Tama Dan Ratna
Pratama Aji Saputra adalah anak tunggal dari pasangan Suseno Prabowo dan istrinya Diana Larasati. Sejak kecil dia sudah menjadi kebanggaan untuk kedua orang tuanya. Prestasinya sejak sekolah sangat banyak. Mulai dari akademik hingga non akademik. Dulu Tama bercita-cita untuk menjadi seorang dokter seperti Papa, tapi setelah satu peristiwa kelam dalam hidupnya dia berubah total. Dari si ceria, penuh tawa, dan mudah bergaul menjadi Tama yang dingin, cuek, dan bodo amat.
Begitu lulus dari SMA, dia memutuskan untuk masuk ke angkatan. Dia ingin menjadi anggota kepolisian dan tekadnya sudah bulat. Beruntung Sindy kekasihnya mendukung Tama untuk maju dan memberanikan diri mengatakan keinginannya pada Mama Dia, ibunya.
Tanpa diduga, Tama berhasil mendapatkan restu dengan mudah. Dia berangkat untuk menjalani pendidikannya sebagai seorang taruna dengan mengantongi restu Bunda dan dukungan dari Sindy. Buat Tama memiliki gadis sebaik dan sesabar Sindy adalah sebuah anugerah. Ketika dia mulai berubah hampir semua teman-temannya meninggalkan dirinya, sedangkan Sindy alih-alih pergi menjauh gadis itu justru merangkulnya erat dan tidak membiarkan Tama terjun lebih dalam lagi.
4 tahun pendidikan ditempuhnya dengan lancar tanpa kendala. Hari ini Tama dan ratusan temannya yang lain akan diwisuda. Tama sempat ditempatkan di Magelang selama tahun-tahun awalnya kemudian baru dia bisa pindah ke Jogja. Kota kelahiran Papa, kota kecil yang begitu istimewa. Tempat di mana Tama menghabiskan masa kecilnya dulu.
Minggu ini Tama akhirnya mendapatkan cuti. Dia tidak menyia-nyiakan waktu, dia langsung memesan tiket untuk pulang ke Jakarta dan dan berniat menemui Sindy kekasihnya. Dia bertemu dengan Sindy di tempat biasa mereka menghabiskan waktu dulu, namun entah bagaimana gadis itu menolak uluran tangan Tama. Padahal Tama berencana untuk melamarnya hari itu. Sesayang itu Tama pada sosok Sindyana teman sekelasnya ini, namun ternyata Sindy datang tidak dengan perasaan yang sama seperti 7 tahun lalu ketika keduanya berjanji di bawah pohon trembesi yang menjadi ikon sekolah mereka.
"Maaf Tam, aku nggak bisa," katanya begitu saja.
"Kenapa?"
"Nggak bisa ya nggak bisa, kamu ngerti nggak sih?"
"Karena apa? Karena aku akan jauh dari kamu? Selama ini 7 tahun kita jauh juga bisa berjalan kok, aku janji aku akan setia sama kamu," kata Tama.
"Maaf, kita udah cukup sampai di sini."
Sindy pergi. Ketika Tama mengira hidupnya sudah mulai baik-baik saja, kekasih hatinya pergi meninggalkan dirinya begitu saja. Dengan perasaan yang masih campur aduk tidak karuan, Tama memutuskan untuk langsung kembali ke Jogja. Tama memesan kereta malam itu juga padahal dia baru sampai pagi tadi. Dia berusaha menahan tangisannya, namun gagal juga pada akhirnya. Hingga dia sadar ketika keretanya sudah sempurna berhenti di peron stasiun Tugu. Tama berjalan gontai keluar dari kereta.
Baru dia melangkahkan kaki keluar dari kereta, seorang gadis menabrak tubuhnya begitu keras. Tama berani bertaruh pasti kepala gadis itu sakit ketika terantuk bahunya. Buktinya Tama melihat sekelebat memar kecil di dahi gadis ini.
"Eh maaf Mbak maaf, Mbak nggak papa?" tanya Tama sambil membantunya berdiri.
"Iya Mas nggak papa, maaf saya buru-buru. Permisi."
Gadis itu langsung bangkit berdiri tanpa menerima uluran tangan Tama. Begitu sempurna berdiri, gadis itu langsung berlari menuju pintu keluar. Netra Tama masih terpaku memandangi punggung sempitnya yang mulai menjauh. Dari sekian banyak orang gadis ini cukup mentereng karena memakai pakaian dengan warna cerah juga tas besar berwarna mint. Lebih dari itu, dia menemukan gantungan berbentuk Hamtaro di tasnya. Sejak pertemuan tidak terduga dengan gadis Hamtaro itu, Tama tidak lagi memikirkan Sindy. Malah malam harinya dia memimpikan gadis Hamtaro yang dahinya dia buat memar pagi tadi.
Beberapa bulan kemudian, ketika dia membantu penjagaan di konser sebuah universitas dia kembali bertemu dengan gadis Hamtaro itu. Masih dengan pakaian yang warna warni dan tas mint dengan gantungan Hamtaro itu. Dalam hati Tama berteriak senang. Sejak pertemuannya dengan gadis itu di stasiun Tama sering berandai-andai apakah dia akan dipertemukan kembali atau tidak dan ternyata Tuhan menjawabnya.
Tama mendapatkan kesempatan mendekatinya, dia melihat gadis itu kesulitan mengeluarkan motornya dari tempat parkir jadi Tama berinisiatif mendekatinya dan membantunya.
"Oh?"
"Mbak masih ingat sama saya?" tanya Tama.
"I... iya... kalau tidak salah Bapak yang saya tabrak waktu itu ya, maaf ya Pak, waktu itu saya tidak sengaja, maaf banget saya juga nggak minta maaf dengan baik waktu itu soalnya saya beneran keburu-buru," katanya.
"Tunggu-tunggu, dek jangan panggil Pak dong. Saya belum tua-tua amat. Mungkin hanya selisih beberapa tahun sama kamu kok," kata Tama.
"Eh iya Pak, eh... anu... Mas," kata gadis itu lagi.
Manis, senyumnya manis. Tapi Tama tidak bisa menahannya di sana lebih lama lagi. Dia akhirnya melepaskan gadis itu agar dia bisa pulang. Lagi pula hari memang sudah cukup malam. Konsernya sebentar lagi juga akan bubar.
Tama sudah tidak meminta banyak hal lagi, dia sudah cukup bersyukur bisa kembali bertemu dengan gadis manis itu. Lagi pula dia kan masih dalam kondisi patah hati jadi tidak mungkin juga dia akan mendekati gadis itu.
...***...
Hari itu Tama tidak mengira jika Sindy akan datang menemuinya. Gadis itu meminta maaf pada Tama karena sudah membuatnya marah ketika itu, namun Tama sudah tidak ingin memberikan kesempatan kedua. Rasanya terlalu besar kesalahan gadis itu padanya. Bagi Tama mengambil keputusan untuk melamar Sindy adalah suatu hal yang besar, namun Sindy menanggapinya dengan tidak serius.
"Kamu bilang kita sudah cukup, kan. Yasudah. Tidak ada lagi kesempatan kedua Sin, aku serius ketika itu dan responmu malah begitu, sekarang aku sudah tidak punya perasaan apa-apa lagi sama kamu. Aku yakin kamu kenal aku dengan baik, jadi kamu pasti tahu kalau aku tidak akan memberikan kesempatan kedua pada sebuah kesalahan besar. Lagi pula kita sudah tidak satu visi misi, kita nggak bisa memaksakan hubungan ini tetap berlanjut."
Tama sudah selesai. Dia sudah cukup yakin jika Sindy bukanlah yang terbaik untuknya. Tama akhirnya memilih pergi. Sebelum dia pulang Tama lebih dulu membeli makan. Berhubung dia sedang stres, sepertinya nasi langgi dekat kontrakan dia akan menjadi makan malam yang sempurna. Dia ke sana dengan berjalan kaki, dan sesampainya di sana dia langsung mengantre tanpa pikir panjang.
Ayolah, kenapa ketika Tama sedang emosi ada saja yang membuatnya semakin emosi. Dia melihat seorang gadis berhoodie putih menyerobot antrean entah karena tidak melihatnya atau karena sengaja menyerobot.
"Mbak, antre dong."
Gadis di depannya itu langsung membalik badan dan berniat menyemprot Tama dengan segala sumpah serapah namun gagal dilakukan. Tama kembali bertemu dengan gadis itu untuk ketiga kalinya tanpa kesengajaan. Malam itu dia beranikan diri bertanya siapa namanya dan pada akhirnya dia mendapatkan nama. Adiratna Widiyatna. Mahasiswa kedokteran semester 6 yang sedang menyiapkan diri untuk tugas akhirnya. Tama juga memberanikan diri meminta nomornya malam itu.
Dalam hati Tama sebenarnya tidak mengharapkan banyak hal. Apalagi setelah dia tahu jika Ratna adalah seorang calon dokter. Jika dengan Sindy yang pekerjaannya fleksibel saja dia tidak bisa, lalu bagaimana dia akan berakhir jika dengan Ratna yang sama-sama terikat. Lagi pula Tama tidak tahu apakah gadis itu sudah memilih tambatan hati atau belum. Mereka hanya tidak sengaja bertemu selama beberapa kali.
Setelah pertemuannya yang ketiga, Tama mendapatkan apa yang dia inginkan. Nomor telepon Ratna, dia bahkan sudah saling mengikuti akun sosial media masing-masing namun Tama tidak memiliki keberanian untuk menghubungi gadis itu lebih dulu. Dia hanya mampu membuka akun twitter Ratna dan melihat-lihat tweetnya yang terkadang berisi fotonya dengan sahabat, atau kata-kata bijak yang dia kutip dari buku-buku yang dibacanya.
"Ahh..., gadis ini menyukai novel," batin Tama ketika sedang asyik menyelami akun media sosial Ratna.
Berhari-hari dia hanya mampu memandangi akun Ratna, juga kontak line-nya tanpa mampu mengajaknya mengobrol hingga sore itu selepas shift Tama yang baru selesai mandi meraih handphonenya dan tanpa sadar langsung mengirim pesan singkat pada Ratna. Demi apa Tama bahkan tidak tahu bagaimana dia bisa semudah itu mengajak Ratna pergi ke Gunung Kidul berdua.
"Gila Tama gila, anak gadis orang Tam, lo juga belum kenal lama udah lo aja pergi berdua aja. Otak lo kemana Tama," kata Tama bermonolog.
Ketika Tama sedang mengutuk kenekatan dirinya, gadis itu membalas pesannya dan mengiyakan. Bahkan Ratna langsung menyebut dia ingin ke mana. Asli Tama tidak pernah mengira jika gadis ini akan se-open ini dengannya yang belum dia kenal. Apakah dia gadis yang tidak baik atau hanya karena tidak enak menolak ajakan dia sendiri tidak paham, tapi ya sudahlah mumpung sudah terlanjur gas saja.
Noted:
Hii pembaca sekalian, kembali lagi denganku disini...
ini karya keduaku guys, mohon bantuannya untuk like ya, drop komen juga dong soalnya aku suka diajak ngobrol sama pembacaku 🙏
Sementara aku upload 1 minggu sekali ya, nanti kalau rame baru deh uploadnya bisa 3 hari sekali atau bahkan setiap hari...
makanya jangan lupa like dan vote-nya ya ❤️🤗
hope you like it guys 😍😍😍
...*Ji*...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 132 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Bagus Tama,Kamu harus Tegas mgadepin cewek kek Cindy,Vewek kek gini biasanya nekat dan gak bakalan putus asa,
2024-03-21
0
Qaisaa Nazarudin
Waahh cepat banget move on nya..👏👏👍👍👍
2024-03-21
0
Ratna Sukmadewi
nama nya kenapa sama sih 😁😅
2022-01-09
1