Alam saksi cinta & Pangeran Dev Datang

"Rasain lo, gak tahan kan lo." Dev tersenyum penuh kemenangan.

Rista benar-benar marah hingga ia tidak memperdulikan ibu dan adik nya yang memanggilnya.

"Kak Rista, kenapa?" tanya Risna pada ibunya.

"Mungkin dia cemburu melihat Zia bersama, Tuan Dev," jelas Erna dan menyusul anak nya yang masuk kamar.

"Awas kamu Zia," batin Erna seraya mengepal kan tangan nya.

"Aarrgh!" Rista berteriak frustasi dan dia mulai menghancurkan barang-barang yang ada di kamar nya.

"Gue benci sama lo Zia!" teriak Rista sambil terus menghancurkan barang-barang nya.

"Rista! Berhenti!" teriak Erna.

"Ma, Rista benci sama Zia. Rista pengen Zia segera di usir dari sini." Rista masih saja setia melempar barang-barang nya.

"Sudah Sayang, Mama janji kok Zia akan segera Mama usir dari sini." Erna memeluk putri nya untuk menenangkan nya.

Di sisi lain, Dev pamit kepada Zia karena ia akan segera pulang.

"Zia ... Kakak mau pulang dulu ya," pamit Dev sambil mengelus kepala Zia.

"Iya, Kak." Zia mulai merasa sedih saat Dev ingin pulang. Entah mengapa rasanya Zia tidak ingin berpisah dengan Dev walau pun sebentar, apalagi mungkin sebentar lagi mereka akan kembali menyiksa Zia.

"Baby, Kamu kenapa kok ngelamun gitu?" tanya Dev penasaran.

"Apa kamu tidak ingin Kakak pulang?" tanya Dev lagi namun Zia tidak menjawab nya, dan tanpa aba-aba Zia kembali memeluk Dev.

Grep!

"Nanti Kak Dev kesini lagi kan?" tanya Zia di dalam pelukan Dev.

"Iya Sayang ku, besok Kakak kesini lagi kok," ucap Dev sambil mengelus kepala Zia.

"Kakak pulang sekarang ya, Baby." Dev melepas pelukan nya dan berjalan menuju pintu, Zia pun ikut bangkit dan mengantarkan Dev sampai ke pintu.

"Jaga dirimu baik-baik ya, Baby." Dev mengecup kening Zia dan menaiki mobil nya.

"Bye, Kak Dev." Zia melambai kan tangan nya ke arah Dev dan tak terasa air matanya juga ikut menetes, entah mengapa Zia sudah sangat nyaman dengan Dev padahal baru sehari ia mengenal Dev tapi sudah tak ingin melepasnya.

"Jangan nangis, Baby. Kakak akan kesini lagi kok," ucap Dev tersenyum.

"Kakak pergi ya, bye." Dev pun melajukan mobil nya dengan berat hati karena ia takut akan terjadi sesuatu kepada Zia, apalagi Zia tidak mau dia pergi dari sana.

"Enak bangat ya, bisa nempel-nempel sama cowo ganteng," ucap Risna yang berdiri di belakang Zia bersama ibu dan kakak nya.

Apakah Risna, ibu dan kakak nya melihat semua itu? Ya mereka melihat semuanya.

"Ibu minta tinggalkan Dev, atau kamu tinggalkan rumah ini," ujar Erna memberi pilihan.

(Hey nenek peyot lo kira Dev itu anak ayam apa bisa di ambil sama siapapun, ga bisa kalek. Dasar nenek peyot gila)

"Gak, Zia gak akan pernah meninggal kan Kak Dev meskipun Zia harus pergi dari sini," jawab Zia tegas, mendengar jawaban dari Zia seketika emosi mereka meluap.

"Kurang ajar!"

Plak!

Zia memegangi pipi nya yang memerah akibat tamparan Erna, tak tinggal diam Rista pun ikut menjabak rambut Zia.

"Gue gak akan ngebiarin lo bisa miliki, Dev. Karena Dev milik gua!" teriak Rista seraya menarik kuat rambut Zia.

"Kak Rista, tolong lepasin rambut aku. Sakit Kak Rista hikks hiks," ucap Zia berusaha melepaskan cengkeraman tangan Rista.

"Rista bawa dia ke gudang!" titah Erna kepada Rista dan segera di patuhi oleh Rista.

"Ma, jangan. Zia gak mau tidur di gudang," ucap Zia berusaha memberontak.

"Diam lo, tinggal ikut aja kok ribet amat sih?" ucap Risna yang sedang memegangi tangan Zia.

Mereka pun sampai di lantai paling atas tepat dimana gudang berada, Erna pun segera membuka pintu gudang dan mendorong kuat tubuh Zia agar masuk ke gudang.

Brukk!

Zia tersungkur keras ke lantai gudang itu.

"Malam ini kamu akan tidur disini, Mama akan lihat sampai kapan kamu akan berani membantah. Jika kamu sudah bersedia melepas kan Dev baru kamu akan di keluar kan dari sini," jelas Erna sambil menggunci pintu, sementara Zia hanya bisa pasrah dan berharap akan ada keajaiban yang dapat merubah nasibnya.

"Ayo Ma," ajak Rista dan di angguki oleh ibunya.

"Hhhhha pasti dia akan ketakutan apa lagi gudang nya kan gelap, auto jerit-jerit dah si Zia," ucap Risna sambil ketawa.

"Mama akan lihat siapa yang akan membantunya," ucap Erna sambil tersenyum jahat.

Sekarang Zia sedang berjalan ke arah jendela gudang dan membukanya, berharap secercah cahaya bulan akan masuk ke ruang itu.

Jendela pun terbuka dan menampilkan pemandangan kota yang indah, serta bulan purnama yang tengah bersinar terang tanpa ada awam hitam di sekeliling nya. Melihat pemandangan itu membuat Zia sedikit merasa tenang.

"Bulan, engkau lah yang menjadi saksi akan kesedihan ku, aku berharap suatu saat nanti engkau juga akan menjadi saksi kebahagiaan ku. Semoga saja ada pangeran yang akan menjemput ku." Zia terus saja memandang bulan purnama itu dan mencurhatkan isi hatinya, ternyata Zia sangat suka mencurhatkan isi hatinya kepada bulan semenjak ibunya meninggal.

Di sisi lain ternyata Dev juga sedang memandang bulan purnama itu sambil mengingat Zia.

"Aku berharap, semoga Zia baik-baik saja. Dan aku berharap semoga Zia menjadi milik ku selamanya," ucap Dev sambil terus memandangi bulan itu.

"Bulan, jika engkau mampu. Tolong sampai kan rinduku kepada Kak Dev, dan angin tolong bisikan padanya bahwa aku mencintai nya," monolog Zia di lain tempat.

Tiba-tiba saja angin sepoi-sepoi yang lembut nan membuai, menerpa wajah tampan Dev sehingga ia merentangkan tangan nya menikmati angin itu.

"Telah ku terima cintamu, Zia," ucap Dev sambil menutup matanya merasakan angin itu.

"Tunggu aku Cinderella ku, aku akan segera membawa mu kedalam istana ku dan ku jadikan kau ratu di dalam hidup ku," ucap Dev sambil membuka matanya dan memandang bulan itu lagi.

"Ku tunggu engkau wahai pangeran ku, dan aku berharap Kak Dev lah pangeran itu," jawab Zia di lain tempat.

|| Pangeran Dev Datang ||

Kini bulan purnama yang semalam di lihat oleh Zia dan Dev telah berubah menjadi mentari yang bercahaya hangat, Zia yang sedang tertidur di lantai mulai terusik tidur nya di kala sinar matahari itu menerpa wajah cantik nya melalui jendela gudang itu.

Demikian juga Dev, ia juga merasa amat terusik dengan matahari yang menyilaukan yang menerpa wajah tampan nya, Dev kemudian bangun dari tempat tidur nya dan beranjak ke kamar mandi.

10 menit berlalu, Dev telah selesai dengan ritual mandinya dan ia lanjut bersiap-siap karena akan ke kantor. Sekarang Dev telah siap dengan balutan jas hitam dan celana yang senada.

"Segera siap kan mobilnya karena saya akan ke kantor," ucap Dev kepada anak buahnya melalui alat komunikasi di telinganya.

"Mobilnya sudah siap, Tuan," balas anak buahnya.

Mendengar jawaban dari anak buah nya, Dev pun segera turun untuk sarapan setelah selesai dengan sarapan nya ia pun menaiki mobilnya.

"Apakah hari ini ada pertemuan?" tanya Dev kepada anak buahnya.

"Tidak, Tuan," jawab anak buah nya seraya menyetir.

"Kalo tidak ada, maka kita kerumah nona Zia dulu," ujar Dev dan di angguki oleh anak buahnya.

Setelah menempuh perjalanan selama beberapa menit, akhirnya Dev pun sampai di kediaman keluarga Andara.

Ting! Ting!

Dev membunyikan bel rumah Zia, tak lama kemudian pintu pun terbuka dan menampilkan sosok Rista.

"Yaelah, dia lagi dia lagi," batin Dev muak.

"Dimana Zia?" tanya Dev dingin.

"Siapa yang datang, Rista?" tanya Erna dari dalam.

"Tuan Dev, Ma!" jawab Rista.

"Cepat suruh masuk! Ngapain kamu buat Tuan menunggu," titah Erna kepada Rista.

"Mari masuk, Tuan!" ajak Rista dan merangkul tangan Dev.

"Jangan kurang ajar kamu, sekali lagi kamu sentuh saya ku pastikan tangan itu berpisah dengan tubuhmu," ancam Dev sembari menghempaskan tangan Rista secara kasar.

"Dimana Zia?" tanya Dev lagi.

"Zi -- Zia tidak ada, Tuan. Dia udah pergi dengan pacar nya," ucap Rista berbohong.

"Jangan bohong kamu!" Dev mencekik kuat leher Rista karena tau Rista berbohong.

"Uhukk uhukk le -- lepas Tuan, a -- aku ke -- kesulitan bernafas uhuk uhuk." Rista batuk-batuk karena ulah Dev, kemudian Erna pun datang dan memohon kepada Dev agar melepas Rista.

"Tuan, jika anak saya salah tolong maaf kan dia lepas kan dia, Tuan," ucap Erna memohon, kemudian Dev pun melepas tangan nya dari leher Rista.

 

Disisi lain, Zia baru saja terbangun dan ia merasa sangat lapar namun apalah daya karena tidak ada yang akan memberinya makanan. Tak lama kemudian Zia melihat piano kesayangan ayahnya yang sudah di tutup dengan kain, ia pun memikir kan ide untuk menghibur dirinya sendiri.

"Sebaik nya, aku nyanyi aja biar ga terlalu suntuk." Zia terus berjalan mendekati piano ayah nya, sebenarnya piano itu masih sangat bagus tapi karena Erna tidak menyukai nya ia pun menaruh nya di gudang.

Zia pun mulai membuka kain yang menutupi piano itu, dan mulai memainkan nya dengan terampil dan lihai. Dev yang akan melangkah pergi menghentikan langkah nya karena mendengar suara piano itu.

"Indah sekali." Dev melangkah masuk kedalam rumah itu dan mencari sumber suara itu. Di belakang nya di ikuti oleh Rista dan Erna.

Zia pun mulai menyanyikan lagu korea kesukaan nya.

"Cepat buka pintu ini!" titah Dev di saat ia telah berada di depan pintu gudang, Erna pun langsung membukanya karena tidak berani melawan Dev.

Pintu pun terbuka dan memperlihat Zia yang sedang asik memainkan piano sambil bernyanyi, Dev pun tersenyum melihat Zia dan dia sangat terpukau dengan suara merdu Zia.

***

Zia terus saja bernyanyi tanpa mengetahui kalo sedari tadi Dev telah berada disana, Dev masih setia memandang Zia yang bernyanyi dan memainkan piano dengan senada.

***

Zia pun menghentikan aksinya karena merasa kan pusing yang luar biasa, perlahan mata nya mulai buram dan ia pun mulai kehilangan kesadaran nya.

"Zia!" Dev langsung berlari ke arah Zia dan menangkap Zia yang hampir terjatuh dari kursi piano itu.

"Kak ...." Zia tersenyum dan menutup matanya setelah melihat Dev di sisa-sisa kesadaran nya.

"Zia! Kamu kenapa? Bangun lah Zia!" Dev menepuk pelan pipi Zia agar ia bangun.

Kemudian ia langsung menatap tajam ke arah tiga orang yang ada di depan nya, yaitu Erna, Rista, dan Risna.

"Kalian apakan gadisku hah? Awas saja jika terjadi sesuatu pada Zia, aku bersumpah jika terjadi sesuatu pada Zia maka aku akan membunuh kalian bertiga dan tubuh kalian akan ku berikan kepada peliharaan ku. Camkan itu!" ancam Dev di sertai seringai nya yang menakut kan.

Dev pun bangkit sambil menggendong tubuh Zia ala bride style, dan berjalan keluar dari gudang itu.

"Minggir!" teriak Dev karena mereka berteriga menghalangi pintu, tanpa menjawab mereka pun segera bergeser ke tepi dan memberikan jalan untuk Dev.

"Kerumah sakit kota." Dev menaiki mobil nya dan meletak kan Zia di pangkuan nya.

"Baik, Tuan." Supir nya pun malajukan mobilnya dengan kencang, hingga mereka sampai di rumah sakit hanya dalam hitungan menit.

"Cepat periksa istri saya!" titah Dev saat melihat dokter pribadinya.

"Baik, Tuan. Tapi sebelum nya tolong bawa istri anda ke ruang rawat dulu," ucap Dokter itu, Dev pun membawa Zia ke ruang yang telah di tentukan oleh dokter itu. Sesampainya di ruangan itu Dev langsung membaring kan tubuh Zia di brangkar rumah sakit.

"Bagaimana, Dok?" tanya Dev khawatir.

"Istri anda baik-baik saja, sama seperti sebelum nya ia juga sangat stres sekarang di tambah lagi ia belum sarapan pagi ini. Jadi karena itulah dia sangat lemah, namun anda tidak perlu khawatir karena sebentar lagi pasien akan segera siuman," jelas dokter itu panjang lebar.

"Apa saya bisa membawa nya pulang?" tanya Dev lagi.

"Bisa, Tuan. Tapi pastikan pasien beristirahat total dan ia tidak boleh tertekan sedikit pun, pastikan juga pasien selalu bahagia agar ia tidak mudah down. Dan satu lagi jaga waktu makan pasien karena ia harus makan tepat waktu, untuk masalah obat nya. Tuan bisa menebus obat yang sama seperti yang sebelumnya saya berikan," jelas dokter itu lagi dan Dev hanya mengangguk mengerti.

"Dasar kulkas 24 pintu, orang cape-cape ngomong panjang lebar malah di cuekin, untung mafia terkejam kalo ga udah gue jadiin es jus lo," batin dokter itu sambil mengumpat kesal.

(Sabar ya dok, mohon bertahan ini ujian wk wkwk )

"Terima kasih nasehatnya. Saya pamit dulu." Dev menjabat tangan dokter itu dan kembali menggendong Zia untuk di bawa pulang.

"Nyonya baik-baik saja, Tuan?" tanya anak buahnya sambil membuka pintu mobil.

"Dia baik-baik saja, hanya demam biasa," balas Dev seraya menaiki mobilnya.

"Syukurlah." Anak buahnya pun kembali melajukan mobilnya menuju ke kediaman Abraham.

Saat masih di tengah perjalanan, Zia pun mulai sadar dari pingsan nya.

"Euuggh, Kak Dev," lirih Zia sambil membuka matanya.

"Iya Zia, ini Kakak." Dev tersenyum melihat Zia yang sudah sadar.

"Kak, sakit hikks hikss," isak manja Zia.

"Yang mana yang sakit, Baby?" tanya Dev khawatir.

"Kepala aku Kak, semalam Kak Rista jahat sama aku hikkss," ucap Zia mengadu, Dev pun segera memeriksa kepala Zia dan betapa terkejut nya ia saat melihat darah segar di tangan nya yang berasal dari kepala Zia.

"Kenapa kepala kamu berdarah, Zia?" tanya Dev khawatir.

"Kebentur semalam, waktu Kak Rista dan Mama ngedorong aku ke dalam gudang," ucap Zia jujur, kali ini Zia benar-benar tidak akan menutupi keburukan mereka karena memang ia sudah tidak mau kembali kesana lagi.

"Kurang ajar! Awas saja kalian, akan ku buat kalian lebih menderita dari Zia. Bersiap lah kalian karena masa-masa indah kalian telah berakhir sekarang." Dev membatin seraya mengeluarkan seringai nya yang menakutkan.

"Berikan kotak P3K itu!" ucap Dev sambil menunjuk kotak P3K yang ada di depan supirnya.

"Ini, Tuan kotak P3K nya." supir itu menyerah kan kotak P3K itu pada Dev.

"Sayang, bangun dulu ya. Biar Kakak obatin kepalanya," ucap Dev sambil membangunkan Zia dari pangkuan nya, sementara Zia hanya menurut.

Dev pun mengobati kepala Zia dengan dengan seksama, dan tak lama kemudian Dev pun selesai mengobati kepala Zia.

"Sayang, apa kau lapar?" tanya Dev sambil membereskan kotak P3K nya.

"Iya Kak, Zia lapar bangat," jawab Zia.

"Carikan tempat makan terdekat!" titah Dev dan diangguki oleh anak buahnya.

"Zia, sebenarnya setelah Kakak pulang semalam kamu di apain sama mereka?" tanya Dev serius.

"Aku di siksa Kak sama mereka karena aku gak mau ninggalin Kakak." Zia pun menceritakan semuanya kepada Dev.

"Jadi kamu mencintai Kakak?" tanya Dev dan menatap Zia serius.

"I -- iya Kak." Zia menunduk karena malu.

"Tapi Kakak gak cinta sama kamu," balas Dev serius.

Degh!

Zia yang mendengar itu bagaikan mendapat sambaran petir di siang bolong, perasaan nya begitu sakit apalagi saat mengenang semua perbuatan Dev kepada nya.

Apakah Dev menolong nya hanya karena kasihan kepadanya? Atau hanya karena ingin memainkan nya. Entah lah Zia benar-benar bingung sekarang dan tak terasa air matanya pun jatuh.

"Karena Kakak bukan hanya mencintai kamu, tapi Kakak ingin kamu menjadi milik Kakak selamanya." Dev mengangkat wajah Zia yang menunduk dan menghapus air matanya.

"Maksud, Kakak?" tanya Zia bingung.

"Kakak ingin menikahi kamu. Apakah kamu bersedia menjadi pendamping Kakak?" tanya seraya tersenyum ke arah Zia.

Bersambung ....

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!