Handsome CEO'S Favorite Cinderella
Byuurr!
Satu gelas air di tumpah kan ke wajah cantik seorang gadis yang tengah ter tidur, hingga membuatnya terkejut dan terpaksa ia bangun seketika.
"Hhhhhh Rasain lo, emang enak." Tawa mereka pecah saat melihat Zia yang sudah basah kuyub.
"Ma, ada apa ini, kok Mama nyiram Zia?" tanya Zia lirih.
"Ziana Sofia Andara, ia adalah seorang gadis kecil berparas cantik dan imut yang baru berusia 18 tahun. Zia sebenarnya berasal dari keluarga yang tergolong mampu, namun sayang keberuntungan tidak berpihak di sisinya. Baru satu tahun ibunya meninggalkannya, ayahnya juga meninggal karena kecelakaan dan sekarang ia hanya tinggal bersama ibu dan kedua saudara tirinya yang sangat kejam."
"Cepat bangun! Dan masak makanan buat kami bertiga." Erna menarik kasar tangan Zia hingga ia terjatuh ke lantai.
"Hikks hikks tapi kan ada pembantu, Ma," lirih Zia yang mulai terisak.
"Semua pembantu di rumah ini sudah di pecat, mulai sekarang kamu yang akan ngerjain semua tugas mereka," jelas ibu tiri Zia.
"Tapi Ma, kalo hari ini Zia lagi gak enak badan," ucap Zia berusaha membuat ibu tirinya mengerti.
"Alahh! Palingan cuman alasan lo doang, kan?" Risna mendorong kepala Zia dengan jari telunjuknya.
"Cepat pergi sekarang!" Erna menjabak rambut Zia, hingga kepala Zia mendongak ke atas. Sementara Zia hanya mengangguk pasrah dan terpaksa pergi ke pasar untuk belanja, walaupun ia sedang demam tinggi.
********
Di sepanjang jalan, Zia terus memegangi kepalanya yang terasa amat sangat pusing akibat demam yang di deritanya. Ia pun menyebrang jalan, namun saat berada di tengah jalan tiba-tiba saja pandangannya menjadi buram dan ia pun terjatuh di tengah jalan.
Hiiittt! ( anggap aja suara rem dadakan )
"Kenapa berhenti tiba-tiba?" tanya pria tampan yang berada di dalam mobil itu.
"I ... itu, Tuan. Di tengah jalan ada orang yang pingsan," jelas supirnya.
"Kau tunggu disini, aku akan melihatnya," ucap Devan lalu turun dari mobilnya.
"Devan Abraham, ia adalah seorang CEO muda yang paling kaya di kotanya, bahkan hampir semua orang mengenalnya karena kekuasaan dan kekejamannya. Devan sendiri memiliki wajah yang cukup tampan dan memiliki tubuh kekar yang atletis, hingga ia juga menjadi idaman para gadis. Namun sayang karena sifatnya yang dingin, ia sangat sulit di dekati."
Setelah Devan turun dari mobilnya, ia pun mendekati gadis itu. Ia tidak bisa melihat wajah Zia karena rambutnya menutupi seluruh wajah cantiknya, Devid pun mencoba melihat wajah Zia dan hendak memindahkan rambut Zia dari wajah cantiknya.
Namun tiba-tiba saja angin pun menghembus kencang dan menerpa wajah cantik Zia, sehingga rambut yang tadi menutupi wajah cantiknya kini telah kembali terurai ke belakang.
Degh!
Jantung Devan berdetak tak beraturan saat ia melihat wajah Zia, sehingga ia tak henti-hentinya memandang wajah Zia tanpa berkedip.
"Tuan! Ayo masuk, sebentar lagi akan hujan!" seru anak buahnya yang membuat Devan tersadar dari lamunannya.
"Ka ... kau masuk lah duluan!" titah Devan dan di patuhi oleh anak buahnya.
Melihat cuaca yang sudah mulai gelap karena mendung, Dev pun mengangkat tubuh mungil Zia dan memasukkannya ke dalam mobil nya. Dev memilih membaringkan tubuh Zia di pangkuannya agar lebih aman selama di perjalanan.
"Astaga, badannya panas sekali," batin Devan terkejut saat ia tak sengaja menyentuh kening Zia yang kini tengah tidur di pangkuannya.
"Tolong cepat sedikit!" titah Devan.
"Baik, Tuan." Supirnya pun melajukan mobil itu menuju Mansion mewah milik Dev.
***
Setelah menempuh perjalanan selama beberapa menit, akhirnya Devan telah sampai di halaman Mansionnya. Ia keluar dari mobil sambil menggendong Zia ala bride style.
Saat Dev melangkah kakinya menuju ke dalam Mansion itu, nampak beberapa penjaga dan para maid membungkuk menghormati Dev. Namun tiada yang berani bertanya siapa wanita yang ia bawa sekarang.
"Cepat hubungi dokter pribadi keluarga Abraham!" titah Devan seraya pergi ke kamarnya.
"Baik, Tuan," jawab salah satu maidnya.
Setelah sampai di kamarnya, ia pun membaringkan tubuh Zia di kasur king size miliknya. Dev pun berniat pergi ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya, namun ia menghentikan aksinya karena beberapa helai rambut Zia tersangkut di kancing jasnya.
Dev berusaha melepaskan rambut Zia dari kancing bajunya secara perlahan agar Zia tidak kesakitan, setelah beberapa detik berusaha akhirnya rambut Zia terlepas juga meskipun ada yang masih tertinggal di kancing jasnya.
"Permisi Tuan, dokter sudah datang," ujar maidnya.
"Suruh dia masuk," balas Devan dingin.
Tak lama kemudian, dokter itupun masuk bersama seorang suster dan mulai memeriksa kondisi Zia.
"Bagaimana, Dok. Apakah dia baik-baik saja?" tanya Devan sedikit khawatir.
"Dia hanya demam biasa, Tuan. Mungkin dia terlalu stres dan lelah makanya jadi begini," jelas dokter itu.
"Oh ya Tuan, ini resep obatnya." Dokter itu memberikan Devan secarik kertas yang berisi resep obat.
"Saya pamit dulu, Tuan." Dokter itu tersenyum ke arah Devan dan berlenggang pergi dari kamar itu.
"Baik," balas Devan datar.
"Segera tebus obat ini di apotik!" titah Dev kepada anak buahnya seraya memberikannya secarik kertas tadi.
"Baik, Tuan." Anak buahnya segera menjalan kan perintah Devan.
Devan terus memandang wajah pucat Zia sambil mengusap lembut kepalanya, dan terus mencium tangan Zia yang sedari tadi ia pegang.
"Semoga cepat sembuh, Baby," ucap Devan tersenyum. Sekarang Devan sudah merasa gerah karena keringatnya, ia pun kembali memutuskan untuk ke kamar mandi namun lagi-lagi Zia mencegahnya.
"Hikkss hikks Ayah! Ibu! Jangan tinggalin Zia hikks hikkss." Zia mengingau memanggil ayah dan ibunya.
"Ibu ... Zia takut sendirian hikks hikss," lirih Zia di sela-sela isak tangisnya.
Melihat Zia yang menangis. Dev pun kembali mendekat ke arah Zia dan ikut berbaring di samping Zia.
"Ibu ... Hikks hikks Mama Erna jahat bu." Zia masih saja terisak.
"Tenang lah, Baby. Sekarang kau aman bersama ku, tak ada yang akan menyakitimu selagi kau bersamaku." Devan menarik Zia kedalam pelukannya dan mulai menenang kan Zia.
"Tidur lah, Baby." Devan mengecup kening Zia dan mengusap pucuk kepala Zia dengan lembut agar Zia merasa tenang, perlahan-lahan isakan tangis Zia mulai hilang karena ia sudah terlalap di dalam pelukan Devan.
"Aku akan menjaga mu Zia, karena mulai sekarang kau adalah milikku," monolog Devan sambil terus mengelus pucuk kepala Zia dan sesekali menepuk punggungnya agar Zia lebih tenang.
"Ma, aku laper," lirih Risna sambil memegangi perut nya yang laper.
"Lagian Zia kemana sih? Beli sayur aja ga becus," umpat Rista kesal.
"Risna dan Rista adalah dua gadis kembar yang tak lain adalah saudara tiri Zia, mereka sama jahat nya dengan ibunya. Mereka terus-terusan menyakiti Zia karena mereka iri dengan kecantikan Zia yang tidak mereka miliki."
"Ma, gimana nih?" tanya Risna kesal.
"Mau gimana lagi. Jika kalian tidak mau kita mati kelaparan, maka kita harus masak sendiri," jelas Erna dan berlalu menuju dapur.
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments