"Apa! Masak sendiri?" teriak mereka bersamaan.
"Rista ga mau, Ma. Rista ga mau tangan Rista lecet," jelas Rista dengan gaya lebay bin alaynya.
"Iya Ma, Risna juga ga mau. Mama sih pakek pecat pembantu segela," ujar Risna kesal.
"Jika kalian tidak mau bantu, Mama. Maka kalian jangan makan," jelas Erna dan menatap tajam kedua putrinya, mendengar penuturan dari ibunya, mereka pun segera berlari ke dapur untuk membantu ibunya.
Mereka terpaksa memasak seadanya karena tidak bisa memesan makanan mewah, sebab di luar sedang terjadi badai dan hujan deras.
Prreettak! (Anggap aja suara petir)
Mendengar suara petir yang menggelegar, Dev pun semakin mengerat kan pelukan nya agar Zia tidak merasa ketakutan.
Tak lama kemudian datang lah anak buahnya yang membawakan obat untuk Zia.
"Permisi, Tuan. Ini obat nya," ucap anak buah nya seraya memberikan obat yang ada di tangan nya.
Dev pun melepas pelukan nya dan mengambil obat itu, sementara anak buah nya pamit pergi.
"Eeuugh," lenguh Zia sambil membuka mata nya secara perlahan.
"Aku dimana?" Zia terus saja mengedar kan pandangan nya ke seluruh sisi ruangan itu, namun ia tidak melihat kesamping nya.
"Khem!" dehem Dev hingga membuat Zia terkejut bukan main.
"Si -- siapa a -- anda, apakah anda pen -- penculik?" tanya Zia gugup.
"Buat apa saya menculik milik saya sendiri," balas Dev sambil terus memandang Zia.
"Maaf, Tuan. Tolong bicara yang jelas dan katakan dimana saya sekarang," tanya Zia lagi.
"Aku menemukan mu pingsan di jalan, karena tidak tau dimana rumah mu maka aku membawa mu kemari," jelas Dev sementara Zia hanya mangut-mangut saja saat mendengar kan jawaban Dev.
"Apakah dia bisa di percaya?" Zia membatin dan memicing kan mata nya ke arah Dev, sehingga ia kelihatan semakin imut.
"Ya ampun rasanya mau kumakan saja anak ini, kenapa sih dia harus imut gitu?" batin Dev gemas.
"Zia, mau saya makan kamu?" tanya Dev, sehingga Zia bergidik ngeri.
"A -- apa, Tuan ini ka -- kanibal?" Zia menelan ludah nya dengan susah payah, dan keringat dingin mulai keluar di dahinya.
"Hhhha, ada-ada saja kamu ini. Mana mungkin ada kanibal seganteng saya." Tawa Dev pecah saat mendengar ucapan Zia.
"Lalu, kenapa tadi Tuan bilang mau makan saya?" tanya Zia polos.
"Saya hanya gemas melihat wajah kamu," balas Dev tersenyum.
"Zia, percaya lah kepada saya. Saya tidak akan menyakiti kamu," balas Dev tersenyum.
"What? Dari mana Tuan tau nama ku?" Zia kembali bertanya pada Dev.
"Kamu sendiri yang bilang," balas Dev dingin.
"Kapan aku bilang?" tanya Zia penasaran.
"Zia, sudah lah. Sekarang kemari dan minum obat mu supaya kau bisa cepat sembuh!" Dev mengalih kan pembicaraan mereka.
"Saya tidak mau, Tuan. Obat itu pahit," balas Zia sambil menutup mulutnya.
"Ck! Jangan panggil aku Tuan. Karena aku belum setua itu, panggil saja kak Dev," jelas Dev sedikit kesal.
"Kak, aku cuman ingin pulang. Mungkin sekarang Mama udah cape cari aku," ucap Zia dengan sedikit khawatir.
"Minum obat dulu, setelah itu baru saya antar kamu pulang. Lagian ini juga lagi hujan," jelas Dev, namun Zia hanya menggeleng tidak mau.
"Baik lah, akan saya buat kamu tidak bisa menolak," ucap Dev di sertai senyum smirk nya hingga membuat Zia takut.
Dev semakin mendekat ke arah Zia, sementara Zia hanya bisa terus mundur ke belakang hingga ia pun menabrak lemari Dev. Zia sangat terkejut saat mengetahui dirinya telah menabrak lemari Dev dan tak bisa menghindari Dev lagi, dan Dev sudah berada di depan nya sekarang.
Kemudian Dev memegang obat itu dengan kedua bibirnya, sementara kedua tangan nya kini memegang tangan Zia. Zia berusaha melawan namun kekuatan nya tak sebanding dengan Dev.
"Ka -- Kak Dev ma -- mau apa?" tanya Zia gugup, namun Dev tidak menjawab pertanyaan nya.
Dev pun menyuapi obat yang ada di bibirnya ke mulut Zia, otomatis sekarang bibir mereka menempel satu sama lain.
Mendapat perlakuan seperti itu dari Dev, membuat pipi Zia merah seketika dan dia kembali mematung saat bibir nya di ***** lembut oleh Dev, serta jantung nya tak henti-henti nya berdetak kencang.
|| Mulai Ada Rasa ||
"Gak pahit, kan?" tanya Devan saat sudah menghentikan aktifitasnya, sementara Zia hanya mengangguk sambil menunduk malu.
"Zia, ayo habis kan obat nya, setelah ini kamu harus makan." Dev menggendong Zia ala bride style sementara Zia hanya bisa menurut saja.
Dev kembali menduduk kan Zia di kasur nya dan menyuapi sisa obat itu untuk Zia.
"Cepat bawa kan makanan ke kamar saya!" titah Dev. Semua anak buah dan para maid di rumah Dev menggunakan alat komunikasi di telinga mereka, jadi Dev tidak perlu berteriak-teriak saat membutuhkan sesuatu.
Tak lama kemudian maid nya pun datang dengan membawa nampan berisi makanan.
"Permisi, Tuan. Ini makanan nya," ujar maid itu dan menaruh makanan nya di atas nakas.
"Saya pamit, Tuan." Maid nya pun segera keluar dari ruangan itu.
"Sekarang kamu makan, ya," tawar Dev tersenyum dan mulai menyuapi Zia. Menerima suapan dari Dev, seketika air mata Zia mengalir karena teringat akan ibunya yang suka menyuapi nya di saat beliau masih hidup.
"Zia, kenapa kamu menangis?" Dev segera menaruh piring itu di atas nakas, dan menghapus air mata Zia dengan lembut.
"Hiks aku teringat sama ibu, Kak," lirih Zia yang mulai terisak.
"Tenang lah Zia, jika hujan sudah berhenti kita akan pulang kok dan kamu bisa bertemu ibumu lagi," ucap Dev berusaha menenang kan Zia.
"Hikkss ...hiks... percuma aku pulang, Kak. Ibu sudah tidak lagi bersama ku hikks," jelas Zia yang semakin terisak, melihat Zia yang menangis, Dev pun kembali memeluk Zia agar ia tenang.
"Shutt, diam lah Baby. Kau tidak boleh menangis terus, nanti kau bisa sakit lagi," jelas Dev sambil mengusap lembut pucuk kepala Zia dan sesekali mencium nya.
"Minum lah, Baby. Agar kau sedikit tenang." Dev memberikan air kepada Zia agar ia sedikit tenang, setelah memberikan air kepada Zia, Dev pun kembali memeluk tubuh mungil Zia.
Mungkin sekarang memeluk Zia sudah menjadi hobi baru Dev.
Setelah beberapa menit menenangkan Zia di pelukan nya, Dev pun mengajak Zia untuk memakan lagi makanan nya.
"Zia, ayo kita makan lagi," ajak Dev namun tak ada jawaban dari Zia, mendengar tidak ada jawaban dari Zia. Dev pun memutuskan untuk melihat Zia, dan ternyata Zia telah tertidur di pelukan nya. Mungkin karena Zia terlalu lelah dan stres di tambah lagi ia juga belum sembuh total.
"Ternyata udah tidur." Dev tersenyum melihat Zia yang sudah tertidur di pelukan nya.
"Tidur lah, Baby. Semoga mimpi indah." Dev menidurkan Zia dan menyelimuti tubuh Zia, lalu tak lupa Dev mencium kening nya secara lembut, Dev pun segera menuju ke kamar mandi untuk membersih kan dirinya.
*****
"Ma, Zia kemana sih kok belum pulang udah jam segini?" tanya Rista bingung.
"Atau jangan-jangan Zia di culik? Atau dia mungkin udah mati di tabrak mobil," ucap Risna menebak.
"Bagus dong jika Zia mati, jadi dengan mudah kita bisa menguasai rumah dan seluruh harta ayah nya hhhhha." Erna tertawa terbahak-bahak memikir kan kematian Zia.
"Tapi kalo Zia pulang gimana, Ma?" tanya Risna lagi.
"Kalo Zia pulang, ya kita siksa lagi lah sampai dia ga betah disini hhhhha," jelas Erna dan mereka bertiga pun tertawa.
"Ma, panggil lagi dong pembantu yang udah di pecat, capek juga jika harus masak sendiri kek tadi," pinta Risna kepada ibunya.
"Iya, nanti Mama panggil lagi mereka," balas Erna.
"Horee! Makasih, Ma," jawab mereka serempak sambil memeluk ibunya.
*****
20 menit berlalu, kini Dev telah keluar dari kamar mandi nya dan hanya mengenakan handuk saja, kemudian ia menuju ke arah lemari nya dan mencari pakaian untuk ia kenakan.
Dev tersenyum saat menatap wajah imut Zia yang sedang tertidur. Saat sedang asik memandang wajah Zia, tiba-tiba saja Zia membuka matanya, sontak kedua nya pun sama-sama terkejut.
"Kak Dev ngapain sih? Ngagetin aja," ucap Zia sambil bangkit dari tidurnya dan memajukan bibirnya kesal, bukan nya marah. Dev malah semakin geram ketika melihat ekspresi Zia.
"Kenapa sih harus imut bangat, rasanya pengen ku terkam saja ni anak. Tapi sabar lah Dev itu anak orang lo ga bisa nerkam sembarangan," Dev mencoba menahan dirinya agar tidak sampai menerkam Zia.
"Kak Dev, ngapain liat Zia kek gitu?" tanya Zia sambil menyilangkan kedua tangan nya.
"Kakak mau makan kamu, Zia?" ucap Dev becanda dan berjalan ke arah Zia seperti zombie.
"Aaaa! Ada zombie." Zia berteriak dan berlari saat Dev semakin mendekat, sementara Dev terus mengejar nya.
Aksi kejar-kejaran pun tak dapat terelak kan di kamar itu.
"Aarrggg," Dev mengerang untuk menakuti Zia.
"Kak Dev, tolong berhenti ngejar Zia. Zia capek hhaa haaa hah." Zia duduk di tepi ranjang Dev dengan nafas yang tersengal-sengal
"Kena kamu." Dev menangkap Zia dan menindih tubuh mungil Zia agar Zia tidak bisa kabur lagi.
"Ka ... Kak Dev ma ... mau nga ... ngapain?" tanya Zia gugup dan takut.
"Kak, turun lah! Kakak itu be ... mmpph." Ucapan Zia terhenti karena Dev telah menci*m bibir mungilnya, Zia berusaha memberontak namun kekuatan Zia tak sebanding dengan kekuatan Dev.
Perlahan-lahan Dev memperdalam ci*man nya menjadi sebuah ******* lembut, Zia pun berhenti melawan dan mulai menerima Dev dengan membalas ******* dari Dev.
Dev tersenyum senang karena Zia membalasnya, kemudian Dev menghentikan aksi nya karena ia mulai kesulitan bernafas.
"Apa kau pernah melakukan ini dengan orang lain, Baby?" tanya Dev dan Zia hanya menggeleng.
"Bagus, berarti first kiss nya adalah milik ku," batin Dev senang.
"Kak, Zia pengen mandi," ucap Zia tanpa melihat ke arah Dev, karena ia merasa malu.
"Silahkan, Baby. Apa perlu Kakak mandiin?" tanya Dev seraya turun dari tubuh Zia.
"Ti ... tidak aku bisa sendiri." Zia segera bangkit dan berlari ke kamar mandi, namun aksinya di hentikan oleh panggilan Dev.
"Zia ...." Zia berhenti saat di panggil oleh Dev, kemudian ia pun menoleh ke arah Dev.
"Sayang, kamar mandi nya ada di sebelah kiri loh. Kalo kesana itu ruang kerja ku," jelas Dev terkekeh saat melihat Zia akan memasuki ruang kerjanya.
"Aduh ... Malu bangat dah gua." Zia menepuk pelan jidat nya dan berlalu pergi ke arah yang telah di tentukan Dev.
20 menit telah berlalu, kini Zia telah selesai mandi dan Zia keluar dari kamar mandi dengan mengenakan handuk untuk menutupi tubuh nya.
Zia lupa kalo di kamar itu ada Dev, Zia pun dengan santainya berjalan sambil mengering kan rambutnya dengan handuk yang di tangan nya, Dev yang melihat tubuh putih Zia yang hanya di balut handuk. Seketika aset pribadi Dev terbangun, namun ia berusaha menahan nya agar ia tidak merusak Zia.
"Aaahh, dia sangat menggoda. Sebaik nya aku keluar dari kamar ini sebelum kesabaran ku habis," batin Dev.
"Aaaaa! KAK DEV NGAPAIN DISINI? KAK DEV GAK MALU APA!" teriak Zia kaget.
"Kakak, akan keluar. Kamu pakai lah baju ini!" Dev segera berlari keluar dari kamar itu sebelum dia kehilangan kesabaran nya.
"Ngapain Kak Dev, pakek lari-lari segala," ucap Zia penasaran, kemudian ia segera memakai bajunya. Setelah selesai bersiap-siap, Zia pun turun kebawah untuk menemui Dev dan meminta agar Dev mau mengantarnya pulang.
"Kak Dev, Zia mau pulang," rengek Zia saat melihat Dev yang tengah duduk di sofa ruang tamu.
"Makan malam dulu, Baby," jawab Dev.
"Iya deh Kak, boleh juga," balas Zia setuju.
Setelah selesai makan malam, sesuai dengan janji nya Dev pun mengantar Zia kerumahnya karena hujan pun telah berhenti. Beberapa menit berlalu mereka pun sampai dirumah Zia.
"Kak Dev, ayo mampir dulu," ajak Zia ramah.
"Yasudah, ayo," balas Dev setuju.
Ting! Ting! Ting!
Tak lama kemudian pintu pun terbuka, dan memperlihat kan dua gadis kembar yang tak lain adalah saudari tiri Zia.
"Dari mana aja lo? Baru pulang jam segini," tanya Risna penuh selidik.
"Atau jangan-jangan lo habis ngelonte ya sama cowo ini," ucap Risna sambil menunjuk ke arah Dev.
"Sekali lagi kamu berani bicara buruk kepada Zia, akan ku potong lidah mu," ancam Dev sehingga membuat mereka diam seketika.
"Siapa anda yang berani mengancam putri saya?" tanya Erna yang baru saja datang.
"Saya Devan Abraham," jawab Dev dingin, mendengar jawaban dari Dev membuat Erna bungkam seketika.
"Astaga, Devan Abraham. Mafia yang paling kejam itu," batin Erna dan dia mulai mengeluarkan keringat dingin di dahinya.
"Si -- silahkan ma -- masuk Tuan," ujar Erna gugup, melihat ibunya yang gugup membuat Rista dan Risna saling memandang kebingungan.
Dev pun masuk sambil merangkul bahu Zia dan Dev menduduk kan Zia di samping nya.
"Kak Dev, Zia buatin air dulu ya." Zia hendak pergi namun tangan nya di cekal oleh Dev.
"Tetap lah bersama ku." Dev menarik kembali Zia hingga ia terduduk di pangkuan nya, yang membuat iri Risna dan Rista.
"Ma, dia itu siapa sih? Kok Mama kaya takut gitu pas denger nama nya?" tanya Rista penasaran.
"Kau kenal gang mafia paling berbahaya di Indonesia?" Erna bertanya balik kepada anaknya.
"Setau aku sih gang mafia paling kejam di Indonesia itu adalah gang THE BLACK KILLER," balas Risna.
"Nah, dia itu adalah ketua nya," ujar Erna yang membuat kedua putrinya menelan ludah dengan susah payah.
"Yaampun Ma, Risna takut," ujar Risna yang sudah gemeteran.
"Tapi dia ganteng bangat ya, Ma. Rista jadi suka," ucap Rista seraya melihat ke arah Dev.
"Tapi kek nya dia suka sama Zia deh," timpal Risna.
"Gak mungkin! Pasti Zia udah pakek pelet agar tu cowok suka sama dia, masih cantikan juga aku," ucap Rista memuji diri nya.
"Sudah sekarang berikan air ini untuk, Tuan Dev!" titah Erna dan memberikan nampan yang berisi cemilan dan teh hangat.
"Biar aku aja, Ma." Rista mengambil nampan tersebut dan menuju ke arah Dev.
"Tuan, di minum air nya." Rista meletakkan nampan itu di atas meja dan membungkuk di hadapan Dev hingga membuat aset pribadi milik nya terlihat, dia sengaja melakukan itu agar Dev tergoda namun sayang Dev hanya memandang nya jijik.
"Dia pikir gue tergoda dengan benda nya yang gak berguna itu, dasar ******," batin Dev sembari tersenyum smirk.
"Kak, ayo minum air nya!" titah Zia kepada Dev.
"Suapin, kalo gak Kakak gak akan minum," pinta Dev manja.
"Baik lah, Kak." Zia turun dari pangkuan Dev dan mulai menyuapi teh hangat itu untuk Dev.
"Zia, teh ini hambar," ucap Dev.
"Yang benar, Kak? Coba Zia cicip." Zia pun mencicip teh itu.
"Ini manis kok, coba Kakak minum lagi," Zia kembali meminum kan air itu untuk Dev.
"Nah, sekarang baru manis tapi ada yang lebih manis dari ini loh, kamu tau gak apa itu?" tanya Dev dan tersenyum ke arah Zia.
"Gak tau, Kak. Emang nya apa?" tanya Zia penasaran.
Cup!
Satu kecupan mendarat di bibir Zia, hingga membuat pipi Zia memerah seketika. Dev tidak perduli ada Rista disana karena ia memang sengaja melakukan nya agar Rista pergi dari sana.
"Itulah yang paling manis dari gula, Baby." Dev berbisik di telinga Zia dan kemudian mencium pipi mungil Zia.
"Aaa, Kak Dev apa-apaan sih." Zia membenamkan wajah nya ke dada bidang milik Dev dan Dev pun memeluk Zia.
Lalu Rista? Rista ya jadi kacang goreng lah liat kemesraan mereka lagian siapa suruh duduk disana.
Tak tahan di kacang gorengin, Rista pun pergi menuju ke kamar nya dengan perasaan marah. Ia pun berjalan sambil menghentak kan kaki nya ke lantai, sementara Dev yang melihat nya hanya tersenyum dingin.
"Rasain lo, ga tahan kan lo," batin Dev dan tersenyum penuh kemenangan.
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
Renna April
❤️❤️🥰🥰
2021-10-04
1