NovelToon NovelToon

Handsome CEO'S Favorite Cinderella

Pertemuan pertama Devan dan Zia

Byuurr!

Satu gelas air di tumpah kan ke wajah cantik seorang gadis yang tengah ter tidur, hingga membuatnya terkejut dan terpaksa ia bangun seketika.

"Hhhhhh Rasain lo, emang enak." Tawa mereka pecah saat melihat Zia yang sudah basah kuyub.

"Ma, ada apa ini, kok Mama nyiram Zia?" tanya Zia lirih.

"Ziana Sofia Andara, ia adalah seorang gadis kecil berparas cantik dan imut yang baru berusia 18 tahun. Zia sebenarnya berasal dari keluarga yang tergolong mampu, namun sayang keberuntungan tidak berpihak di sisinya. Baru satu tahun ibunya meninggalkannya, ayahnya juga meninggal karena kecelakaan dan sekarang ia hanya tinggal bersama ibu dan kedua saudara tirinya yang sangat kejam."

"Cepat bangun! Dan masak makanan buat kami bertiga." Erna menarik kasar tangan Zia hingga ia terjatuh ke lantai.

"Hikks hikks tapi kan ada pembantu, Ma," lirih Zia yang mulai terisak.

"Semua pembantu di rumah ini sudah di pecat, mulai sekarang kamu yang akan ngerjain semua tugas mereka," jelas ibu tiri Zia.

"Tapi Ma, kalo hari ini Zia lagi gak enak badan," ucap Zia berusaha membuat ibu tirinya mengerti.

"Alahh! Palingan cuman alasan lo doang, kan?" Risna mendorong kepala Zia dengan jari telunjuknya.

"Cepat pergi sekarang!" Erna menjabak rambut Zia, hingga kepala Zia mendongak ke atas. Sementara Zia hanya mengangguk pasrah dan terpaksa pergi ke pasar untuk belanja, walaupun ia sedang demam tinggi.

********

Di sepanjang jalan, Zia terus memegangi kepalanya yang terasa amat sangat pusing akibat demam yang di deritanya. Ia pun menyebrang jalan, namun saat berada di tengah jalan tiba-tiba saja pandangannya menjadi buram dan ia pun terjatuh di tengah jalan.

Hiiittt! ( anggap aja suara rem dadakan )

"Kenapa berhenti tiba-tiba?" tanya pria tampan yang berada di dalam mobil itu.

"I ... itu, Tuan. Di tengah jalan ada orang yang pingsan," jelas supirnya.

"Kau tunggu disini, aku akan melihatnya," ucap Devan lalu turun dari mobilnya.

"Devan Abraham, ia adalah seorang CEO muda yang paling kaya di kotanya, bahkan hampir semua orang mengenalnya karena kekuasaan dan kekejamannya. Devan sendiri memiliki wajah yang cukup tampan dan memiliki tubuh kekar yang atletis, hingga ia juga menjadi idaman para gadis. Namun sayang karena sifatnya yang dingin, ia sangat sulit di dekati."

Setelah Devan turun dari mobilnya, ia pun mendekati gadis itu. Ia tidak bisa melihat wajah Zia karena rambutnya menutupi seluruh wajah cantiknya, Devid pun mencoba melihat wajah Zia dan hendak memindahkan rambut Zia dari wajah cantiknya.

Namun tiba-tiba saja angin pun menghembus kencang dan menerpa wajah cantik Zia, sehingga rambut yang tadi menutupi wajah cantiknya kini telah kembali terurai ke belakang. 

Degh!

Jantung Devan berdetak tak beraturan saat ia melihat wajah Zia, sehingga ia tak henti-hentinya memandang wajah Zia tanpa berkedip.

"Tuan! Ayo masuk, sebentar lagi akan hujan!" seru anak buahnya yang membuat Devan tersadar dari lamunannya.

"Ka ... kau masuk lah duluan!" titah Devan dan di patuhi oleh anak buahnya.

Melihat cuaca yang sudah mulai gelap karena mendung, Dev pun mengangkat tubuh mungil Zia dan memasukkannya ke dalam mobil nya. Dev memilih membaringkan tubuh Zia di pangkuannya agar lebih aman selama di perjalanan.

"Astaga, badannya panas sekali," batin Devan terkejut saat ia tak sengaja menyentuh kening Zia yang kini tengah tidur di pangkuannya.

"Tolong cepat sedikit!" titah Devan.

"Baik, Tuan." Supirnya pun melajukan mobil itu menuju Mansion mewah milik Dev.

***

Setelah menempuh perjalanan selama beberapa menit, akhirnya Devan telah sampai di halaman Mansionnya. Ia keluar dari mobil sambil menggendong Zia ala bride style.

Saat Dev melangkah kakinya menuju ke dalam Mansion itu, nampak beberapa penjaga dan para maid membungkuk menghormati Dev. Namun tiada yang berani bertanya siapa wanita yang ia bawa sekarang.

"Cepat hubungi dokter pribadi keluarga Abraham!" titah Devan seraya pergi ke kamarnya.

"Baik, Tuan," jawab salah satu maidnya.

Setelah sampai di kamarnya, ia pun membaringkan tubuh Zia di kasur king size miliknya. Dev pun berniat pergi ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya, namun ia menghentikan aksinya karena beberapa helai rambut Zia tersangkut di kancing jasnya.

Dev berusaha melepaskan rambut Zia dari kancing bajunya secara perlahan agar Zia tidak kesakitan, setelah beberapa detik berusaha akhirnya rambut Zia terlepas juga meskipun ada yang masih tertinggal di kancing jasnya.

"Permisi Tuan, dokter sudah datang," ujar maidnya.

"Suruh dia masuk," balas Devan dingin.

Tak lama kemudian, dokter itupun masuk bersama seorang suster dan mulai memeriksa kondisi Zia.

"Bagaimana, Dok. Apakah dia baik-baik saja?" tanya Devan sedikit khawatir. 

"Dia hanya demam biasa, Tuan. Mungkin dia terlalu stres dan lelah makanya jadi begini," jelas dokter itu.

"Oh ya Tuan, ini resep obatnya." Dokter itu memberikan Devan secarik kertas yang berisi resep obat.

"Saya pamit dulu, Tuan." Dokter itu tersenyum ke arah Devan dan berlenggang pergi dari kamar itu.

"Baik," balas Devan datar.

"Segera tebus obat ini di apotik!" titah Dev kepada anak buahnya seraya memberikannya secarik kertas tadi.

"Baik, Tuan." Anak buahnya segera menjalan kan perintah Devan.

Devan terus memandang wajah pucat Zia sambil mengusap lembut kepalanya, dan terus mencium tangan Zia yang sedari tadi ia pegang. 

"Semoga cepat sembuh, Baby," ucap Devan tersenyum. Sekarang Devan sudah merasa gerah karena keringatnya, ia pun kembali memutuskan untuk ke kamar mandi namun lagi-lagi Zia mencegahnya.

"Hikkss hikks Ayah! Ibu! Jangan tinggalin Zia hikks hikkss." Zia mengingau memanggil ayah dan ibunya.

"Ibu ... Zia takut sendirian hikks hikss," lirih Zia di sela-sela isak tangisnya.

Melihat Zia yang menangis. Dev pun kembali mendekat ke arah Zia dan ikut berbaring di samping Zia.

"Ibu ... Hikks hikks Mama Erna jahat bu." Zia masih saja terisak.

"Tenang lah, Baby. Sekarang kau aman bersama ku, tak ada yang akan menyakitimu selagi kau bersamaku." Devan menarik Zia kedalam pelukannya dan mulai menenang kan Zia.

"Tidur lah, Baby." Devan mengecup kening Zia dan mengusap pucuk kepala Zia dengan lembut agar Zia merasa tenang, perlahan-lahan isakan tangis Zia mulai hilang karena ia sudah terlalap di dalam pelukan Devan.

"Aku akan menjaga mu Zia, karena mulai sekarang kau adalah milikku," monolog Devan sambil terus mengelus pucuk kepala Zia dan sesekali menepuk punggungnya agar Zia lebih tenang.

"Ma, aku laper," lirih Risna sambil memegangi perut nya yang laper.

"Lagian Zia kemana sih? Beli sayur aja ga becus," umpat Rista kesal.

"Risna dan Rista adalah dua gadis kembar yang tak lain adalah saudara tiri Zia, mereka sama jahat nya dengan ibunya. Mereka terus-terusan menyakiti Zia karena mereka iri dengan kecantikan Zia yang tidak mereka miliki."

"Ma, gimana nih?" tanya Risna kesal.

"Mau gimana lagi. Jika kalian tidak mau kita mati kelaparan, maka kita harus masak sendiri," jelas Erna dan berlalu menuju dapur.

Bersambung ....

Frist Kiss & Mulai ada Rasa

"Apa! Masak sendiri?" teriak mereka bersamaan.

"Rista ga mau, Ma. Rista ga mau tangan Rista lecet," jelas Rista dengan gaya lebay bin alaynya.

"Iya Ma, Risna juga ga mau. Mama sih pakek pecat pembantu segela," ujar Risna kesal.

"Jika kalian tidak mau bantu, Mama. Maka kalian jangan makan," jelas Erna dan menatap tajam kedua putrinya, mendengar penuturan dari ibunya, mereka pun segera berlari ke dapur untuk membantu ibunya.

Mereka terpaksa memasak seadanya karena tidak bisa memesan makanan mewah, sebab di luar sedang terjadi badai dan hujan deras.

 

Prreettak! (Anggap aja suara petir)

Mendengar suara petir yang menggelegar, Dev pun semakin mengerat kan pelukan nya agar Zia tidak merasa ketakutan.

Tak lama kemudian datang lah anak buahnya yang membawakan obat untuk Zia.

"Permisi, Tuan. Ini obat nya," ucap anak buah nya seraya memberikan obat yang ada di tangan nya.

Dev pun melepas pelukan nya dan mengambil obat itu, sementara anak buah nya pamit pergi.

"Eeuugh," lenguh Zia sambil membuka mata nya secara perlahan.

"Aku dimana?" Zia terus saja mengedar kan pandangan nya ke seluruh sisi ruangan itu, namun ia tidak melihat kesamping nya.

"Khem!" dehem Dev hingga membuat Zia terkejut bukan main.

"Si -- siapa a -- anda, apakah anda pen -- penculik?" tanya Zia gugup.

"Buat apa saya menculik milik saya sendiri," balas Dev sambil terus memandang Zia.

"Maaf, Tuan. Tolong bicara yang jelas dan katakan dimana saya sekarang," tanya Zia lagi.

"Aku menemukan mu pingsan di jalan, karena tidak tau dimana rumah mu maka aku membawa mu kemari," jelas Dev sementara Zia hanya mangut-mangut saja saat mendengar kan jawaban Dev.

"Apakah dia bisa di percaya?" Zia membatin dan memicing kan mata nya ke arah Dev, sehingga ia kelihatan semakin imut.

"Ya ampun rasanya mau kumakan saja anak ini, kenapa sih dia harus imut gitu?" batin Dev gemas.

"Zia, mau saya makan kamu?" tanya Dev, sehingga Zia bergidik ngeri.

"A -- apa, Tuan ini ka -- kanibal?" Zia menelan ludah nya dengan susah payah, dan keringat dingin mulai keluar di dahinya.

"Hhhha, ada-ada saja kamu ini. Mana mungkin ada kanibal seganteng saya." Tawa Dev pecah saat mendengar ucapan Zia.

"Lalu, kenapa tadi Tuan bilang mau makan saya?" tanya Zia polos.

"Saya hanya gemas melihat wajah kamu," balas Dev tersenyum.

"Zia, percaya lah kepada saya. Saya tidak akan menyakiti kamu," balas Dev tersenyum.

"What? Dari mana Tuan tau nama ku?" Zia kembali bertanya pada Dev.

"Kamu sendiri yang bilang," balas Dev dingin.

"Kapan aku bilang?" tanya Zia penasaran.

"Zia, sudah lah. Sekarang kemari dan minum obat mu supaya kau bisa cepat sembuh!" Dev mengalih kan pembicaraan mereka.

"Saya tidak mau, Tuan. Obat itu pahit," balas Zia sambil menutup mulutnya.

"Ck! Jangan panggil aku Tuan. Karena aku belum setua itu, panggil saja kak Dev," jelas Dev sedikit kesal.

"Kak, aku cuman ingin pulang. Mungkin sekarang Mama udah cape cari aku," ucap Zia dengan sedikit khawatir.

"Minum obat dulu, setelah itu baru saya antar kamu pulang. Lagian ini juga lagi hujan," jelas Dev, namun Zia hanya menggeleng tidak mau.

"Baik lah, akan saya buat kamu tidak bisa menolak," ucap Dev di sertai senyum smirk nya hingga membuat Zia takut.

Dev semakin mendekat ke arah Zia, sementara Zia hanya bisa terus mundur ke belakang hingga ia pun menabrak lemari Dev. Zia sangat terkejut saat mengetahui dirinya telah menabrak lemari Dev dan tak bisa menghindari Dev lagi, dan Dev sudah berada di depan nya sekarang.

Kemudian Dev memegang obat itu dengan kedua bibirnya, sementara kedua tangan nya kini memegang tangan Zia. Zia berusaha melawan namun kekuatan nya tak sebanding dengan Dev.

"Ka -- Kak Dev ma -- mau apa?" tanya Zia gugup, namun Dev tidak menjawab pertanyaan nya.

Dev pun menyuapi obat yang ada di bibirnya ke mulut Zia, otomatis sekarang bibir mereka menempel satu sama lain.

Mendapat perlakuan seperti itu dari Dev, membuat pipi Zia merah seketika dan dia kembali mematung saat bibir nya di ***** lembut oleh Dev, serta jantung nya tak henti-henti nya berdetak kencang.

|| Mulai Ada Rasa ||

"Gak pahit, kan?" tanya Devan saat sudah menghentikan aktifitasnya, sementara Zia hanya mengangguk sambil menunduk malu.

"Zia, ayo habis kan obat nya, setelah ini kamu harus makan." Dev menggendong Zia ala bride style sementara Zia hanya bisa menurut saja.

Dev kembali menduduk kan Zia di kasur nya dan menyuapi sisa obat itu untuk Zia.

"Cepat bawa kan makanan ke kamar saya!" titah Dev. Semua anak buah dan para maid di rumah Dev menggunakan alat komunikasi di telinga mereka, jadi Dev tidak perlu berteriak-teriak saat membutuhkan sesuatu.

Tak lama kemudian maid nya pun datang dengan membawa nampan berisi makanan.

"Permisi, Tuan. Ini makanan nya," ujar maid itu dan menaruh makanan nya di atas nakas.

"Saya pamit, Tuan." Maid nya pun segera keluar dari ruangan itu.

"Sekarang kamu makan, ya," tawar Dev tersenyum dan mulai menyuapi Zia. Menerima suapan dari Dev, seketika air mata Zia mengalir karena teringat akan ibunya yang suka menyuapi nya di saat beliau masih hidup.

"Zia, kenapa kamu menangis?" Dev segera menaruh piring itu di atas nakas, dan menghapus air mata Zia dengan lembut.

"Hiks aku teringat sama ibu, Kak," lirih Zia yang mulai terisak.

"Tenang lah Zia, jika hujan sudah berhenti kita akan pulang kok dan kamu bisa bertemu ibumu lagi," ucap Dev berusaha menenang kan Zia.

"Hikkss ...hiks... percuma aku pulang, Kak. Ibu sudah tidak lagi bersama ku hikks," jelas Zia yang semakin terisak, melihat Zia yang menangis, Dev pun kembali memeluk Zia agar ia tenang.

"Shutt, diam lah Baby. Kau tidak boleh menangis terus, nanti kau bisa sakit lagi," jelas Dev sambil mengusap lembut pucuk kepala Zia dan sesekali mencium nya.

"Minum lah, Baby. Agar kau sedikit tenang." Dev memberikan air kepada Zia agar ia sedikit tenang, setelah memberikan air kepada Zia, Dev pun kembali memeluk tubuh mungil Zia.

Mungkin sekarang memeluk Zia sudah menjadi hobi baru Dev.

Setelah beberapa menit menenangkan Zia di pelukan nya, Dev pun mengajak Zia untuk memakan lagi makanan nya.

"Zia, ayo kita makan lagi," ajak Dev namun tak ada jawaban dari Zia, mendengar tidak ada jawaban dari Zia. Dev pun memutuskan untuk melihat Zia, dan ternyata Zia telah tertidur di pelukan nya. Mungkin karena Zia terlalu lelah dan stres di tambah lagi ia juga belum sembuh total.

"Ternyata udah tidur." Dev tersenyum melihat Zia yang sudah tertidur di pelukan nya.

"Tidur lah, Baby. Semoga mimpi indah." Dev menidurkan Zia dan menyelimuti tubuh Zia, lalu tak lupa Dev mencium kening nya secara lembut, Dev pun segera menuju ke kamar mandi untuk membersih kan dirinya.

*****

"Ma, Zia kemana sih kok belum pulang udah jam segini?" tanya Rista bingung.

"Atau jangan-jangan Zia di culik? Atau dia mungkin udah mati di tabrak mobil," ucap Risna menebak.

"Bagus dong jika Zia mati, jadi dengan mudah kita bisa menguasai rumah dan seluruh harta ayah nya hhhhha." Erna tertawa terbahak-bahak memikir kan kematian Zia.

"Tapi kalo Zia pulang gimana, Ma?" tanya Risna lagi.

"Kalo Zia pulang, ya kita siksa lagi lah sampai dia ga betah disini hhhhha," jelas Erna dan mereka bertiga pun tertawa.

"Ma, panggil lagi dong pembantu yang udah di pecat, capek juga jika harus masak sendiri kek tadi," pinta Risna kepada ibunya.

"Iya, nanti Mama panggil lagi mereka," balas Erna.

"Horee! Makasih, Ma," jawab mereka serempak sambil memeluk ibunya.

*****

20 menit berlalu, kini Dev telah keluar dari kamar mandi nya dan hanya mengenakan handuk saja, kemudian ia menuju ke arah lemari nya dan mencari pakaian untuk ia kenakan.

Dev tersenyum saat menatap wajah imut Zia yang sedang tertidur. Saat sedang asik memandang wajah Zia, tiba-tiba saja Zia membuka matanya, sontak kedua nya pun sama-sama terkejut.

"Kak Dev ngapain sih? Ngagetin aja," ucap Zia sambil bangkit dari tidurnya dan memajukan bibirnya kesal, bukan nya marah. Dev malah semakin geram ketika melihat ekspresi Zia.

"Kenapa sih harus imut bangat, rasanya pengen ku terkam saja ni anak. Tapi sabar lah Dev itu anak orang lo ga bisa nerkam sembarangan," Dev mencoba menahan dirinya agar tidak sampai menerkam Zia.

"Kak Dev, ngapain liat Zia kek gitu?" tanya Zia sambil menyilangkan kedua tangan nya.

"Kakak mau makan kamu, Zia?" ucap Dev becanda dan berjalan ke arah Zia seperti zombie.

"Aaaa! Ada zombie." Zia berteriak dan berlari saat Dev semakin mendekat, sementara Dev terus mengejar nya.

Aksi kejar-kejaran pun tak dapat terelak kan di kamar itu.

"Aarrggg," Dev mengerang untuk menakuti Zia.

"Kak Dev, tolong berhenti ngejar Zia. Zia capek hhaa haaa hah." Zia duduk di tepi ranjang Dev dengan nafas yang tersengal-sengal

"Kena kamu." Dev menangkap Zia dan menindih tubuh mungil Zia agar Zia tidak bisa kabur lagi.

"Ka ... Kak Dev ma ... mau nga ... ngapain?" tanya Zia gugup dan takut.

"Kak, turun lah! Kakak itu be ... mmpph." Ucapan Zia terhenti karena Dev telah menci*m bibir mungilnya, Zia berusaha memberontak namun kekuatan Zia tak sebanding dengan kekuatan Dev.

Perlahan-lahan Dev memperdalam ci*man nya menjadi sebuah ******* lembut, Zia pun berhenti melawan dan mulai menerima Dev dengan membalas ******* dari Dev.

Dev tersenyum senang karena Zia membalasnya, kemudian Dev menghentikan aksi nya karena ia mulai kesulitan bernafas.

"Apa kau pernah melakukan ini dengan orang lain, Baby?" tanya Dev dan Zia hanya menggeleng.

"Bagus, berarti first kiss nya adalah milik ku," batin Dev senang.

"Kak, Zia pengen mandi," ucap Zia tanpa melihat ke arah Dev, karena ia merasa malu.

"Silahkan, Baby. Apa perlu Kakak mandiin?" tanya Dev seraya turun dari tubuh Zia.

"Ti ... tidak aku bisa sendiri." Zia segera bangkit dan berlari ke kamar mandi, namun aksinya di hentikan oleh panggilan Dev.

"Zia ...." Zia berhenti saat di panggil oleh Dev, kemudian ia pun menoleh ke arah Dev.

"Sayang, kamar mandi nya ada di sebelah kiri loh. Kalo kesana itu ruang kerja ku," jelas Dev terkekeh saat melihat Zia akan memasuki ruang kerjanya.

"Aduh ... Malu bangat dah gua." Zia menepuk pelan jidat nya dan berlalu pergi ke arah yang telah di tentukan Dev.

20 menit telah berlalu, kini Zia telah selesai mandi dan Zia keluar dari kamar mandi dengan mengenakan handuk untuk menutupi tubuh nya.

Zia lupa kalo di kamar itu ada Dev, Zia pun dengan santainya berjalan sambil mengering kan rambutnya dengan handuk yang di tangan nya, Dev yang melihat tubuh putih Zia yang hanya di balut handuk. Seketika aset pribadi Dev terbangun, namun ia berusaha menahan nya agar ia tidak merusak Zia.

"Aaahh, dia sangat menggoda. Sebaik nya aku keluar dari kamar ini sebelum kesabaran ku habis," batin Dev.

"Aaaaa! KAK DEV NGAPAIN DISINI? KAK DEV GAK MALU APA!" teriak Zia kaget.

"Kakak, akan keluar. Kamu pakai lah baju ini!" Dev segera berlari keluar dari kamar itu sebelum dia kehilangan kesabaran nya.

"Ngapain Kak Dev, pakek lari-lari segala," ucap Zia penasaran, kemudian ia segera memakai bajunya. Setelah selesai bersiap-siap, Zia pun turun kebawah untuk menemui Dev dan meminta agar Dev mau mengantarnya pulang.

"Kak Dev, Zia mau pulang," rengek Zia saat melihat Dev yang tengah duduk di sofa ruang tamu.

"Makan malam dulu, Baby," jawab Dev.

"Iya deh Kak, boleh juga," balas Zia setuju.

Setelah selesai makan malam, sesuai dengan janji nya Dev pun mengantar Zia kerumahnya karena hujan pun telah berhenti. Beberapa menit berlalu mereka pun sampai dirumah Zia.

"Kak Dev, ayo mampir dulu," ajak Zia ramah.

"Yasudah, ayo," balas Dev setuju.

Ting! Ting! Ting!

Tak lama kemudian pintu pun terbuka, dan memperlihat kan dua gadis kembar yang tak lain adalah saudari tiri Zia.

"Dari mana aja lo? Baru pulang jam segini," tanya Risna penuh selidik.

"Atau jangan-jangan lo habis ngelonte ya sama cowo ini," ucap Risna sambil menunjuk ke arah Dev.

"Sekali lagi kamu berani bicara buruk kepada Zia, akan ku potong lidah mu," ancam Dev sehingga membuat mereka diam seketika.

"Siapa anda yang berani mengancam putri saya?" tanya Erna yang baru saja datang.

"Saya Devan Abraham," jawab Dev dingin, mendengar jawaban dari Dev membuat Erna bungkam seketika.

"Astaga, Devan Abraham. Mafia yang paling kejam itu," batin Erna dan dia mulai mengeluarkan keringat dingin di dahinya.

"Si -- silahkan ma -- masuk Tuan," ujar Erna gugup, melihat ibunya yang gugup membuat Rista dan Risna saling memandang kebingungan.

Dev pun masuk sambil merangkul bahu Zia dan Dev menduduk kan Zia di samping nya.

"Kak Dev, Zia buatin air dulu ya." Zia hendak pergi namun tangan nya di cekal oleh Dev.

"Tetap lah bersama ku." Dev menarik kembali Zia hingga ia terduduk di pangkuan nya, yang membuat iri Risna dan Rista.

"Ma, dia itu siapa sih? Kok Mama kaya takut gitu pas denger nama nya?" tanya Rista penasaran.

"Kau kenal gang mafia paling berbahaya di Indonesia?" Erna bertanya balik kepada anaknya.

"Setau aku sih gang mafia paling kejam di Indonesia itu adalah gang THE BLACK KILLER," balas Risna.

"Nah, dia itu adalah ketua nya," ujar Erna yang membuat kedua putrinya menelan ludah dengan susah payah.

"Yaampun Ma, Risna takut," ujar Risna yang sudah gemeteran.

"Tapi dia ganteng bangat ya, Ma. Rista jadi suka," ucap Rista seraya melihat ke arah Dev.

"Tapi kek nya dia suka sama Zia deh," timpal Risna.

"Gak mungkin! Pasti Zia udah pakek pelet agar tu cowok suka sama dia, masih cantikan juga aku," ucap Rista memuji diri nya.

"Sudah sekarang berikan air ini untuk, Tuan Dev!" titah Erna dan memberikan nampan yang berisi cemilan dan teh hangat.

"Biar aku aja, Ma." Rista mengambil nampan tersebut dan menuju ke arah Dev.

"Tuan, di minum air nya." Rista meletakkan nampan itu di atas meja dan membungkuk di hadapan Dev hingga membuat aset pribadi milik nya terlihat, dia sengaja melakukan itu agar Dev tergoda namun sayang Dev hanya memandang nya jijik.

"Dia pikir gue tergoda dengan benda nya yang gak berguna itu, dasar ******," batin Dev sembari tersenyum smirk.

"Kak, ayo minum air nya!" titah Zia kepada Dev.

"Suapin, kalo gak Kakak gak akan minum," pinta Dev manja.

"Baik lah, Kak." Zia turun dari pangkuan Dev dan mulai menyuapi teh hangat itu untuk Dev.

"Zia, teh ini hambar," ucap Dev.

"Yang benar, Kak? Coba Zia cicip." Zia pun mencicip teh itu.

"Ini manis kok, coba Kakak minum lagi," Zia kembali meminum kan air itu untuk Dev.

"Nah, sekarang baru manis tapi ada yang lebih manis dari ini loh, kamu tau gak apa itu?" tanya Dev dan tersenyum ke arah Zia.

"Gak tau, Kak. Emang nya apa?" tanya Zia penasaran.

Cup!

Satu kecupan mendarat di bibir Zia, hingga membuat pipi Zia memerah seketika. Dev tidak perduli ada Rista disana karena ia memang sengaja melakukan nya agar Rista pergi dari sana.

"Itulah yang paling manis dari gula, Baby." Dev berbisik di telinga Zia dan kemudian mencium pipi mungil Zia.

"Aaa, Kak Dev apa-apaan sih." Zia membenamkan wajah nya ke dada bidang milik Dev dan Dev pun memeluk Zia.

Lalu Rista? Rista ya jadi kacang goreng lah liat kemesraan mereka lagian siapa suruh duduk disana.

Tak tahan di kacang gorengin, Rista pun pergi menuju ke kamar nya dengan perasaan marah. Ia pun berjalan sambil menghentak kan kaki nya ke lantai, sementara Dev yang melihat nya hanya tersenyum dingin.

"Rasain lo, ga tahan kan lo," batin Dev dan tersenyum penuh kemenangan.

Bersambung ....

Alam saksi cinta & Pangeran Dev Datang

"Rasain lo, gak tahan kan lo." Dev tersenyum penuh kemenangan.

Rista benar-benar marah hingga ia tidak memperdulikan ibu dan adik nya yang memanggilnya.

"Kak Rista, kenapa?" tanya Risna pada ibunya.

"Mungkin dia cemburu melihat Zia bersama, Tuan Dev," jelas Erna dan menyusul anak nya yang masuk kamar.

"Awas kamu Zia," batin Erna seraya mengepal kan tangan nya.

"Aarrgh!" Rista berteriak frustasi dan dia mulai menghancurkan barang-barang yang ada di kamar nya.

"Gue benci sama lo Zia!" teriak Rista sambil terus menghancurkan barang-barang nya.

"Rista! Berhenti!" teriak Erna.

"Ma, Rista benci sama Zia. Rista pengen Zia segera di usir dari sini." Rista masih saja setia melempar barang-barang nya.

"Sudah Sayang, Mama janji kok Zia akan segera Mama usir dari sini." Erna memeluk putri nya untuk menenangkan nya.

Di sisi lain, Dev pamit kepada Zia karena ia akan segera pulang.

"Zia ... Kakak mau pulang dulu ya," pamit Dev sambil mengelus kepala Zia.

"Iya, Kak." Zia mulai merasa sedih saat Dev ingin pulang. Entah mengapa rasanya Zia tidak ingin berpisah dengan Dev walau pun sebentar, apalagi mungkin sebentar lagi mereka akan kembali menyiksa Zia.

"Baby, Kamu kenapa kok ngelamun gitu?" tanya Dev penasaran.

"Apa kamu tidak ingin Kakak pulang?" tanya Dev lagi namun Zia tidak menjawab nya, dan tanpa aba-aba Zia kembali memeluk Dev.

Grep!

"Nanti Kak Dev kesini lagi kan?" tanya Zia di dalam pelukan Dev.

"Iya Sayang ku, besok Kakak kesini lagi kok," ucap Dev sambil mengelus kepala Zia.

"Kakak pulang sekarang ya, Baby." Dev melepas pelukan nya dan berjalan menuju pintu, Zia pun ikut bangkit dan mengantarkan Dev sampai ke pintu.

"Jaga dirimu baik-baik ya, Baby." Dev mengecup kening Zia dan menaiki mobil nya.

"Bye, Kak Dev." Zia melambai kan tangan nya ke arah Dev dan tak terasa air matanya juga ikut menetes, entah mengapa Zia sudah sangat nyaman dengan Dev padahal baru sehari ia mengenal Dev tapi sudah tak ingin melepasnya.

"Jangan nangis, Baby. Kakak akan kesini lagi kok," ucap Dev tersenyum.

"Kakak pergi ya, bye." Dev pun melajukan mobil nya dengan berat hati karena ia takut akan terjadi sesuatu kepada Zia, apalagi Zia tidak mau dia pergi dari sana.

"Enak bangat ya, bisa nempel-nempel sama cowo ganteng," ucap Risna yang berdiri di belakang Zia bersama ibu dan kakak nya.

Apakah Risna, ibu dan kakak nya melihat semua itu? Ya mereka melihat semuanya.

"Ibu minta tinggalkan Dev, atau kamu tinggalkan rumah ini," ujar Erna memberi pilihan.

(Hey nenek peyot lo kira Dev itu anak ayam apa bisa di ambil sama siapapun, ga bisa kalek. Dasar nenek peyot gila)

"Gak, Zia gak akan pernah meninggal kan Kak Dev meskipun Zia harus pergi dari sini," jawab Zia tegas, mendengar jawaban dari Zia seketika emosi mereka meluap.

"Kurang ajar!"

Plak!

Zia memegangi pipi nya yang memerah akibat tamparan Erna, tak tinggal diam Rista pun ikut menjabak rambut Zia.

"Gue gak akan ngebiarin lo bisa miliki, Dev. Karena Dev milik gua!" teriak Rista seraya menarik kuat rambut Zia.

"Kak Rista, tolong lepasin rambut aku. Sakit Kak Rista hikks hiks," ucap Zia berusaha melepaskan cengkeraman tangan Rista.

"Rista bawa dia ke gudang!" titah Erna kepada Rista dan segera di patuhi oleh Rista.

"Ma, jangan. Zia gak mau tidur di gudang," ucap Zia berusaha memberontak.

"Diam lo, tinggal ikut aja kok ribet amat sih?" ucap Risna yang sedang memegangi tangan Zia.

Mereka pun sampai di lantai paling atas tepat dimana gudang berada, Erna pun segera membuka pintu gudang dan mendorong kuat tubuh Zia agar masuk ke gudang.

Brukk!

Zia tersungkur keras ke lantai gudang itu.

"Malam ini kamu akan tidur disini, Mama akan lihat sampai kapan kamu akan berani membantah. Jika kamu sudah bersedia melepas kan Dev baru kamu akan di keluar kan dari sini," jelas Erna sambil menggunci pintu, sementara Zia hanya bisa pasrah dan berharap akan ada keajaiban yang dapat merubah nasibnya.

"Ayo Ma," ajak Rista dan di angguki oleh ibunya.

"Hhhhha pasti dia akan ketakutan apa lagi gudang nya kan gelap, auto jerit-jerit dah si Zia," ucap Risna sambil ketawa.

"Mama akan lihat siapa yang akan membantunya," ucap Erna sambil tersenyum jahat.

Sekarang Zia sedang berjalan ke arah jendela gudang dan membukanya, berharap secercah cahaya bulan akan masuk ke ruang itu.

Jendela pun terbuka dan menampilkan pemandangan kota yang indah, serta bulan purnama yang tengah bersinar terang tanpa ada awam hitam di sekeliling nya. Melihat pemandangan itu membuat Zia sedikit merasa tenang.

"Bulan, engkau lah yang menjadi saksi akan kesedihan ku, aku berharap suatu saat nanti engkau juga akan menjadi saksi kebahagiaan ku. Semoga saja ada pangeran yang akan menjemput ku." Zia terus saja memandang bulan purnama itu dan mencurhatkan isi hatinya, ternyata Zia sangat suka mencurhatkan isi hatinya kepada bulan semenjak ibunya meninggal.

Di sisi lain ternyata Dev juga sedang memandang bulan purnama itu sambil mengingat Zia.

"Aku berharap, semoga Zia baik-baik saja. Dan aku berharap semoga Zia menjadi milik ku selamanya," ucap Dev sambil terus memandangi bulan itu.

"Bulan, jika engkau mampu. Tolong sampai kan rinduku kepada Kak Dev, dan angin tolong bisikan padanya bahwa aku mencintai nya," monolog Zia di lain tempat.

Tiba-tiba saja angin sepoi-sepoi yang lembut nan membuai, menerpa wajah tampan Dev sehingga ia merentangkan tangan nya menikmati angin itu.

"Telah ku terima cintamu, Zia," ucap Dev sambil menutup matanya merasakan angin itu.

"Tunggu aku Cinderella ku, aku akan segera membawa mu kedalam istana ku dan ku jadikan kau ratu di dalam hidup ku," ucap Dev sambil membuka matanya dan memandang bulan itu lagi.

"Ku tunggu engkau wahai pangeran ku, dan aku berharap Kak Dev lah pangeran itu," jawab Zia di lain tempat.

|| Pangeran Dev Datang ||

Kini bulan purnama yang semalam di lihat oleh Zia dan Dev telah berubah menjadi mentari yang bercahaya hangat, Zia yang sedang tertidur di lantai mulai terusik tidur nya di kala sinar matahari itu menerpa wajah cantik nya melalui jendela gudang itu.

Demikian juga Dev, ia juga merasa amat terusik dengan matahari yang menyilaukan yang menerpa wajah tampan nya, Dev kemudian bangun dari tempat tidur nya dan beranjak ke kamar mandi.

10 menit berlalu, Dev telah selesai dengan ritual mandinya dan ia lanjut bersiap-siap karena akan ke kantor. Sekarang Dev telah siap dengan balutan jas hitam dan celana yang senada.

"Segera siap kan mobilnya karena saya akan ke kantor," ucap Dev kepada anak buahnya melalui alat komunikasi di telinganya.

"Mobilnya sudah siap, Tuan," balas anak buahnya.

Mendengar jawaban dari anak buah nya, Dev pun segera turun untuk sarapan setelah selesai dengan sarapan nya ia pun menaiki mobilnya.

"Apakah hari ini ada pertemuan?" tanya Dev kepada anak buahnya.

"Tidak, Tuan," jawab anak buah nya seraya menyetir.

"Kalo tidak ada, maka kita kerumah nona Zia dulu," ujar Dev dan di angguki oleh anak buahnya.

Setelah menempuh perjalanan selama beberapa menit, akhirnya Dev pun sampai di kediaman keluarga Andara.

Ting! Ting!

Dev membunyikan bel rumah Zia, tak lama kemudian pintu pun terbuka dan menampilkan sosok Rista.

"Yaelah, dia lagi dia lagi," batin Dev muak.

"Dimana Zia?" tanya Dev dingin.

"Siapa yang datang, Rista?" tanya Erna dari dalam.

"Tuan Dev, Ma!" jawab Rista.

"Cepat suruh masuk! Ngapain kamu buat Tuan menunggu," titah Erna kepada Rista.

"Mari masuk, Tuan!" ajak Rista dan merangkul tangan Dev.

"Jangan kurang ajar kamu, sekali lagi kamu sentuh saya ku pastikan tangan itu berpisah dengan tubuhmu," ancam Dev sembari menghempaskan tangan Rista secara kasar.

"Dimana Zia?" tanya Dev lagi.

"Zi -- Zia tidak ada, Tuan. Dia udah pergi dengan pacar nya," ucap Rista berbohong.

"Jangan bohong kamu!" Dev mencekik kuat leher Rista karena tau Rista berbohong.

"Uhukk uhukk le -- lepas Tuan, a -- aku ke -- kesulitan bernafas uhuk uhuk." Rista batuk-batuk karena ulah Dev, kemudian Erna pun datang dan memohon kepada Dev agar melepas Rista.

"Tuan, jika anak saya salah tolong maaf kan dia lepas kan dia, Tuan," ucap Erna memohon, kemudian Dev pun melepas tangan nya dari leher Rista.

 

Disisi lain, Zia baru saja terbangun dan ia merasa sangat lapar namun apalah daya karena tidak ada yang akan memberinya makanan. Tak lama kemudian Zia melihat piano kesayangan ayahnya yang sudah di tutup dengan kain, ia pun memikir kan ide untuk menghibur dirinya sendiri.

"Sebaik nya, aku nyanyi aja biar ga terlalu suntuk." Zia terus berjalan mendekati piano ayah nya, sebenarnya piano itu masih sangat bagus tapi karena Erna tidak menyukai nya ia pun menaruh nya di gudang.

Zia pun mulai membuka kain yang menutupi piano itu, dan mulai memainkan nya dengan terampil dan lihai. Dev yang akan melangkah pergi menghentikan langkah nya karena mendengar suara piano itu.

"Indah sekali." Dev melangkah masuk kedalam rumah itu dan mencari sumber suara itu. Di belakang nya di ikuti oleh Rista dan Erna.

Zia pun mulai menyanyikan lagu korea kesukaan nya.

"Cepat buka pintu ini!" titah Dev di saat ia telah berada di depan pintu gudang, Erna pun langsung membukanya karena tidak berani melawan Dev.

Pintu pun terbuka dan memperlihat Zia yang sedang asik memainkan piano sambil bernyanyi, Dev pun tersenyum melihat Zia dan dia sangat terpukau dengan suara merdu Zia.

***

Zia terus saja bernyanyi tanpa mengetahui kalo sedari tadi Dev telah berada disana, Dev masih setia memandang Zia yang bernyanyi dan memainkan piano dengan senada.

***

Zia pun menghentikan aksinya karena merasa kan pusing yang luar biasa, perlahan mata nya mulai buram dan ia pun mulai kehilangan kesadaran nya.

"Zia!" Dev langsung berlari ke arah Zia dan menangkap Zia yang hampir terjatuh dari kursi piano itu.

"Kak ...." Zia tersenyum dan menutup matanya setelah melihat Dev di sisa-sisa kesadaran nya.

"Zia! Kamu kenapa? Bangun lah Zia!" Dev menepuk pelan pipi Zia agar ia bangun.

Kemudian ia langsung menatap tajam ke arah tiga orang yang ada di depan nya, yaitu Erna, Rista, dan Risna.

"Kalian apakan gadisku hah? Awas saja jika terjadi sesuatu pada Zia, aku bersumpah jika terjadi sesuatu pada Zia maka aku akan membunuh kalian bertiga dan tubuh kalian akan ku berikan kepada peliharaan ku. Camkan itu!" ancam Dev di sertai seringai nya yang menakut kan.

Dev pun bangkit sambil menggendong tubuh Zia ala bride style, dan berjalan keluar dari gudang itu.

"Minggir!" teriak Dev karena mereka berteriga menghalangi pintu, tanpa menjawab mereka pun segera bergeser ke tepi dan memberikan jalan untuk Dev.

"Kerumah sakit kota." Dev menaiki mobil nya dan meletak kan Zia di pangkuan nya.

"Baik, Tuan." Supir nya pun malajukan mobilnya dengan kencang, hingga mereka sampai di rumah sakit hanya dalam hitungan menit.

"Cepat periksa istri saya!" titah Dev saat melihat dokter pribadinya.

"Baik, Tuan. Tapi sebelum nya tolong bawa istri anda ke ruang rawat dulu," ucap Dokter itu, Dev pun membawa Zia ke ruang yang telah di tentukan oleh dokter itu. Sesampainya di ruangan itu Dev langsung membaring kan tubuh Zia di brangkar rumah sakit.

"Bagaimana, Dok?" tanya Dev khawatir.

"Istri anda baik-baik saja, sama seperti sebelum nya ia juga sangat stres sekarang di tambah lagi ia belum sarapan pagi ini. Jadi karena itulah dia sangat lemah, namun anda tidak perlu khawatir karena sebentar lagi pasien akan segera siuman," jelas dokter itu panjang lebar.

"Apa saya bisa membawa nya pulang?" tanya Dev lagi.

"Bisa, Tuan. Tapi pastikan pasien beristirahat total dan ia tidak boleh tertekan sedikit pun, pastikan juga pasien selalu bahagia agar ia tidak mudah down. Dan satu lagi jaga waktu makan pasien karena ia harus makan tepat waktu, untuk masalah obat nya. Tuan bisa menebus obat yang sama seperti yang sebelumnya saya berikan," jelas dokter itu lagi dan Dev hanya mengangguk mengerti.

"Dasar kulkas 24 pintu, orang cape-cape ngomong panjang lebar malah di cuekin, untung mafia terkejam kalo ga udah gue jadiin es jus lo," batin dokter itu sambil mengumpat kesal.

(Sabar ya dok, mohon bertahan ini ujian wk wkwk )

"Terima kasih nasehatnya. Saya pamit dulu." Dev menjabat tangan dokter itu dan kembali menggendong Zia untuk di bawa pulang.

"Nyonya baik-baik saja, Tuan?" tanya anak buahnya sambil membuka pintu mobil.

"Dia baik-baik saja, hanya demam biasa," balas Dev seraya menaiki mobilnya.

"Syukurlah." Anak buahnya pun kembali melajukan mobilnya menuju ke kediaman Abraham.

Saat masih di tengah perjalanan, Zia pun mulai sadar dari pingsan nya.

"Euuggh, Kak Dev," lirih Zia sambil membuka matanya.

"Iya Zia, ini Kakak." Dev tersenyum melihat Zia yang sudah sadar.

"Kak, sakit hikks hikss," isak manja Zia.

"Yang mana yang sakit, Baby?" tanya Dev khawatir.

"Kepala aku Kak, semalam Kak Rista jahat sama aku hikkss," ucap Zia mengadu, Dev pun segera memeriksa kepala Zia dan betapa terkejut nya ia saat melihat darah segar di tangan nya yang berasal dari kepala Zia.

"Kenapa kepala kamu berdarah, Zia?" tanya Dev khawatir.

"Kebentur semalam, waktu Kak Rista dan Mama ngedorong aku ke dalam gudang," ucap Zia jujur, kali ini Zia benar-benar tidak akan menutupi keburukan mereka karena memang ia sudah tidak mau kembali kesana lagi.

"Kurang ajar! Awas saja kalian, akan ku buat kalian lebih menderita dari Zia. Bersiap lah kalian karena masa-masa indah kalian telah berakhir sekarang." Dev membatin seraya mengeluarkan seringai nya yang menakutkan.

"Berikan kotak P3K itu!" ucap Dev sambil menunjuk kotak P3K yang ada di depan supirnya.

"Ini, Tuan kotak P3K nya." supir itu menyerah kan kotak P3K itu pada Dev.

"Sayang, bangun dulu ya. Biar Kakak obatin kepalanya," ucap Dev sambil membangunkan Zia dari pangkuan nya, sementara Zia hanya menurut.

Dev pun mengobati kepala Zia dengan dengan seksama, dan tak lama kemudian Dev pun selesai mengobati kepala Zia.

"Sayang, apa kau lapar?" tanya Dev sambil membereskan kotak P3K nya.

"Iya Kak, Zia lapar bangat," jawab Zia.

"Carikan tempat makan terdekat!" titah Dev dan diangguki oleh anak buahnya.

"Zia, sebenarnya setelah Kakak pulang semalam kamu di apain sama mereka?" tanya Dev serius.

"Aku di siksa Kak sama mereka karena aku gak mau ninggalin Kakak." Zia pun menceritakan semuanya kepada Dev.

"Jadi kamu mencintai Kakak?" tanya Dev dan menatap Zia serius.

"I -- iya Kak." Zia menunduk karena malu.

"Tapi Kakak gak cinta sama kamu," balas Dev serius.

Degh!

Zia yang mendengar itu bagaikan mendapat sambaran petir di siang bolong, perasaan nya begitu sakit apalagi saat mengenang semua perbuatan Dev kepada nya.

Apakah Dev menolong nya hanya karena kasihan kepadanya? Atau hanya karena ingin memainkan nya. Entah lah Zia benar-benar bingung sekarang dan tak terasa air matanya pun jatuh.

"Karena Kakak bukan hanya mencintai kamu, tapi Kakak ingin kamu menjadi milik Kakak selamanya." Dev mengangkat wajah Zia yang menunduk dan menghapus air matanya.

"Maksud, Kakak?" tanya Zia bingung.

"Kakak ingin menikahi kamu. Apakah kamu bersedia menjadi pendamping Kakak?" tanya seraya tersenyum ke arah Zia.

Bersambung ....

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!