger. Iya Iya" begitu responku setelah mematikan shower saat samar-samar mendengar Mamaku memanggil.
Seketika aku tertawa sebab bagiku lucu juga, kan aku ga denger apa yang Mama bilang, tapi "iya iya" aja padahal aku yakin kalo Mama pun tak mendengar responku dari kamar mandi. Lalu aku melanjutkan mandiku sampai selesai.
Setelah berpakaian rapi, aku turun kebawah menuju ruang makan. Terlihat lauk pauk yang sangat lezat dan menggoda mulai membuat riuh para penghuni perutku.
Langsung saja aku mengisi piringku dengan nasi yang penuh dan segala jenis lauknya. Tapi...
"Kok sepi ya? Maaaa.... Maaa..... Paaaa.... Biiii.... Biiii...." aku melihat sekeliling dan memangil penghuni rumah, namun tidak ada siapapun.
Hingga kemudian aku mendengar langkah kaki dari arah taman belakang, ternyata Bi Hanum baru saja memberi makan kucing peliharaan orangtuaku. Yaaa, orangtuaku. Sebab aku tak suka kucing dan hewan lainnya. Apapun itu, aku geliii.
"Bi, Mama Papa kemana ya? Kok ga ada" tanyaku pada Bi Hanum yang sedang mencuci tangannya di westafel.
"Oh, Mama Papa Non di depan. Dirumahnya Pak Lukman yang habis dijual itu. Soalnya sudah datang tetangga barunya non" kata Bi Hanum
Memang beberapa minggu lalu Pak Lukman menjual rumahnya karena ia dan keluarganya akan pindah ke Banten sesuai mutasi kerjanya. Aku cukup sedih karena harus berpisah dengan Ari, anaknya Pak Lukman yang usianya lebih muda satu tahun dariku dan ia sangat tampan. Aku naksir dia, tapi aku malu. Bahkan didepannya selalu bertingkah seolah-olah aku tidak menyukainya. Huh seandainya saja Ari tau jika setiap malam aku membayangkan wajahnya dan berharap dia jadi jodohku, iiihhh pasti ilfeel sekali dia. Sebab dia bukan hanya tau baik-burukku, tapi justru "buruk-burukku". "Ohhhh Ariiiiiii" batinku menjerit.
"Non, astaghfirullahal'adzim. Ngucap Non. Non kenapa? Bibi sampe kaget" ucap Bi Hanum dengan wajah paniknya sambil mengelus-elus pundakku. Saat itu juga aku sadar, bukan batinku yang menjerit. Tapi memang aku-nya yang menjerit. Duhh malunyaaaa.
"Gapapa Bi, aku... aku... cuma latihan vokal aja tadi. Maaf ya udah bikin Bibi cemas hehe". Itulah yang dapat kukatakan untuk menghilangkan maluku dihadapan Bi Hanum.
Untung saja Bi Hanum orangnya mangut-mangut saja alias lempeng, jadi ga banyak tanya lagi. Itu juga alasan kenapa ia jadi Asisten Rumah Tangga senior di rumah ini, karena kerjanya bagus dan tak terlalu ambil pusing dengan apapun yang yang di alami majikannya.
Ia benar-benar berbakti dan mangayomi para ART junior di rumahku. Meski segala hal yang mendesak berkaitan dengan urusan pekerjaan rumah di tentukan olehnya.
Papa mempercayainya untuk memperhatikan kucing peliharaan serta kebersihan kandang jika suami Bi Hanum berhalangan atau sedang tak bisa mengerjakannya. Bi Hanum sudah aku anggap sebagai nenek, karena cara perhatiannya padaku mengingatkanku pada mendiang nenekku yang diam namun sebenarnya peduli.
Flashback sedikit ya, waktu itu aku masih SMA dan pulang sekolah aku nongkrong dulu di salah satu Mall yang baru buka waktu itu. Sangking asyiknya aku berkumpul dengan teman-teman, aku sampai tak ingat pulang dan sedari pagi ponselku dalam mode hening.
Saat aku sampai rumah, kondisi hari sudah mulai malam dan tentu saja aku mendapat pelototan tajam dari papa karena tak mengabari jika hendak pulang malam. Aku juga sempat mikir akan di marahi, namun ternyata justru aku di diamkan saja oleh orangtuaku setelah kejadian itu.
Hingga sampai pada puncaknya, aku yang merasa bersalah pun akhirnya tak berani sarapan, makan siang, atau makan malam bersama orangtuaku di meja makan. Karena, sangat canggung jika berhadap-hadapan namun aku seperti tak dianggap.
Di sejak saat itulah aku mulai terbiasa makan di dalam kamar sendirian, dan itu di ketahui Bi Hanum. Hingga suatu hari, saat aku hendak membuka pintu untuk mengambil makan di bawah, aku menemukan nampan yang penuh dengan sepiring nasi beserta lauk pauknya dan segelas minuman serta 1 mangkok potongan buah.
Aku pikir itu adalah ulah Mama yang berusaha mengajakku berbaikan. Tapi, ternyata setelah aku selidiki, Bi Hanum-lah yang melakukannya. Sejak saat itu aku jadi sangat sayang dan dekat sama Bi hanum.
...-...
...-...
...-...
Haii, sebagai penulis yang baruuu banget aku mohon dukungan, saran, dan kritik kalian yaa agar aku makin jago nulis novelnya. Sebisa mungkin aku bakal up 1 episode perhari.
Terima kasih:)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 212 Episodes
Comments
abdan syakura
Assalamu'alaikum
salken Kak...
Nyimak yaa☺️🤣💪
2023-05-28
0
Alkenzie
Aku udah singgah dan baca kak, semangat ya 💪💪
2023-03-08
0
erenn_na
kalau pakai POV aku, mending kata 'Dinda' di ganti aku aja kak,
2023-02-25
0