I'Ll Never Forget You

I'Ll Never Forget You

Impian yang menjadi nyata

'Jika cinta itu menyakitkan, kenapa dengan sukarela kamu masih menggenggamnya?'

Seorang gadis dengan poni depan dan rambut sebahu yang tergurai tampak tersenyum kecil membaca kalimat singkat dari sebuah buku yang sedang di pegangnya.

"Itu namanya orang bodoh!" celetuk teman laki-laki yang duduk tepat didepannya.

"Bodoh? Bagaimana bisa dibilang bodoh? Itu namanya setia!" sahut si gadis tak mau kalah.

"Coba kamu bayangkan, jika kamu harus menggenggam durian kecil yang penuh duri. Menggenggamnya dengan sangat erat. Bukankah itu akan membuatmu terluka? Kalimat tadi sama seperti itu," ucap laki-laki itu.

"Fani, Hansen cukup! Jakarta sudah cukup panas lalu dengar kalian berisik semakin membuat pengap," seru seorang gadis yang sebaya dengan keduanya sambil duduk di kursi kosong sebelah Fani. "Kalian berdua ini kenapa selalu meributkan hal-hal sepele?" tanya gadis berambut pendek itu. Gayanya terlihat sedikit tomboy namun modis.

"Riri, kenapa kamu lama sekali?" tanya Fani yang mengalihkan pembicaraan.

"Aku sibuk, banyak sekali novel-novel yang harus aku edit. Lihat lingkar mataku semakin menghitam," sahut Riri sembari menyantap makan siangnya di kantin.

Fani dan Hansen tampak menatap Riri yang terlihat seperti sangat kelaparan sedang mereka berdua sudah selesai menghabiskan makan siangnya.

"Eh novel apa itu?" tanya Riri dengan mata yang terus menyoroti buku yang sedari tadi dipegang Fani.

"Kisah sempurna karya Vivian," jawab Fani.

"Vivian? Penulis yang kamu suka itu bukan?" tanya Riri dengan mulut yang penuh.

Fani mengangguk. "Aku sudah membaca ke enam novel buatannya. Aku suka banget."

"Kamu suka novel-novelnya karena apa? Bukannya penulis lain ceritanya terlihat lebih menarik?" tanya Hansen.

"Dari enam novel yang aku baca, kesemuanya punya satu kesamaan yaitu sama-sama tentang penantian. Seperti novel ini." Fani menunjuk novel yang dipegangnya.

"Memang itu bercerita tentang apa?" tanya Riri penasaran.

"Novel ini bercerita tentang seorang perempuan yang memiliki suami tukang selingkuh namun terus memaafkan sang suami. Disini si perempuan benar-benar sabar menunggu si suami sadar dan kembali padanya," terang Fani.

"Benar kataku tadi itu bodoh namanya," timpal Hansen kesal.

"Aku bilang gak bodoh. Meski si suami tukang selingkuh tapi si istri percaya bahwa hal-hal manis yang pernah mereka lalui pasti bisa membawa suaminya kembali padanya. Dan dengan kepercayaan yang seperti itu benar-benar terwujud. Bukannya luar biasa?" Fani tampak terkagum-kagum.

"Kali ini aku setuju dengan Hansen. Perempuan dalam novel itu sangat bodoh. Sekalipun sang suami kembali tentu ada sedikit noda hitam dalam pernikahan mereka. Kalau aku jadi si perempuan, sudah ku tendang sampai luar pulau suami begitu," seru Riri terlihat gemas.

"Ini aku berandai-andai.. Kalau aku bisa bertemu Vivian, aku ingin memintanya membuatkan sebuah novel untukku. Aku ingin aku sendiri yang merancang alur ceritanya," ucap Fani dengan tatapan yang seolah sedang memikirkan sesuatu.

"Daripada mengkhayal yang tak pasti lebih baik kamu keluar dari bagian editor dan menjadi penulis aja. Lalu kamu tulis cerita yang kamu ingin tulis, kan beres kalau gitu," timpal Hansen yang berujung mendapat pukulan kecil di kepalanya.

"Kamu memang mau menulis cerita tentang apa? Jangan-jangan tentang laki-laki itu?" tanya Riri seolah peka.

Fani mengangguk tak menyangkal. "Aku hanya takut kalau suatu saat nanti aku melupakannya," jawab Fani pelan.

"Justru bagus kalau kamu melupakan laki-laki itu. Fani, kamu itu perempuan yang cantik, meski tidak terlalu pintar tapi kamu pantas mendapat kebahagiaan. Jangan hanya karena satu laki-laki seperti itu kamu kehilangan kebahagiaan kamu." Riri memberi nasihat.

"Aku tahu. Aku hanya masih belum bisa melupakannya," jawab Fani singkat.

"Fani, ternyata kamu disini!" seru seorang laki-laki yang menghampirinya dengan nafas terengah-engah.

"Andre? Kenapa?" tanya Fani bingung.

"Kamu cepat ke ruang bos. Ditunggu, sekarang!" seru laki-laki itu sembari duduk disamping Hansen dan meminum minuman Hansen yang tampak menganggur diatas meja kantin.

Fani tak bertanya apa-apa lagi dan langsung bergegas menaiki lift ke lantai tiga kantornya. Gadis itu berjalan cepat dan mengetuk sebuah pintu.

"Masuklah," seru seseorang dari dalam ruangan.

Fani langsung membuka pintu itu dan berjalan masuk kedalam. Dilihatnya seorang wanita muda berambut pendek sebahu yang sebaya dengannya mengenakan blouse berwarna cokelat muda dan celana panjang kain berwarna hitam tengah duduk di depan meja sang bos.

Saat melihat kedatangan Fani, wanita itu membalikkan tubuhnya dan berdiri. Menatap Fani dengan tatapan yang ramah.

Fani tampak bingung untuk apa si bos memanggil dirinya kesana. "Cepat beri salam," tegur si bos padanya.

Fani langsung mengulurkan tangan kanannya dan diterima dengan uluran tangan kanan si wanita itu. "Fani. Salah satu editor disini," seru Fani memperkenalkan diri.

Wanita itu tersenyum ramah, "Vivian."

Fani langsung membelalakan matanya seolah tak percaya. Benarkan sosok wanita yang berada di hadapannya adalah si penulis favoritnya?

"Beliau ini seorang penulis dan sudah menerbitkan enam karya novel yang populer. Kalau tidak salah yang paling baru berjudul 'kisah sempurna'. Dan novel itu sangat laku dipasaran," terang si bos yang semakin membuat Fani tersenyum lebar sembari tak henti menatap wanita muda dihadapannya.

Fani mengangguk. "Saya membaca semua karya novel anda, dan saya sangat suka. Ini saya sedang membaca novel terbaru anda," ucap Fani sembari menunjukkan novel yang tadi menjadi perdebatan di kantin.

"Terima kasih," jawab Vivian ramah. Suaranya terdengar sangat halus dan hangat.

"Baguslah, kalau begitu aku tidak salah menunjukmu untuk menjadi editornya," celetuk si bos.

"E-editor?" Fani tampak tak percaya bahwa ia akan bekerja sama dengan penulis kesukaannya.

"Jadi begini biar aku jelaskan. Bu Vivian ini ingin sekali bekerja sama dengan penerbit kita untuk novel yang nanti akan di buatnya. Hanya saja bu Vivian ini masih belum mendapat ide untuk novel terbarunya. Beliau ingin seorang editor yang juga bisa memberinya ide cerita dengan plot yang menyegarkan," jelas pak bos panjang lebar.

"Lalu mengapa aku bisa terpilih pak bos?" tanya Fani pada atasannya.

"Pertanyaan yang bagus! Bukannya kamu selalu mengatakan padaku ingin membuat sebuah cerita yang alurnya kamu sendiri yang mengaturnya. Ini kesempatan yang baik," terang pak bos.

Fani tampak tak terkejut sama sekali. Bukan tanpa sebab, pak bos adalah teman kuliahnya sendiri. Orang yang tahu tentang apa yang di inginkannya. Bisa dibilang mereka cukup dekat.

"Apakah kamu mau bekerjasama dengan saya dan memberitahu saya cerita apa yang ingin ditulis?" tanya Vivian sembari tersenyum.

Tanpa ragu Fani langsung menganggukkan kepalanya menyetujui. Bagaimana dirinya bisa keberatan jika itu adalah mimpinya sejak dulu?

"Tentu!" sahutnya penuh semangat.

Dalam hati, gadis itu masih merasa semua seperti mimpi. Kisah yang lama dipendam dalam ingatannya sebentar lagi akan tertuang dalam sebuah guratan bersampul.

Terpopuler

Comments

nine june

nine june

like hadir...
semangat Thor
keep up..🔥👍

2021-10-11

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!