Mahalnya Sebuah Kepercayaan
"Besok pagi mas berangkat ke Semarang dek. Ada tugas ke memantau lokasi proyek bersama teman satu tim mas!"
"Berapa lama mas?"
"Dua atau tiga hari. Tergantung kondisinya disana seperti apa", katanya datar.
"Tolong siapin baju mas ya, antisipasi ya siapkan saja untuk 3 hari kedepan."
"Ya mas!"
Kusiapkan pakaian beberapa pasang. Tak lupa perlengkapan mandi dan solat. Ini bukan pertama kalinya Mas Aziz keluar kota untuk bekerja. Tapi sejak 6 bulan terakhir ini, aku merasa kesibukan mas Aziz sangat mengurangi intensitas pertemuan kami. Aku sudah menikah dengan mas Aziz selama 3 tahun. Dan sampai saat ini, kami belum juga diberi keturunan. Awalnya, mungkin karena saat itu aku masih bekerja. Sampai akhirnya aku berhenti bekerja, mengabdikan diriku pada suami. Hanya menjadi ibu rumah tangga. Soal keuangan,mungkin mas Aziz tak pernah kurang memberikannya untukku. Gaji bulanan, uang jajan sampai keperluan rumah tak ada kendala apa pun.Bahkan tabungan ku selama aku bekerja dulu pun masih ada.Aku hanya kadang merasa kesepian. Untuk apa kunikmati segala fasilitas sendirian? Aku punya suami, tapi jarang sekali bertemu apa lagi untuk melakukan hal lebih....
"Dek..!",panggilnya.
Aku menengok ke mas Aziz. Menghentikan aktivitas mengemas pakaiannya di koper.
Aku menghampiri nya setelah menutup koper.
Mas Aziz merengkuh ku dalam pelukannya.
"Maafkan mas ya, jika mas terlalu sibuk dengan pekerjaan mas selama ini",ucapnya sembari mengelus puncak kepalaku. Aku mengangguk . Ini bukan kali pertama dia melakukannya. Tapi setelah itu, dia hanya membiarkan ku tertidur pulas dalam pelukannya. Apakah dia tak membutuhkan aku menuntaskan hasratnya lagi? Dalam seminggu belum tentu kami melakukan itu. Jika aku tak memulai, mas Aziz bahkan tak ada inisiatif. Aku lelah. Lelah berpura-pura tak ada apa-apa. Aku berusaha untuk menginstropeksi diriku sendiri. Ada yang salahkah dengan diriku? Sudah tak menarikkah aku didepan mata suamiku?
Aku melepaskan diri dari pelukan nya.Mencoba berdiri dari dipan tempat dimana kami berbaring melepas penat selama ini.
Tapi mas Aziz meraih tanganku lagi.
"Dek, kamu keberatan mas keluar kota lagi?"
Aku menggeleng. Kucoba melanjutkan langkah ku untuk keluar kamar. Tapi lagi dan lagi mas Aziz merengkuh ku.
Memeluk tubuhku dari belakang. Mengecup mesra leherku yang sudah tak memakai jilbab. Hal yang sudah lupa, kapan dia melakukan nya.
Aku mendongakkan kepalaku. Menahan air mata agar tak jatuh ke pipiku. Aku tak meresponnya. Entah, ada perasaan yang sangat menggangu dihatiku. Mas Aziz membalikkan badanku menghadapnya.
Mengusap lembut pipiku.
"Mas minta maaf dek, jika akhir-akhir ini mas tak bisa memenuhi kebutuhan batinmu.Tapi mas janji, setelah proyek Semarang selesai kita liburan.Mas ambil cuti tahunan, kita habiskan waktu berdua.Membayar semua waktu mas yang tersita."Dia meyakinkanku.Tapi, ini pun untuk kesekian kalinya dia memberi janji. Aku sudah terbiasa dengan janjinya yang tak tertepati.
"Dek, bicaralah! Mas tak suka kalau kamu diam seperti ini?!", suara mas Aziz mulai meninggi. Apakah aku takut?Tidak. Kubiarkan saja dia meninggikan suaranya padaku. Mas Aziz pria yang lemah lembut, jarang sekali bicara. Sedangkan aku? Aku Diandra Saputri, perempuan yang bawel yang suka protes yang suka mengkritik banyak hal tapi kini, aku memilih diam. Memilih menyimpan suaraku untuk hal yang penting saja. Aku bukanlah aku yang dulu.
Aku berdiri mematung dihadapan suamiku.Apakah dia akan menyadari kesalahannya?
Mungkin mas Aziz lelah, lelah dengan "kediaman"ku.
Akhirnya mas Aziz meraihku , mendorong ku ke dipan.Dan kami melakukan hal yang sebenarnya aku butuhkan selama ini.Tapi, semua terasa hambar bagiku.
Aktifitas itu sudah selesai, kami sudah menuntaskannya berdua. Aku bangkit dari pembaringan, memunguti pakaianku yang berserakan disekitar dipan. Kulihat mas Aziz masih tertidur, mungkin kelelahan setelah pertempuran tadi.
Aku beranjak ke kamar mandi.Membersihkan seluruh badanku.Dinginnya air tak lagi kurasakan.Hanya ada rasa sesak yang menggema dalam dadaku.
Segera kuhadapkan diri pada Illahi setelah azan subuh berkumandang.Selang beberapa waktu, mas Aziz bangun. Melihat ke arahku yang masih bersimpuh di atas sajadah.
Aku melipat sajadah dan mukena ku, setelah itu aku keluar kamar menuju dapur.
Kusiapkan sarapan untuk mas Aziz.Lalu ku buatkan secangkir kopi panas.
Mas Aziz keluar kamar saat aku akan menuju teras belakang untuk mencuci pakaian.
"Dek, temani mas sarapan!", titahnya.
Aku pun berbalik, kuurungkan niatku untuk mencuci pakaian.Kami duduk berhadapan.Ku tuangkan nasi ke atas piringnya.Mengambil sepotong ayam dan tumis sawi tahu kesukaan mas Aziz.Dia makan dengan lahap apapun yang aku masak.
"kamu ga makan sekalian dek?"
Aku menggeleng. Aku masih diam, aku duduk didepannya hanya untuk menemani nya makan.
Pukul 7 mas Aziz berpamitan, kuserahkan koper dan ransel nya.
"Kamu tak ingin mengantar kan mas dek?", tanya mas Aziz padaku. Aku menggeleng.
"Bicaralah sayang. Tolong jangan seperti ini. Mas mohon?!", pintanya sambil memegang kedua pipiku.Aku tak ingin menatap matanya, kualihkan pandangan ku ke arah lain.Lalu mas Aziz mengecup mesra kening ku.
"Ya sudah,mas berangakat ya.Kamu hati-hati dirumah!"
Aku mengangguk perlahan.Mas Aziz menaiki taksi online yang sudah menunggunya dari tadi.Tak lama kemudian, mobil pun menjauh dari pekarangan rumah kami.
Aziz
Sejak aku pulang kerja kemarin sore,kenapa sikap Dian berubah.Dia diam saja tak seperti biasanya.Apakah dia mulai bosan?Mulai keberatan jika aku sering keluar kota?Tapi kenapa?Aku memang salah.Tak bisa selalu memenuhi kebutuhan batinnya.Tapi,aku memang merasa lelah.Aktifitasku yang padat, membuat badanku selalu merasa lelah.Apalagi jika aku harus melakukan 'hal' itu.Jujur,aku merasa bersalah pada Diandra.Mamah selalu menyalahkan Dian karena dia tak kunjung hamil.Padahal kesalahan ada padaku,yang jarang punya waktu untuk istriku.
Kubuka ponselku.Memeriksa apakah ada yang terlewat kan oleh penglihatan ku.
Aku mengecek satu persatu.Sampai akhirnya mataku fokus pada chat antara aku dan mama ku serta Lili.
\[Aziz, sebaiknya kamu tinggalkan saja istrimu yang mandul itu.Bukankah sekarang kamu sekantor sama Lili?\]
\[Kenapa mama punya pikiran seperti itu?\]
\[Ya, mama rasa Lili perempuan yang tepat buat kamu.Kalo kamu tak mau ceraikan istri mu, paling tidak dia harus terima di madu\]
\[Ya Allah ma,sesama wanita kenapa mama tega bicara begitu?\]
\[ apa salah kalau mama ingin punya cucu? mama sudah tua Aziz.Mengertilah! Mama ingin bicara langsung sama kamu,tapi kau sibuk terus.Kalau mama telpon pasti istri mandulmu mendengar nya.\]
Ya Allah, apakah karena ini Diandra mendiamkan ku.Tega sekali mama.Aku juga tak menyangka jika istriku membalas pesan mamaku.Meskipun aku tak pernah melarang Dian membuka-buka ponselku.
Kulanjutkan chat kedua.Lili.
\[ Mas,besok kamar kita sebelahan kan ya?Kaya biasa!\]
\[Harus?\]
\[ Iya lah mas,kan kalo ada apa-apa aku gampang manggil kamu!\]
\[Oh iya, tadi mama mu telpon aku. kapan-kapan aku boleh kan ketemu lagi sama mantan calon mertua ku heheheh(emoticon tersenyum)\]
Setelah itu tak ada balasan.Aku menarik nafas, dadaku terasa sesak sekali.Ya Allah....semoga Diandra tak salah paham.Aku tetaplah suaminya yang Insyaallah akan selalu setia padanya.Ingin rasanya kubatalkan perjalanku ke Semarang.Berbicara dari hati ke hati bersama Diandra, istri ku tersayang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 292 Episodes
Comments
Bundanya Pandu Pharamadina
like favorit
👍❤
2024-06-04
0
fa _azzahra
apakah ini akan seperti kisah alby yg sangat menjengkelkan makk?😁
2024-02-20
0
andi hastutty
biang kerok yah sama mertua
2024-01-31
0