Pagi yang cerah di hari Senin, tapi tidak secerah hati Dinda yang saat ini sangat enggan menyambut hari Senin bahkan rasanya tak ingin beranjak dari tempat tidur kesayangannya. Namun tugas-tugas yang telah ia kerjakan dengan segenap jiwa dan raga itu harus dikumpulkan hari ini juga. Alhasil, tanpa berlama-lama ia segera menyambar handuk yang biasa terjemur di jemuran balkonnya untuk segera mandi dan langsung kekampus.
Setelah mandi kurang lebih 20 menit, Dinda segera bersiap-siap dengan jeans dan kemeja flanel warna biru dongker kesukaannya, serta berdandan minimalis agar terkesan manis, meski yang memandang hanya Pak Kumis si satpam kampus. Meski dandannya minimalis, percayalah ada banyak sekali senior kampusnya yang berusaha mendekati Dinda yang kini baru semester pertama karena memiliki paras yang cantik mempesona tidak seperti mahasiswi lainnya yang pipinya seperti kena tamparan keras oleh kenyataan (hehe).
Pagi itu, Dinda turun ke meja makan dengan menenteng banyak berkas tugas di tangannya menuju meja makan untuk sekedar mengambil sehelai roti dengan olesan selai yang telah disediakan Bi Hanum lalu menyantapnya di mobil karena sudah tidak sempat untuk sarapan ria dimeja makan bersama orangtuanya.
"Ma, Pa aku berangkat ya. Udah telat nih soalnya"
"Hati-hati ya nak. Nanti jangan pulang telat. Kalo mau keluyuran izin dulu biar mama gak khawatir" pesan Mama kepada Dinda yang memang sudah terformat seperti itu karena setiap Dinda mau pergi selalu sama tidak pernah berubah ataupun terbalik susunannya. Bahkan Bi Hanum saja sampai hapal karena beliau memang sudah bekerja cukup lama disini.
"Iya mamaku sayang, byee..." balas Dinda menyalami kedua orangtuanya sebelum melangkah pergi menuju garasi mobil yang berada di samping rumahnya.
Saat hendak berlalu keluar pagar, terlihat Ariel sedang berjalan dengan posisi membelakangi tepat 5 meter di depan mobilnya. Sontak saja Dinda sengaja membunyikan klakson dengan sekali tekan tapi durasinya panjang. Ariel yang kaget pun memutar badannya untuk melihat siapa yang berani memecahkan gendang telinganya pagi ini.
Setelah tau bahwa itu Dinda, Ariel justru sengaja berjalan lebih pelan dan menepi kesebelah kanan lalu mereka justru berjalan beriringan. Yang satu duduk santai sambil nyetir, yang satunya jalan kaki. Mereka berbincang seperti dua orang yang tidak punya kerjaan.
"Pagi Ariel, sehat banget ya siang malam jalan kaki" ejek Dinda dengan posisi siku di pintu mobil, sudah seperti sopir angkot yang siap kebut-kebutan dijalanan.
"Bukannya nawarin tumpangan sebagai tetangga yang baik, malah ngeledek. Cih..." sahut Ariel yang berpura-pura akting seperti aktor antagonis dengan senyum menyeringainya.
Cakep banget sih ni cowok, seneng banget gue bisa godain dia. Apa gue tawarin tumpangan aja kali ya?
"Emang lu mau kemana? Kalo gue mau ngampus. Kampus gue deket dari sini. Kalo jauh, lu ga gue anterin hahaha"
"Kantor gue deket kok. Perusahaan Sa***t. Taukan lu?"
"Ya udah, masuk sini. Atau kalo lo bisa nyetir, lo aja deh nih biar gue yang pindah"
"Gue bisa nyetir, tapi males. Lo aja deh, gue juga kan entar yang turun duluan".
"Nyebelin ya bun" balas Dinda. Padahal ia sudah turun dari mobilnya agar Ariel bisa langsung masuk kemobil dan duduk di kursi kemudi. Malah ujung-ujungnya tetap Dinda juga yang nyetir.
"Haha, bukan nyebelin. Tapi sopan"
"Sopan darimana? Yang ada gue jadi telat nih gegara lu. Gue udah cape-cape turun, malah elunya ga mau nyetir"
"Santai dong bos, jangan bawel gitu dong. Besok pagi kalo lo mau pergi jam segini, bareng gue aja. Giliran gue yang anterin lo".
"Yakin nih ?"
"Iyalah, kapan sih gue becanda"
"Oke, besok anterin gue ngampus kalo gitu"
"Sip. Mana sini nomor hp lu biar gua telpon kalo mau berangkat"
"082375******. Kasih nama "cewe cantik" ya".
"Nggak, kasih nama "kutukan" aja hahaha"
"Eh, dah mau sampe nih. Mau turun dimana lo?" ucap Dinda mengakhiri perdebatan kecil mereka yang sepanjang perjalanan itu.
"Ya udah, noh depan dikit biar gua ga jauh-jauh jalan kakinya" ucap Ariel sambil menunjuk arah dekat pintu pagar kantornya.
"Makasih ya udah nganterin gue, btw panggil gue abang. Lu tuh masih bocah ya, gua 5 tahun lebih tua dari lu" sambung Ariel yang langsung saja keluar dari mobil setelah memberi siramin rohani kecil-kecilan kepada Dinda.
Dinda hanya bisa melongo sambil memperhatikan kepergian Ariel. Ia teringat waktu pertama kali bertemu dengan keluarga Ariel, tante bilang bahwa mereka hanya beda dua tahun.
Ih, ini pasti tante ngira aku yang ketuaan. Imut gini, masa beda 5 tahun jadi kaya 2 tahun. Emhh berarti umur Ariel 23 tahun, ga jauh jauh banget si.
"Astaga, gue kan mau ngampus. Kenapa jadi mikirin Ariel. Aaaaaa, jadi telat kan nih, bisa di tandain muka gue sama Pak Helmi perkara telat ngumpulin tugas. Tolong aku Tuhaan"
Dengan terburu-buru Dinda segera meninggalkan kantor Ariel dan menuju kampusnya. Untung saja jarak kantor dan kampus hanya selang 5 menitan. Namun tetap saja Dinda cemas, sebab ia sudah terlambat 2 menit sebelum waktu yang sudah ditentukan Pak Helmi untuk menyerahkan tugas.
"Aku kan udah berbuat baik Tuhan, tolong kerja samanya yaa... Bantulah hambamu ini biar ga telat. Menit di buat mundur kek" oceh Dinda bermonolog di dalam mobil.
Dinda sudah tak lagi peduli dengan sekitar sebab sendirinya pun sedang panik karena masih menyandang predikat junior saja ia sudah banyak tingkah, pikirnya. Bagaimana nanti jika sudah jadi senior di kampusnya.
Terlebih banyak yang bilang kalo makin lama kuliah tuh makin pusing. Apalagi seringnya ketemu orang baru selalu di tanya "Kuliah di mana?, Semester berapa? Ambil jurusan apa?". Ya kalo masih junior pasti semangatlah jawabnya. Karena semesternya masih sedikit.
Coba kalo yang sudah semester banyak, ganas pasti jawabannya. Di tanya "ambil jurusan apa?" jawabnya "ambil hikmahnya aja". Terus di tanya "Mudah ga jurusannya?" jawabnya "Mudah-mudahan masih bertahan". Sampe meme aja banyak yang ngangkat kisah tentang mahasiswa. Karena memang begitulah keluh-kesah mahasiswa.
Tapi buat yang tidak seberuntung Dinda, mereka-mereka yang memilih langsung bekerja tanpa kuliah. Kalian tetap istimewa dengan jalan yang kalian pilih. Belum tentu orang yang kalian pikir "beruntung" ini bisa mampu menjadi seperti kalian.
Yang harus kuat dengan segala kondisi, menahan untuk tak mengeluh meski jatuh berpuluh-puluh. Kita ini sama, meski Tuhan membedakan cara tuk mendewasakan kita.
Sejatinya, hidup ini adalah urusan-Nya, tapi manusia yang selalu meragukan takdir sehingga mencemaskan kehidupannya. Sedang di sana, di langit sana, mungkin Tuhan sedang tersenyum menatapnya yang gelisah seolah hidup berhenti sampai di sini ketika ia tak punya apa-apa.
Padahal Tuhan punya segala, bisa ia atur dengan hanya sekejap saja. Tugas kita sebagai manusia, merayuNya. Hingga ia menolong kita.
...-...
...-...
...-...
Jangan lupa di like dan komen ya guys, aku butuh support dari kalian agar novel ini bisa dengan semangat aku lanjutin☺
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 212 Episodes
Comments
abdan syakura
Waah kl menit dibuat mundur kiamat dong Thor...🤔🤕☺️
2023-05-28
0
Oh Dewi
hahaha, habis merahnya gak ngotak lagi
2022-08-05
0
Novita Sari
pipi kena tamparan kenyataan🤔🤦🤦😂
2022-08-05
0