Hujan turun tepat 5 menit setelah angkutan umum yang kutumpangi melesat meninggalkan Pekarangan Sekolah. Kulirik arloji yang melingkar dipergelangan tanganku, pukul 06:15. Masih terlalu pagi untuk memulai jam pelajaran. Bahkan Sekolah masih terlihat sepi. Hanya ada segelintir siswa yang terlihat-- mungkin mendapat jadwal piket. Ada pula Pak Lipus, bujang Sekolah, sedang menyapu halaman yang dipenuhi dedaunan kering.
Aku berjalan terseok-seok, setelah terjatuh kemarin luka di lututku membuatku kesulitan berjalan. Meskipun tidak terlalu parah, namun nyerinya masih bisa kurasakan hingga pagi ini.
"Mbak Freya kakinya kenapa?" Pak Lipus yang tadi sedang menyapu menghentikan aktivitasnya saat melihatku kesulitan berjalan.
Aku tersenyum, "Nggak papa, Pak. Kemarin jatuh, terus memar sedikit." Aku meyakinkannya.
"Ealah Mbak. Makanya kalo jalan itu yang hati-hati." Tuturnya.
Aku hanya cengengesan. Pak Lipus memang seperhatian itu pada beberapa siswa. Aku salah satunya. Aku cukup akrab dengannya, karena setiap jam istirahat aku pasti berkunjung ke Kantin Bude Milah, istri Pak Lipus. Kadang aku menghabiskan waktu istirahatku sepenuhnya disana untuk sekedar nongkrong dan cerita-cerita dengan Bude Milah dan Latisa, anak bungsu mereka.
Setelah pamit undur diri kepada Pak Lipus, aku bergegas menuju Kelas. Saat melewati lapangan, kulihat David sedang bermain basket sorang diri.
Sebenarnya David adalah murid kelas dua belas, sama seperti Kak Dio, hanya saja entah karena kasus apa dia sempat tidak naik kelas, dan sekarang masih duduk di Kelas sebelas. David terkenal nakal, suka tawuran, suka bolos, suka melawan guru, dan masih banyak lagi kenakalannya yang jika dituliskan sebanyak buih di Lautan. David adalah tipikal iblis bermuka malaikat. Ia memiliki wajah yang kalem dan image menantu idaman-able, bikin orang-orang yang nggak tau bakal nggak nyangka kalo dia punya bibit setan dalam dirinya.
"Woy, Fre!"
Aku menoleh ke belakang saat David melambaikan tangan dan memanggilku. Ku pikir aku salah dengar, atau ada seseorang di belakangku. Namun ia mendekat dan mengajakku bicara.
"Kaki lo kenapa?" tanyanya. Mungkin ia sempat memperhatikan caraku berjalan tadi.
Aku menggeleng, "Nggak papa, jatoh doang kemarin." Ucapku. "Lo ada perlu apa sama gue?"
"Oh ini, Kasih ke Dio, ya." Ia menyerahkan tablet pereda nyeri kepadaku. "Bilangin gue nggak sengaja." Ucapnya lagi.
Aku yang masih bingung akhirnya kembali pada kesadaranku, "Eh iya. Nanti gue kasih." Aku mengambil barang tersebut dari David. "Lo nggak papa kan?" Tanyaku.
Ia kelihatan bingung dengan pertanyaanku yang memang terdengar ambigu. "Eh maksudku kan kemarin lo habis main jotos jotosan sama Kak Adnan, sekarang udah nggak papa kan? Nggak ada yang cedera?" Ucapku lagi membenahi.
Ia tertawa. Kalau dilihat-lihat David ini memiliki wajah yang kalem plus ganteng, tapi entah kenapa image setan harus melekat dalam dirinya. Rasanya mubazir kalo wajah good lookingnya dicap antagonis, tampangnya lebih cocok nangkring di majalah harian yang sering aku baca. Dedek dedek gemes penggemarnya pun sama bejibunnya dengan dedek dedek gemes yang mengidolakan Kak Dio. Kalau di novel-novel picisan, David ini masuk kategori bad boy modal tampang.
"Woy Fre, diajak ngomong ngowoh aja. Lo suka sama gue, ya?" David tersenyum licik dan menaik-naikkan alisnya jumawa. Hilang sudah kekagumanku, berganti dengan perasaan ingin mengatainya "amit amit jabang bayi, gue udah punya Kak Dio yang lebih pacar-able."
"Lo ngomong apaan?"
"Tuhkan. Fix lo suka sama gue. Putus gih sama Dio, kita jadian." Laki-laki itu menyugar rambutnya yang basah karena keringat.
Aku menggeplak kepala David hingga laki-laki itu mengaduh. "Lo nggak usah bikin mulut dedek dedek gemes lo on buat ghibahin gue." Ucapku jengkel.
David masih cengengesan. Aku baru menyadari satu hal, ternyata Si Badung dihadapanku ini tidak sejahat yang aku pikirkan dan orang-orang katakan. Faktanya dia sosok yang cukup menyenangkan. Sepertinya aku melupakan kutipan yang sering muncul dalam novel-novel yang sering kubaca, "Don't judge book by the cover." Meskipun sisi setan dalam dirinya tidak bisa ditampik, tapi dia tetap bukan orang yang jahat jahat amat.
"Lo kenapa sih berantem sama Kak Adnan?" Aku mengalihkan topik pembicaraan, dilain sisi aku juga memang sudah penasaran setengah mati sejak kemarin.
"Biasa lah. Nggak suka gue sama mulut cabenya tuh anak." Ucapnya.
"Bukannya kalian temenan, ya?" Tanyaku lagi.
"Memangnya kalo temen nggak boleh berantem?" Katanya. "Begini ya Freya, kita memang selalu bertengkar dengan orang-orang yang kita sayangi, entah itu sahabat, pacar, saudara, ataupun orang tua. Karena kita nggak mungkin bertengkar dengan orang yang nggak kita kenal dan jelas gak kita sayang. Tapi sebenarnya kita berantem bukan karena kita benci, melainkan karena ada sesuatu yang ingin kita benahi. Dan sehebat apapun pertengkaran kita sama orang yang kita sayangi, kita pasti bakalan baik lagi sama mereka."
Aku tertegun mendengar kata-kata David. Bukan karena memikirkan dia dan Kak Adnan, tapi justru entah kenapa aku jadi ingat Papa. Kemarin aku juga bertengkar hebat dengannya. Tapi tetap tidak bisa kupungkiri bahwa aku juga sangat menyayanginya. Aku jadi merasa bersalah, harusnya kemarin aku tidak bersikap kurang ajar, harusnya aku bisa mengontrol emosiku, tapi disisi lain masih ada beberapa hal yang tidak bisa kuterima. Ah seandainya saja pertengkaran kemarin tidak pernah terjadi.
"Halo, Fre! Lo, kenapa sih?" Suara David kembali menginterupsiku.
"Eh nggak papa. Mmm jadi…lo sayang sama Kak Adnan?" Seketika suasana terasa hening diantara kami berdua. Entah kenapa aku merasa kalimatku barusan terdengar ambigu.
"Lo nggak berpikir yang aneh aneh, kan?" David memicingkan mata kearahku.
Aku menggaruk kepalaku yang tak gatal. "Ya kan tadi lo bilang kalo kita selalu bertengkar dengan orang yang kita sayangi, berarti lo sayang dong sama Kak Adnan." Ucapku lagi.
David menggeleng-gelengkan kepalanya, "Gue nggak sayang sama Si Adnan, gue cuma nggak mau aja dia terus-terusan ngelakuin hal yang nggak bener."
"Kaya lo udah bener aja." Ucapku lirih namun masih dapat didengar oleh David.
"Kadang-kadang mulut lo itu lebih pedes dari Si Adnan tau nggak."
Aku tertawa ngakak. Ternyata anak badung seperti dirinya bisa juga tersinggung dengan kata-kataku. Detik berikutnya aku harus nahan ketawa karena ekpresi wajah David yang sudah seperti anjing ketika ketemu kucing, galak dadakan.
*****
Suasana Perpustakaan yang biasanya ramai pengunjung mendadak sepi seperti kuburan. Bel pulang sudah berbunyi sejak 45 menit yang lalu. Bahkan semua siswa sudah kembali ke Rumah masing-masing. Kecuali aku yang masih tak berpindah dari tempat dudukku karena sibuk menyelesaikan tugas trigonometri. Aku mengerjakannya di jam pulang Sekolah bukan karena aku maniak belajar, hanya saja untuk mengisi kekosongan. Tadi waktu jam istirahat, Kak Dio menyuruhku agar menunggunya sepulang Sekolah. Ia mengatakan akan membayar janji yang dilewatkannya kemarin. Harusnya saat ini kami sudah berada diluar dan menikmati kencan kita, well meskipun aku tidak yakin menyebutnya kencan, tapi anggap saja begitu. Namun karena ada rapat OSIS dadakan, jadilah aku menunggunya seorang diri.
"Fre, sorry. Nunggu lama ya?"
Suara seseorang yang tiba-tiba berdiri di depan mejaku membuatku berhenti menghitung nilai sin teta di PRku.
"Oh nggak papa kok, Kak." Aku berusaha mengatakannya dengan tulus, meskipun sebenarnya aku sudah membusuk seperti fosil Fir'aun karena menunggunya.
Dia tersenyum. Dan aku mulai tersihir dengan pesonanya. Kak Dio ini bener-bener punya good looking. Walau tadi aku juga mengatakan David memilikinya, tapi poin plus untuk Kak Dio adalah dia juga punya good akhlak. Bukan tipe laki-laki bad boy seperti David. Atau petakilan seperti junet. Bukan juga bermulut pedes seperti Kak Adnan.
"Fre, ayo. Itu diberesin cepet. Keburu sore." Kak Dio membantuku membereskan buku-buku dan peralatan matematik, seperti jangka sampai penggaris.
Setelah semuanya beres, aku mengeluarkan jaket dari dalam tas, dan ada sesuatu yang hampir aku lupakan.
"Kak, ini dari David." Aku menyerahkan tablet obat yang tadi David titipkan padaku.
"Tuh anak ngasih ginian biar apa sih?" Kak Dio bergumam sendiri.
"Kenapa, Kak?" Aku bertanya memastikan.
"Nggak papa." Ia berdehem sejenak. "Eh itu kaki kamu beneran nggak papa?" Ia menanyakan hal itu lagi. Padahal tadi aku sudah meyakinkannya.
Aku menggeleng cepat, "Nggak papa kok Kak. Masih bisa jalan ini." Aku berjalan bolak-balik dihadapan Kak Dio.
Kak Dio tertawa. Ah sepertinya hari ini laki-laki itu sedang kena syndrom tawa berlebihan. Dia tidak tahu saja kalau aku selalu hampir mokad tiap kali melihat tawanya.
"Kita mau kemana Kak?" Aku mengubah topik pembicaraan dari masalah kakiku menjadi tempat tujuan yang akan kita datangi.
"Kamu sudah makan siang?" Tanyanya setelah ia berpikir beberapa saat.
"Belum." Jawabku.
"Kalo gitu kita ke Mcd aja."
Aku manggut-manggut saja menerima sarannya. Walaupun menurutku berkunjung ke Mcd bukan opsi yang tepat untuk dikategorikan jalan-jalan, namun aku tetap antusias selagi itu bersama Kak Dio.
Kami butuh waktu 10 menit untuk sampai kesana. Aku duduk dibelakang jok motor RX King milik Kak Dio. Dengan helm gambar Hello Kitty yang bertengger manis dikepalaku. Entah darimana asalnya helm ini, tapi karena Kak Dio menyuruhku memakainya, aku jadi nurut saja.
Setibanya di Mcd, kami hanya makan dalam diam. Tidak biasanyan kami secanggung ini. Sejak di perjalanan tadi Kak Dio tidak banyak bicara. Padahal biasanya ia banyak bercerita, entah itu tentang masalah anak-anak OSIS atau masalah tim basketnya.
Dua porsi ayam goreng Mcd dan Mcflurry plus soft drink dan Friench Fries yang ukuran large sudah terhidang didepan kita. Aku yang pada dasarnya bukan tipe orang yang betah nggak ngomong dalam jangka waktu lama merasa risih dengan suasana yang terasa awkward.
"Kak, aku mau masuk jadi team cheerleader."
Kak Dio tersedak hingga batuk-batuk. Aku menyodorkan soft drink miliknya dan selembar tissue dengan panik.
Setelah berdehem beberapa kali, akhirnya Kak Dio buka suara, "Ngapain mau ikut yang kayak gituan?" Tanyanya.
"Supaya bisa masuk lapangan buat nyemangatin Kak Dio kalo lagi tanding basket. Jadi nggak perlu teriak-teriak dari jauh, dan nggak lagi dikatain mulut toa sama Kak Adnan."
Kak Dio tertawa. "Fre, kamu nggak cocok ikut yang kayak gituan. Lagian kaki kamu juga pendek. Udah nggak usah dengerin si Adnan, kamu tetap semangatin aku dari jauh aja, nggak papa." Ia tertawa sambil menggeleng-gelengkan kepala.
Aku diam-diam melirik kakiku yang memang pendek. Suasana hatiku berubah dongkol setengah mati. Sepulang dari sini, aku berinisiatif untuk membeli susu peninggi badan.
*****
Waktu menunjukkan pukul 17:00 saat aku sampai di Rumah. Kak Dio sudah pergi setelah mengantarku sampai di depan Gang Perumahan. Ketika memasuki Rumah, kucium aroma sedap dari arah dapur.
Kulihat Ares sedang berkutat dengan wajan dan antek-anteknya serta beberapa bahan masakan. "Bro, masak apa?" Aku menghampirinya.
Ares memang mempunyai hobi memasak. Bahkan keahlian memasaknya lebih diatas Mama. Entah bakat siapa yang dia ikuti. Aku saja sebagai anak perempuan sama sekali tidak tahu memasak. Mama selalu menyuruhku untuk belajar dari Ares. Aku sudah mencobanya, namun setelah insiden dapur yang hampir terbakar karena aku menumpahkan minyak diatas kompor, membuat Ares ogah-ogah beneran untuk mengajariku lagi. Sejak saat itu pula, aku tidak lagi pernah ke Dapur untuk tujuan memasak.
"Ayam kecap." Ucapnya singkat.
Aku bergegas mengambil piring saat ku lihat potongan-potongan ayam didalam wajan yang hampir matang. "Taro sini, bang." Aku menyodorkan piring tersebut dengan penuh semangat.
Mataku berbinar-binar seperti melihat harta karun saat Ares meletakkan sepiring ayam tersebut dihadapanku. Aku hendak mencicipinya, namun Ares memukul tanganku dengan keras.
"Cuci tangan dulu!" Perintahnya.
Aku hanya mengaduh dan manyun dua puluh lima senti, kemudian bergegas mencuci tanganku dan kembali ke meja makan.
Ares duduk dengan tenang menyantap makanan dihadapannya. Meski perutku sudah kenyang, namun aku tidak pernah mau melewatkan makananan kesukaanku begitu saja.
"Lo bertengkar sama Papa?" Suara Ares menghentikan pergerakanku yang hendak mengambil sepotong ayam.
Ares memang jarang bicara, tapi sekali bicara ia langsung masuk pada poin intinya, tanpa basi-basi. "Siapa bilang?" Aku pura-pura acuh dan tidak tahu apa-apa.
"Papa." Ucapnya lagi.
Aku meletakkan sendok dan garpu dengan kasar. "Lo tau gak sih, Mama sama Papa mau cerai!" Nada suaraku sengaja kukeraskan.
"Tau." Jawabnya enteng. "Bahkan sebelum lo tau." Sambungnya lagi.
Aku terdiam. Tak habis pikir dengan anak sulung Mama dan Papa ini. Bagaimana bisa dia tahu Mama dan Papa akan bercerai dan ia tetap tak melakukan apa-apa.
"Lo suka lihat Mama sama Papa cerai?! " Aku berteriak jengkel.
"Kita cuma seorang anak. Kita gak tahu apa yang orang tua kita rasakan. Baik Mama maupun Papa pasti sudah berpikir ribuan kali sebelum mengambil keputusan itu."
Aku benar-benar tak percaya dengan apa yg Ares katakan. Disaat kondisi keluarga sedang tidak membaik, ia secara tidak langsung menghendaki keputusan Mama dan Papa yang ingin berpisah.
"Lo gak punya otak. Mama sama Papa mau cerai, Ares. Lo mau ngebiarin mereka ngelakuin hal itu?" Emosiku semakin tersulut.
"Mama dan Papa lebih tau apa yang terbaik untuk mereka dan keluarga ini."
Aku berdiri dan mendorong kursi dengan kasar kemudian berlari menuju kamar. Benar-benar tidak ada yang bisa kuharapkan. Kalau Ares yang sebagai saudara kandungku sendiri justru pasrah-pasrah saja dengan perceraian Mama dan Papa, lalu siapa yang bisa kumintai tolong untuk menyatukan kembali keduanya.
Notes:
Jadi, ini visual motor Dio. Motor anak muda yang paling ngetrend pada tahun 2000an adalah Motor RX King. Waktu itu, motor ini lumayan laku dan selalu dilirik, nggak cewek nggak cowok, semua pasti terkesima kalo ngeliat motor ini. Semua pasti nengok kalo ngeliat ada yang naik motor beginian. Motor ini benar-benar motor yang terkenal bahkan sampai saat ini. Banyak orang menyebut sebagai raja jalanan, dan katanya dulu disebut sebagai motor jambret karena kelincahan dan kecepatannya. Motor ini bisa dibilang legenda sejati motor Tanah Air. Bukan dibesar-besarkan, karena RX-King menjadi motor yang diproduksi di Indonesia dengan usia terpanjang dalam sejarah.
Jangan lupa meninggalkan jejak setiap kali membaca dengan cara like, vote atau comment ya. Gomawoyo💕
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 21 Episodes
Comments
Kimol
Aku mampir udah boom like+vote+rate5 Ceritanya bagus dan tetap semangat terus😍
Jangan lupa mampir juga +fav jg boleh:
*Rex & Ren
*The Stories
tengkyu 🥰
2020-03-29
1