Padma : Pertukaran Nyawa
Suasana yang terasa begitu mencekam. Hujan turun dengan begitu deras. Keadaan kota pun sudah semakin sepi, karena saat itu memang telah menjelang tengah malam. Waktu di mana semua orang akan lebih memilih untuk tinggal di dalam rumah, dan bahkan mungkin telah terlelap dalam hangatnya selimut mimpi yang indah.
Akan tetapi, lain halnya dengan Padma. Dia masih berada di belakang kemudi, menembus derasnya hujan serta membelah jalanan kota yang basah dan juga licin. Kesedihan telah membuat Padma menjadi begitu putus asa. Impian tentang indahnya pernikahan, sirna seketika tatkala dia harus menerima kenyataan pahit yang telah terjadi di dalam hidupnya.
Adhiyaksa, calon suami yang teramat dia cintai telah pergi untuk selamanya. Pria tampan itu meninggalkan rencana indah pernikahan yang sudah dipersiapkan dengan matang. Namun, semuanya hilang dan berubah menjadi sebuah rasa sakit yang teramat pedih bagi Padma. Dia harus merelakan cinta terindahnya untuk terkubur di bawah gundukan tanah merah yang dingin dan gelap meninggalkan hingar-bingar dunia.
Sedih dan terpukul. Kedua kata itu tidak lebih buruk dari apa yang tengah Padma rasakan. Dunianya seakan hancur tertimpa langit yang runtuh dan memporak-porandakan bangunan indah, yang telah dibangun atas nama cinta selama bertahun-tahun lamanya. Ya, Adhiyaksa telah pergi. Pria itu kini sudah kembali pada hangatnya pelukan Yang Maha Kuasa. Dia telah tenang dalam tidur panjang nan abadi.
Hujan turun semakin deras. Padma pun memacu kendaraan dengan lebih cepat. Pikiran wanita itu kosong, demikian pula dengan tatapan matanya. Saat itu, dia seperti sebuah boneka tanpa nyawa.
Padma terus menginjak pedal gasnya dengan semakin kencang, hingga dia tidak menyadari jika ada seseorang yang melintas dengan tiba-tiba di depan mobilnya. Dengan seketika, Padma pun menginjak rem. Wanita itu tertegun dengan wajah cemas. Sepasang bola mata berwarna cokelat, bergerak dengan tidak beraturan. Padma sadar jika saat itu dia telah menabrak seseorang.
Dilihatnya sekeliling. Suasana malam itu begitu sepi, seakan hanya ada dia di jalan raya tersebut. Padma merasa benar-benar takut. Akan tetapi, dia harus bertangggung jawab atas apa yang telah dilakukannya.
Menghela napas dalam-dalam, wanita cantik berambut panjang tadi mencoba untuk menenangkan diri. Perlahan, dia melepas sabuk pengaman yang melintang di dada. Padma pun memutuskan untuk keluar dari dalam kendaraan.
Dengan langkah penuh keraguan, Padma menuju bagian depan mobil, di mana tergeletak seseorang dalam posisi tertelungkup. Padma pun menurunkan tubuh, kemudian memberanikan diri untuk memeriksa orang tersebut. Dari posturnya, terlihat bahwa itu seorang pria yang sudah sangat renta. Satu pertanyaan yang hadir di benak Padma ialah, apa yang pria tua itu lakukan malam-malam bagini, dalam keadaan hujan deras?
Padma kemudian menyentuh tubuh tadi. Namun, dengan tiba-tiba kepala pria tua itu terangkat. Wajah keriputnya menatap kepada Padma dengan sepasang mata berwarna hijau terang, bagaikan mata seekor hiena dalam gelapnya malam. Mata itu mengeluarkan cahaya dan tampak sangat menakutkan.
Padma tersentak. Dia pun terjengkang ke belakang, lalu bergerak mundur karena pria tua tadi perlahan bangkit dan hendak menghampirinya. Dengan segera, Padma kembali ke dalam kendaraan. Dia tidak memedulikan tubuh dan pakaiannya yang basah kuyup. Padma pun menutup pintu mobilnya rapat-rapat.
Cemas dan tergesa-gesa, Padma memasangkan kembali sabuk pengaman. Akan tetapi, sialnya hal itu menjadi sangat sulit untuk dia lakukan, terlebih tiba-tiba pria tua tadi muncul di dekat jendela kaca mobil. Padma pun menjerit karena terkejut dengan disertai rasa takut yang luar biasa.
Pria tua itu menatapnya dari luar. Dia menempelkan kedua tangannya pada jendela kaca dengan wajah yang menyeringai kepada Padma. Satu keanehan terjadi, ketika pria tua tersebut menempelkan wajah pada kaca dan menekannya. Dia memaksa untuk menembus kaca tersebut sehingga berhasil masuk. Kepala pria tua itu pun kini berada tepat di sebelah wajah Padma, sementara tubuhnya masih berdiri di luar mobil.
Perlahan Padma menoleh. Wajah tua dan keriput itu tepat berada di hadapannya dan terus menyeringai. Padma membelalakan mata dengan napas yang tersengal-sengal. Dia ingin berteriak dan berharap ada seseorang yang datang untuk membantu. Akan tetapi, suaranya tak dapat keluar dan hanya tertahan di dalam tenggorokan.
......................
Satu tahun kemudian.
Seorang kurir berdiri di depan sebuah pintu gerbang tinggi, dengan bentuk melengkung pada bagian atas. Dia memegang seikat besar mawar merah di tangannya.
Beberapa saat kemudian, seorang wanita berambut pendek sebahu datang menghampiri. Wanita dengan tubuh semampai yang memakai atasan blouse warna putih, dipadukan rok span ketat berwarna hitam. Dia juga memakai sepasang pump shoes hitam yang semakin membuatnya terlihat begitu rapi dan formal.
Dengan senyum ramah, dia menerima bunga mawar merah itu dan segera membawanya. Melangkah dengan anggun, senyum di wajah cantiknya pun kian merekah, ketika dia berpapasan dengan seorang pria berkemeja putih yang tampak tersenyum hangat.
"Selamat pagi, Clara," sapa pria itu seraya melipat lengan kemejanya hingga beberapa lipatan.
"Hai, Dharma. Selamat pagi," balas wanita bernama Clara itu dengan sangat ramah. Dia terlihat begitu ceria.
"Bunga yang cantik," ujar Dharma seraya melirik apa yang ada di tangan Clara.
Clara tertawa pelan. "Ya. Ini pasti dari penggemar nona Padma," balas Clara masih dengan keramahannya.
"Banyak sekali penggemar nona kita," decak Dharma seraya menggeleng-gelengkan kepala.
"Tentu saja. Aku rasa kamu harus bersabar jika ingin masuk antrian," ledek Clara dengan tawa renyah. "Aku masuk dulu. Jangan sampai bunga ini layu sebelum sampai ke tangan pemiliknya," canda Clara. Dia pun kembali melanjutkan langkah memasuki puri itu.
Berjalan dengan langkah yang begitu yakin menyusuri lorong temaram, Clara akhirnya berhenti di depan sebuah pintu berwarna merah doff. Itu merupakan pintu dari ruang kerja Padma, si pemilik puri megah tersebut.
Clara mengetuk pintu sebanyak tiga kali. Dia lalu masuk tanpa harus menunggu perintah.
"Seikat mawar merah yang cantik untuk Anda, Nona," ucap Clara seraya meletakkan bunga tadi di atas meja kerja Padma, wanita yang saat itu tengah duduk di atas singgasana kebesarannya.
Padma pun memutar kursi. Dia kini menghadap pada meja kerja. Tampaklah wajah cantik dengan ekspresi yang penuh misteri. Sepasang bola mata kecokletannya, menatap tajam kepada Clara yang masih berdiri dengan senyum ramah nan indah. "Dari siapa?" tanya Padma dengan nada bicara yang sangat lugas.
"Bayu Bagaskara," jawab Clara tanpa melepas senyumannya sedikit pun. "Ini adalah bunga ketiga yang dikirmkannya untuk Anda, Nona," jelas Clara.
"Begitukah?" tanya Padma dengan tidak yakin.
"Ya," sahut Clara yang disertai dengan sebuah anggukan penuh keyakinan.
"Tuan Bagaskara pernah mengirimkan sebuah pesan. Dia berharap agar Anda dapat meluangkan sedikit waktu untuknya. Dia ingin sekali dapat berbincang-bincang secara langsung dengan Anda, Nona," terang Clara.
Padma tidak menjawab. Dia masih menatap wanita muda yang merupakan asisten pribadinya itu. Padma pun hanya memainkan jemari di depan wajah.
"Jika Anda mau, saya bisa menguraikan sedikit tentang tuan Bagaskara. Kebetulan saya sudah mendapatkan beberapa informasi penting tentang dirinya," ucap Clara lagi masih menunjukkan senyuman. Sementara Padma tetap bersembunyi dalam tatapan sepasang bola matanya yang indah, meskipun tampak diliputi dengan penuh misteri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments
Khadina
saya mampir kak penasaran karya horor padma ini
2023-10-08
1
Mbak R
baru baca langsung di bikin penasaran. lanjut...
2023-08-31
1
玫瑰
Ya. misteri Nusantara ni
2022-06-16
0