Badai

Tanganku asyik memainkan rumput liar yang kubuat menjadi ayam-ayaman, sedang mataku yang tidak pernah lepas dari sosok yang sedang men-drible bola di tengah lapangan. Lima belas menit sudah, aku duduk di pojokan pinggir Lapangan hanya untuk menyaksikan Kak Dio yang sedang bermain basket bersama anak kelas 12. Ia masih men-drible bola, sesekali melirikku yang nyengir kepanasan terkena sinar matahari sore.

Walaupun sempat beberapa kali melirik kearahku, but I have to admit, dia punya konsentrasi yang bagus. Ia masih bisa menghalangi tim lawan untuk mengambil alih bola, dan dang! Dia cetak score lagi. Screw that tall body. Bener-bener keren. Bahkan saat dia keringetan seperti sekarang ini, tingkat kegantengannya masih nggak bisa ngalahin Tao Ming Tse kalo lagi senyum.

Kak Dio berjalan mendekat kearahku sambil membawa botol air mineral ditangannya. Saat sampai, ia minum dengan gaya cool ala-ala iklan Lasegar.

"Fre, gue ganti baju dulu. Lima menit. Tungguin ya." Kesadaranku kembali saat ia mengusap puncak kepalaku. Rasanya jantungku sudah ajeb-ajeb gak karuan didalam sana.

Entah jam milikku yang lambat atau memang lima menitnya Kak Dio sama dengan tiga puluh menit jam normal. Aku menguap beberapa kali, dan sudah hampir ketiduran di bangku yang kududuki sekarang. Saat aku mendengar suara mendekat, rasanya aku ingin melek sepenuhnya, namun mataku terasa lengket banget seperti diselotip. Aku tidak bisa lagi menahan diri, dan benar-benar merem sepenuhnya, namun kesadaranku kembali saat kepalaku tersentak. Ku pikir aku akan jatuh tersungkur, namun kurasakan telapak tangan hangat menahan kepalaku.

"Ngantuk banget, ya?"

Suara itu berhasil membuat mataku ngejreng sepenuhnya. Ku lihat Kak Dio sudah berganti pakaian. Bau harum sabun mandi menyengat indra penciumanku. Pantas saja, ternyata tidak ada yang salah dengan jamku. Kak Dio benar-benar menghabiskan waktu tiga puluh menit, untuk mandi.

Dia sudah nampak fresh dan kegantengannya naik maksimal. Berbanding terbalik denganku yang terlihat kucel dengan muka yang ngantuk parah. Bahkan sepertinya orang-orang akan melihatku seperti noda hitam mengganggu saat aku berjalan bersamanya.

"Fre, jangan tidur. Ayo, bentar lagi kelas mulai."

Aku berdiri, rasanya lemes banget dan kepalaku yang mendadak oleng. Kak Dio memegangi bahuku. Lalu beralih menggandeng tanganku. Kami bergerak menuju parkiran. 10 menit lagi kelas bimbel dimulai. Aku memang sengaja berlama lama di Sekolah saat semua siswa sudah bubar, menunggu Kak Dio untuk pergi ke tempat bimbel bersama.

*****

"Fre, sini deketan." Mama menepuk-nepuk sofa kosong disebelahnya.

Saat ini aku sedang berada di ruang keluarga bersama dengan Mama, Papa, dan Ares. Kalau biasanya aku yang paling heboh saat berkumpul seperti ini, kali ini aku benar-benar diam seperti batu arca yang nggak punya nyawa. Suasana juga terasa canggung, karena kami semua yang duduk berjauh-jauhan.

"Freya, Papa minta maaf." Akhirnya Papa buka suara setelah sejak tadi diam dan hanya sesekali melirikku dari ekor matanya.

Aku masih saja membisu, meskipun didalam hati aku pengen banget meluk Papa terus bilang kangen dan maaf beribu-ribu kali.

Papa menghembuskan napas kasar. Nampak sekali raut lelah dari wajahnya. "Mama sama Papa sudah memutuskan yang terbaik." Ucapnya.

"Apapun yang terjadi nanti, kalian tetap anak-anak Papa." Aku langsung mengangkat kepala yang sejak tadi tertunduk saat mendengar Papa mengucapkan kalimat tersebut.

"Nggak! Mama sama Papa harus tetap sama-sama." Ucapku mulai naik pitam.

"Freya, nak. Ada beberapa hal yang masih belum bisa kamu pahami dengan baik. Papa cuma minta tolong, hargai keputusan Mama sama Papa."

Air mata mulai menggenang dipelupuk mataku. "Ma." Aku menatap Mama seolah meminta penjelasan.

Mama balik menatapku dan menunjukkan ekspresi yang sangat sulit dibaca. "Ini yang terbaik, sayang." Ucapnya.

Mereka kembali menggores luka yang belum sepenuhnya sembuh. "Aku cuma minta Mama sama Papa nggak pisah. Apa hal itu sulit banget buat diwujudkan?" Aku berbicara disela-sela tangis.

"Nggak papa Mama selalu sibuk di Rumah sakit, nggak papa Papa selalu ngabisin waktu di Kantor, nggak papa Ares gak peduli sama aku. Yang penting keluarga kita tetap utuh." Ucapku lagi.

"Sayang, ada beberapa hal yang nggak bisa dipaksa untuk dipertahankan. Apa yang kamu anggap baik, belum tentu baik untuk semua orang." Papa berkata dengan bijaksana. Biasanya aku akan menerima semua kata-kata yang ia ucapkan, karena bagiku segala yang keluar dari mulutnya adalah kebenaran. Dia satu-satunya lak-laki yang tidak akan membohongiku. Namun hari ini, aku membenci semua perkataan yang ia keluarkan. Benar kata orang, ayah adalah cinta pertama bagi anak perempuannya. Namun juga bisa menjadi penyebab patah hati perdana.

"Kenapa Papa memutar kata-kata itu buat aku? Harusnya Papa pake kata-kata itu buat diri papa sendiri. Papa ngambil keputusan buat cerai sama mama, mungkin itu adalah perkara baik buat Papa, tapi nggak buat aku. Papa harusnya tau, seberapa besar dampak dari perceraian orang tua terhadap anak."

Mama mengelus-ngelus punggungku tanpa mengatakan apapun. Mama adalah orang yang paling mengenalku. Mama tau watak keras kepalaku yang tidak bisa ditolerir dengan apapun saat aku merasa benar.

"Freya, ikut gue."

Itu adalah suara Ares si manusia es yang sejak tadi diam tak mengatakan sepatah katapun. Ia menarik lenganku lalu menggeretku menuju kamarnya.

"Lo nggak usah bantah Papa lagi."

Kalimat pertama yang diucapkan Ares saat sampai di kamarnya membuat tanganku gatal ingin meninju wajah anak sulung dari Mama dan Papa tersebut.

"Lo itu saudara kandung gue bukan sih?" Aku membentaknya. "Mama sama Papa mau cerai, Res, mau cerai. Dan lo malah dukung tindakan mereka?! Sakit otak lo ya!" Aku tidak habis pikir dengan jalan pikiran Ares. Meskipun kemungkinan kecil Mama dan Papa akan membatalkan perceraian mereka, setidaknya aku melawan. Setidaknya aku tidak tinggal diam seperti si pecundang Ares.

"Dek, lo sayang sama Mama?" Seumur hudupku, baru kali ini Ares memanggilku dengan sebutan itu. Dan kata-katanya begitu lembut, bagai seorang kakak sungguhan. Aku yang masih speechless hanya mengangguk tanpa suara.

"Lo nggak tau kan, kalo Mama sudah dua minggu nggak pernah ke Rumah Sakit? Selama ini Mama bohong ke kita, tiap pagi dia selalu keluar Rumah dengan seragam dokternya. Nyatanya dia nggak pernah sampai di Rumah Sakit. Mama pergi ke Rumah Eyang, buat minta wejangan. Kali aja Papa bisa berubah pikiran setelah mendapat nasehat dari Eyang. Tapi hasilnya nihil. Papa tetap kekeuh buat cerai. Hal ini bukan tanpa alasan, Fre. Lo pernah lihat Papa jalan sama perempuan, kan?" jeda beberapa detik sebelum Ares melanjutkan kalimatnya.

"Sekarang perempuan itu hamil anak Papa."

Bagai disambar petir, jantungku seperti mencelos keluar. Dasar hatiku mendadak ngilu. Segala pikiran buruk berkecamuk didalam kepalaku. Tidak ada harapan. Aku benar-benar sudah kehilangan harapan. Keluargaku benar-benar sudah hancur. Hendak kemana aku sekarang? Masa depan yang sudah kurancang dengan apik rasanya tidak berguna lagi.

"Orang yang paling terpukul dengan kejadian ini adalah Mama. Tiap malam Mama selalu nangis. Itu sebabnya gue biarin Papa mengajukan cerai. Kalo lo maksa Mama tetap bertahan sama Papa, sama aja lo ngebiarin Mama habisin hidupnya dengan sengsara. Gue nggak mau lihat Mama sedih terus. Gue yakin lo juga nggak bakalan mau."

Aku benar-benar kehabisan kata-kata. Rasanya ini cuma mimpi. Tidak mungkin orang yang kusegani dan begitu kuhormati melakukan tindakan menjijikan semacam itu. Detik itu juga aku mulai membenci Papa lebih dari apapun. Hidupku berantakan. Sampai disini, akhirnya aku sampai pada ending yang menyedihkan.

*****

Ketukan pintu yang sejak pagi bertubi-tubi kubiarkan begitu saja. Aku terlalu malas untuk bertemu dengan siapapun. Kondisi kamar kubiarkan gelap. Lampu sengaja ku matikan dan tirai jendela yang masih ku biarkan tertutup padahal matahari sedang tinggi-tingginya diluar sana. Jam beker unyu-unyu dengan model karakter Micky Mouse diatas nakas sudah menunjukkan pukul 11:45. Hari ini adalah hari kamis. Harusnya di jam seperti ini aku sedang duduk manis di Kelas mengerjakan soal akuntansi dari Pak Syawal. Namun aku justru masih berada ditempat tidur meringkuk dibawah selimut lengkap dengan baju tidur yang belum kuganti sejak semalam.

Aku tidak memiliki gairah untuk melakukan aktivitas apapun hari ini. Meskipun tidak ada yang kulakukan, namun pikiranku jauh melanglang buana. Kepalaku penuh sesak sampai rasanya ingin meledak.

Diluar Mama berkali-kali memanggilku untuk turun sarapan sampai makan siang. Namun aku tak bergeming. Aku tidak ingin bertemu Mama. Entah kenapa rasanya berat sekali melihat wajah Nama yang berpura-pura tegar padahal hatinya sedang rapuh tak berbentuk.

"Sayang, ayo dong. Ini ada ayam kecap buatan Ares. Makan dulu, ya."

Aku ingin menangis mendengar suara itu. Namun air mataku sudah terkuras habis kugunakan menangis semalaman. Mama benar-benar pandai akting. Bagaimana bisa ia masih terlihat baik-baik saja saat situasi seperti ini. Aku saja rasanya sudah tidak punya gairah hidup lagi menerima kenyataan yang ada.

Aku bangkit dari tempat tidur dan berniat membersihkan diri. Aku kaget saat kudapati pantulan diriku di cermin yang sudah seperti kuntilanak dalam film Suzanna. Lingkaran hitam plus mata sembab yang sudah seperti kenari nampak jelas terlihat. Rambut panjangku yang acak-acakan bagai sarang burung menambah aura mistis dari diriku.

Ah betapa menyedihkannya aku sekarang. Seumur hidupku, aku hampir tidak pernah mengalami kesulitan apapun. Mama dan Papa selalu memberikan segala yang kubutuhkan. Aku selalu merasa cukup dengan kehidupanku. Tapi saat ini, kesulitan datang jauh berlipat-lipat kali hingga membuatku kewalahan. Badai ini terlalu kuat. Membuatku jatuh melebur ke tanah, seperti debu. Hingga angin yang menerbangkanku membuatku pasrah hendak dibawa kemana saja.

Jangan lupa meninggalkan jejak setiap kali membaca dengan cara like, vote atau comment ya. Gomawoyo💕

Terpopuler

Comments

Anonymous

Anonymous

bagus lanjut ya!

2020-09-07

1

Kaylla

Kaylla

Kesian Freya jadi broken home thor

2020-04-05

1

Tracer85

Tracer85

Thor Xiao Xi Padamu 😍😍😍

2020-03-29

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!