NovelToon NovelToon

Padma : Pertukaran Nyawa

Sepasang Mata Hiena

Suasana yang terasa begitu mencekam. Hujan turun dengan begitu deras. Keadaan kota pun sudah semakin sepi, karena saat itu memang telah menjelang tengah malam. Waktu di mana semua orang akan lebih memilih untuk tinggal di dalam rumah, dan bahkan mungkin telah terlelap dalam hangatnya selimut mimpi yang indah.

Akan tetapi, lain halnya dengan Padma. Dia masih berada di belakang kemudi, menembus derasnya hujan serta membelah jalanan kota yang basah dan juga licin. Kesedihan telah membuat Padma menjadi begitu putus asa. Impian tentang indahnya pernikahan, sirna seketika tatkala dia harus menerima kenyataan pahit yang telah terjadi di dalam hidupnya.

Adhiyaksa, calon suami yang teramat dia cintai telah pergi untuk selamanya. Pria tampan itu meninggalkan rencana indah pernikahan yang sudah dipersiapkan dengan matang. Namun, semuanya hilang dan berubah menjadi sebuah rasa sakit yang teramat pedih bagi Padma. Dia harus merelakan cinta terindahnya untuk terkubur di bawah gundukan tanah merah yang dingin dan gelap meninggalkan hingar-bingar dunia.

Sedih dan terpukul. Kedua kata itu tidak lebih buruk dari apa yang tengah Padma rasakan. Dunianya seakan hancur tertimpa langit yang runtuh dan memporak-porandakan bangunan indah, yang telah dibangun atas nama cinta selama bertahun-tahun lamanya. Ya, Adhiyaksa telah pergi. Pria itu kini sudah kembali pada hangatnya pelukan Yang Maha Kuasa. Dia telah tenang dalam tidur panjang nan abadi.

Hujan turun semakin deras. Padma pun memacu kendaraan dengan lebih cepat. Pikiran wanita itu kosong, demikian pula dengan tatapan matanya. Saat itu, dia seperti sebuah boneka tanpa nyawa.

Padma terus menginjak pedal gasnya dengan semakin kencang, hingga dia tidak menyadari jika ada seseorang yang melintas dengan tiba-tiba di depan mobilnya. Dengan seketika, Padma pun menginjak rem. Wanita itu tertegun dengan wajah cemas. Sepasang bola mata berwarna cokelat, bergerak dengan tidak beraturan. Padma sadar jika saat itu dia telah menabrak seseorang.

Dilihatnya sekeliling. Suasana malam itu begitu sepi, seakan hanya ada dia di jalan raya tersebut. Padma merasa benar-benar takut. Akan tetapi, dia harus bertangggung jawab atas apa yang telah dilakukannya.

Menghela napas dalam-dalam, wanita cantik berambut panjang tadi mencoba untuk menenangkan diri. Perlahan, dia melepas sabuk pengaman yang melintang di dada. Padma pun memutuskan untuk keluar dari dalam kendaraan.

Dengan langkah penuh keraguan, Padma menuju bagian depan mobil, di mana tergeletak seseorang dalam posisi tertelungkup. Padma pun menurunkan tubuh, kemudian memberanikan diri untuk memeriksa orang tersebut. Dari posturnya, terlihat bahwa itu seorang pria yang sudah sangat renta. Satu pertanyaan yang hadir di benak Padma ialah, apa yang pria tua itu lakukan malam-malam bagini, dalam keadaan hujan deras?

Padma kemudian menyentuh tubuh tadi. Namun, dengan tiba-tiba kepala pria tua itu terangkat. Wajah keriputnya menatap kepada Padma dengan sepasang mata berwarna hijau terang, bagaikan mata seekor hiena dalam gelapnya malam. Mata itu mengeluarkan cahaya dan tampak sangat menakutkan.

Padma tersentak. Dia pun terjengkang ke belakang, lalu bergerak mundur karena pria tua tadi perlahan bangkit dan hendak menghampirinya. Dengan segera, Padma kembali ke dalam kendaraan. Dia tidak memedulikan tubuh dan pakaiannya yang basah kuyup. Padma pun menutup pintu mobilnya rapat-rapat.

Cemas dan tergesa-gesa, Padma memasangkan kembali sabuk pengaman. Akan tetapi, sialnya hal itu menjadi sangat sulit untuk dia lakukan, terlebih tiba-tiba pria tua tadi muncul di dekat jendela kaca mobil. Padma pun menjerit karena terkejut dengan disertai rasa takut yang luar biasa.

Pria tua itu menatapnya dari luar. Dia menempelkan kedua tangannya pada jendela kaca dengan wajah yang menyeringai kepada Padma. Satu keanehan terjadi, ketika pria tua tersebut menempelkan wajah pada kaca dan menekannya. Dia memaksa untuk menembus kaca tersebut sehingga berhasil masuk. Kepala pria tua itu pun kini berada tepat di sebelah wajah Padma, sementara tubuhnya masih berdiri di luar mobil.

Perlahan Padma menoleh. Wajah tua dan keriput itu tepat berada di hadapannya dan terus menyeringai. Padma membelalakan mata dengan napas yang tersengal-sengal. Dia ingin berteriak dan berharap ada seseorang yang datang untuk membantu. Akan tetapi, suaranya tak dapat keluar dan hanya tertahan di dalam tenggorokan.

......................

Satu tahun kemudian.

Seorang kurir berdiri di depan sebuah pintu gerbang tinggi, dengan bentuk melengkung pada bagian atas. Dia memegang seikat besar mawar merah di tangannya.

Beberapa saat kemudian, seorang wanita berambut pendek sebahu datang menghampiri. Wanita dengan tubuh semampai yang memakai atasan blouse warna putih, dipadukan rok span ketat berwarna hitam. Dia juga memakai sepasang pump shoes hitam yang semakin membuatnya terlihat begitu rapi dan formal.

Dengan senyum ramah, dia menerima bunga mawar merah itu dan segera membawanya. Melangkah dengan anggun, senyum di wajah cantiknya pun kian merekah, ketika dia berpapasan dengan seorang pria berkemeja putih yang tampak tersenyum hangat.

"Selamat pagi, Clara," sapa pria itu seraya melipat lengan kemejanya hingga beberapa lipatan.

"Hai, Dharma. Selamat pagi," balas wanita bernama Clara itu dengan sangat ramah. Dia terlihat begitu ceria.

"Bunga yang cantik," ujar Dharma seraya melirik apa yang ada di tangan Clara.

Clara tertawa pelan. "Ya. Ini pasti dari penggemar nona Padma," balas Clara masih dengan keramahannya.

"Banyak sekali penggemar nona kita," decak Dharma seraya menggeleng-gelengkan kepala.

"Tentu saja. Aku rasa kamu harus bersabar jika ingin masuk antrian," ledek Clara dengan tawa renyah. "Aku masuk dulu. Jangan sampai bunga ini layu sebelum sampai ke tangan pemiliknya," canda Clara. Dia pun kembali melanjutkan langkah memasuki puri itu.

Berjalan dengan langkah yang begitu yakin menyusuri lorong temaram, Clara akhirnya berhenti di depan sebuah pintu berwarna merah doff. Itu merupakan pintu dari ruang kerja Padma, si pemilik puri megah tersebut.

Clara mengetuk pintu sebanyak tiga kali. Dia lalu masuk tanpa harus menunggu perintah.

"Seikat mawar merah yang cantik untuk Anda, Nona," ucap Clara seraya meletakkan bunga tadi di atas meja kerja Padma, wanita yang saat itu tengah duduk di atas singgasana kebesarannya.

Padma pun memutar kursi. Dia kini menghadap pada meja kerja. Tampaklah wajah cantik dengan ekspresi yang penuh misteri. Sepasang bola mata kecokletannya, menatap tajam kepada Clara yang masih berdiri dengan senyum ramah nan indah. "Dari siapa?" tanya Padma dengan nada bicara yang sangat lugas.

"Bayu Bagaskara," jawab Clara tanpa melepas senyumannya sedikit pun. "Ini adalah bunga ketiga yang dikirmkannya untuk Anda, Nona," jelas Clara.

"Begitukah?" tanya Padma dengan tidak yakin.

"Ya," sahut Clara yang disertai dengan sebuah anggukan penuh keyakinan.

"Tuan Bagaskara pernah mengirimkan sebuah pesan. Dia berharap agar Anda dapat meluangkan sedikit waktu untuknya. Dia ingin sekali dapat berbincang-bincang secara langsung dengan Anda, Nona," terang Clara.

Padma tidak menjawab. Dia masih menatap wanita muda yang merupakan asisten pribadinya itu. Padma pun hanya memainkan jemari di depan wajah.

"Jika Anda mau, saya bisa menguraikan sedikit tentang tuan Bagaskara. Kebetulan saya sudah mendapatkan beberapa informasi penting tentang dirinya," ucap Clara lagi masih menunjukkan senyuman. Sementara Padma tetap bersembunyi dalam tatapan sepasang bola matanya yang indah, meskipun tampak diliputi dengan penuh misteri.

Puri Padma Gardenia

Padma menyandarkan tubuhnya dengan begitu nyaman pada kursi itu. Sesaat kemudian, ia pun beranjak dari duduknya.

Tampaklah tubuh ramping dengan postur 170 cm dalam balutan setelan blazer rapi berwarna merah, warna kesukaan Padma. Wanita berusia dua puluh lima tahun itupun berdiri dengan setengah bersandar pada tepian meja kerjanya. Ia kembali melayangkan tatapannya kepada Clara.

"Baiklah. Ceritakan sesuatu yang dapat membuatku tertarik untuk menerima ajakannya!" Titah Padma dengan anggunnya.

Clara kembali memasang senyum ramahnya. Ia pun mengangguk pelan.

"Bayu Bagaskara. Dia adalah pemilik dari perusahaan percetakan bernama "Askara Nusantara". Sebuah perusahaan percetakan yang sudah cukup ternama. Ia juga memiliki beberapa toko furniture dari kerajinan rotan yang sudah tersebar di lima kota besar di negara ini. Satu hal lagi, tuan Bagaskara adalah seorang duda. Ia memiliki seorang anak perempuan yang saat ini masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama," terang Clara dengan panjang lebar.

Padma melipat tangan kirinya di dada. Sedangkan tangan kanannya ia gunakan untuk menopang dagunya.

"Saya rasa ... dia juga merupakan pria yang romantis. Lihatlah betapa indahnya kata-kata yang dituliskannya untuk Anda!" Clara menyodorkan sebuah kartu ucapan kepada Padma.

"Bacakan untukku!" Pinta Padma masih dengan gaya bicaranya yang lugas.

Clara pun membuka kartu itu dan membacakan isinya di hadapan Padma.

'Aku tidak akan menanti matahari untuk muncul dengan cahaya hangatnya, jika telah kulihat senyummu terlebih dahulu'

"Bagaimana menurut Anda, Nona?" Tanya Clara.

Padma tersenyum simpul. Ia pun kembali duduk di belakang meja kerjanya.

"Ya, sudah! Buatkan janji untuk pertemuan dengannya! Atau undang saja dia kemari untuk makan malam!" Titah Padma lagi.

"Tentu!" Sahut Clara. "Bagaimana jika akhir pekan ini?" Tawar wanita muda itu.

Padma kembali menatap asisten pribadinya itu. Ia pun merapikan bagian atas rambutnya.

"Hari Senin Anda mendapat undangan dari seorang mantan rekan kerja Anda, Nona," ujar Clara.

"Siapa?" Tanya Padma masih dengan ekspresi wajahnya yang datar.

"Pemilik butik Flora," jawab Clara dengan lugas.

"Rastanty?" Padma memperjelas ucapan Clara.

Clara mengangguk dengan yakin.

"Untuk apa dia mengundangku? Dia telah menyebutku sebagai wanita murahan! Kenapa aku harus menghadiri undangannya?"

"Karena Anda pasti akan menyukai apa yang akan saya uraikan untuk Anda, Nona," sahut Clara masih dengan senyum manisnya.

Tersungging sebuah senyuman sinis di sudut bibir classic brown milik Padma. Ia tampaknya mulai tertarik dengan apa yang akan Clara sampaikan kepadanya.

"Ceritakan sesuatu yang menarik untukku!" Titah Padma dengan sikapnya yang mulai terlihat angkuh.

Clara kembali memasang senyum manisnya. Ia menatap nona muda itu.

"Seperti yang telah kita ketahui, Rastanty telah menjual dua dari tiga salon kecantikan miliknya. Saat ini, ia tengah membutuhkan seseorang yang dapat memberinya suntikan modal dengan jumlah yang cukup besar. Ia harus kembali memulai usahanya dari nol," terang Clara.

"Kenapa harus pusing-pusing? Suaminya seorang pengusaha," sanggah Padma.

"Sudah menjadi sebuah rahasia umum jika suami Rastanty adalah seorang mata keranjang. Menurut berita dari sumber yang terpercaya, perusahaan suaminya pun kini sedang oleng. Konflik internal perusahaan menjadikan kondisi perusahaan itu menjadi tidak kondusif," tutur Clara lagi.

Padma tersenyum lebar. Ia tampak begitu bahagia mendengar penuturan sang asisten.

"Menarik," ucapnya dengan senyum penuh kepuasan.

"Kalau begitu, terima saja undangannya dan siapkan baju untukku!" Lagi, Padma memberi perintah kepada sang asisten.

"Tentu, Nona!" Sahut Clara. "Ada lagi yang lain?" Tanyanya.

"Tidak ada, kamu boleh kembali," jawab Padma.

"Baiklah! Permisi," Clara segera membalikan badannya dan berjalan menuju pintu keluar. Akan tetapi, langkahnya kembali terhenti karena tiba-tiba Padma memanggilnya lagi. Clara pun menoleh.

"Bawa bunga ini dan letakan di atas kuburan Bruna! Dia pasti akan menyukainya," perintah Padma dengan seenaknya.

Clara tertegun. Ia menatap nona muda itu untuk sejenak, sebelum akhirnya ia mengalihkan tatapannya pada seikat mawar merah yang cantik dan masih tampak segar di atas meja.

Clara pun mengangguk. Ia segera mengambil bunga itu dan kembali berpamitan untuk keluar dari ruang kerja Padma.

Menutup pintu dengan rapat, Clara kembali terdiam menatap mawar merah itu. Terkadang ia tidak mengerti akan pemikiran dari Padma yang dirasa cukup mengerikan baginya. Namun, Clara tidak dapat menolak perintah dari sang nona.

Wanita muda itupun kembali melanjutkan langkahnya menuju halaman belakang puri untuk meletakan bunga mawar itu di atas kuburan Bruna, kucing jantan ras himalaya kesayangan Padma.

Puri megah itu bernama Padma Gardenia. Padma memang menyukai tanaman, terutama bunga mawar.

Puri itu adalah warisan dari kedua orang tua Padma yang telah tiada. Bangunan megah dengan arsitektur ala Eropa, yang memang sudah ditinggali sejak dulu secara turun temurun.

Dibangun terpisah cukup jauh dari pemukiman warga, puri itu seakan menjadi bangunan satu-satunya yang ada disana. Akses menuju kesana pun harus melewati kawasan hutan pinus tanpa ada satupun pemukiman di sekelingnya.

Padma sendiri hanya melakukan renovasi di beberapa bagian saja. Lagipula, puri itu masih terlihat begitu kokoh.

Meski terlihat menyeramkan, namun bangunan itu memiliki kemewahan yang luar biasa di dalamnya. Ada lebih dari tujuh kamar tidur disana, begitu juga dengan beberpa ruangan pelengkap lain seperti dapur yang luas dan juga ruang tamu yang tak kalah luasnya. Disana juga terdapat sebuah aula megah yang memang sengaja dibuat untuk acara-acara besar.

Kedua orang tua Padma menyukai pesta. Terlahir sebagai sepasang pengusaha sukses, mengharuskan mereka untuk hidup dalam ikatan sosial yang kuat dengan banyak orang. Ada banyak relasi dan juga teman-teman sesama kaum sosialita yang biasa berkumpul disana. Tentu saja, hal seperti itu sangat dibutuhkan untuk dapat menjalin kerja sama yang baik antar sesama pengusaha.

Berbeda dengan almarhum kedua orang tuanya. Padma justru merupakan seseorang yang lebih senang menyendiri. Ia sangat menyukai suasana sepi yang mengelilingi puri itu.

Disana, seperti tidak ada bedanya antara siang ataupun malam. Akan tetapi, suasana malam tentu akan jauh lebih menyeramkan.

Ketika senja telah menyapa, dan langit sudah mulai gelap, maka di sekitar puri itu seakan tidak ada kehidupan sama sekali. Hening dan begitu senyap, bahkan tidak terdengar satu helaan napas pun yang menandakan masih ada makhluk bernyawa yang menempati bangunan itu.

Suasana temaram kian terasa dengan adanya beberapa lampu tempel berwarna kuning yang menjadi sarana penerangan di puri itu.

Bukan hanya di bagian luar, namun di bagian dalam pun sama saja. Di sepanjang lorong tertempel lampu berwarna kuning dengan jarak yang sudah diatur sedemikian rupa.

Padma sendiri, menempati sebuah kamar yang sangat besar untuk ukuran kamar biasanya. Kamar dengam nuansa merah dan hitam, semakin membuat kesan gelap dan misterius kian kental disana. Kamar dengan tempat tidur besar yang berhiaskan kelambu berwarna hitam di sekelilingnya.

Adalah sebuah tempat tidur dengan ranjang mewah berwarna hitam dengan ukiran yang indah. Kasurnya sendiri berlapis sprei dari bahan sutra asli dengan warna keemasan. Sungguh suatu perpaduan warna yang membuat kamar itu menjadi terlihat seperti kamar seorang penyihir.

Tanda Merah

Padma, wanita berusia dua puluh lima tahun. Terlahir sebagai anak tunggal dari mendiang pasangan pengusaha ternama, yaitu Carlen Eginhardt yang merupakan seorang pengusaha asal Jerman. Carlen lalu menikahi Ratimah Amardani, seorang wanita lokal yang sangat pintar.

Darah bisnis sepertinya sudah mengalir dengan kuat dalam diri Padma. Itu terbukti dengan berdirinya sebuah perusahaan kosmetik ternama dengan label "Felmine". Pundi-pundi kekayaan wanita muda tersebut pun semakin meningkat. Itu semua berasal dari pemasukan yang didapat dari rumah kecantikan. Sebuah tempat yang menawarkan fasilitas mewah spa dan sauna.

Selain dari kesuksesan dalam dunia bisnis. Padma juga dianugerahi dengan kecantikan fisik di atas rata-rata. Dia memiliki tubuh semampai 170 cm, berpadu dengan paras menawan dan berhiaskan bola mata berwarna hazel. Rambut panjang dan bergelombang selalu tergerai dengan indah di atas pundaknya sehingga membuat Padma terlihat semakin memesona di mata kaum Adam.

Ada banyak pria yang mencoba untuk mendekati Padma. Akan tetapi, pilihannya jatuh kepada sosok tampan bernama Adhiyaksa Sastranagara. Dia merupakan seorang dokter spesialis bedah orthopedi.

Hampir satu tahun telah berlalu setelah kematian Adhiyaksa. Padma memang mulai dekat dengan tiga orang pria. Akan tetapi, kedekatan itu tidak pernah berlangsung lama, karena hal tersebut hanya berlangsung selama kurang lebih tiga bulan saja.

Seperti pria terakhir yang dekat dengannya. Pria itu bernama Armand. Mereka menjalin hubungan selama tiga bulan. Namun, sayangnya Armand harus tewas dalam sebuah kecelakaan lalu lintas yang sangat tragis. Mobil yang dia kendarai hancur parah karena tertabrak oleh kereta di sebuah perlintasan beberapa waktu yang lalu. Sebuah kecelakaan mengerikan yang meninggalkn banyak tanda tanya.

Saat itu adalah malam Kamis. Seperti biasa, suasana hening kembali menyelimuti puri megah yang Padma tempati. Wanita cantik tersebut sedang asyik menyisir rambutnya di depan sebuah cermin. Dia tampak sudah cantik dengan lipstik merah menyala. Padma pun mengenakan baju tidur berenda yang membuat dirinya tampak semakin sensual.

Sementara di luar angin pun berembus dengan cukup kencang. Padma beranjak ke dekat jendela, lalu menyibakan tirai penutup kaca tersebut. Dia menatap keluar, pada kegelapan yang menyelimuti puri megahnya. Sepasang bola mata hazel itu menembus pekat malam di sekitar puri, pada halaman luas di sana dengan pepohonan yang bergerak dan seakan melambai-lambai mengajak dia agar keluar. Suasana sepi itu, begitu mencekam dan seakan menyimpan banyak misteri.

Perlahan, Padma mulai memejamkan kedua matanya. Wangi aroma kayu manis mulai menyeruak ke dalam indera penciuman wanita dengan baju merah tersebut Padma melihat jam yang terpasang di dinding kamarnya.

Sudah lewat tengah malam, Padma pun kembali menutup tirai jendela kaca tadi. Dia berdiri di dekat tempat tidur berhiaskan kelambu hitam. Sesaat kemudian, Padma melepaskan peignoir yang dirinya kenakan, lalu meletakan baju tidur itu di atas ranjang. Dia lalu menarik rambut panjangnya ke samping, mengumpulkan mereka di atas pundak sebelah kiri.

Suara desiran angin kian jelas dalam keheningan di dalam kamarnya. Begitu pula dengan aroma kayu manis yang kian menusuk hidung. Padma mulai merasakan kehadiran sosok itu dengan begitu jelas. Seketika tubuh dengan kulit eksotis Padma merinding begitu hebat, ketika dia mulai merasakan sebuah ciuman yang menggelitik dan terus menjalar dari pundak hingga ke leher. Wanita cantik itu pun mende•sah pelan.

"Aksa ...." Nama itu meluncur dari bibir Padma seraya memejamkan mata. Dia begitu menikmati sentuhan halus tadi.

Terdengar helaan napas berat yang menghangat di dekat telinga berhiaskan anting-anting kecil. Padma pun membalikan badan, ketika sebuah ciuman mesra langsung menyambutnya. Sebuah ciuman panas yang disertai suara-suara menggoda dan dilanjutkan dengan sentuhan penuh hasrat yang terus merambat di seluruh tubuh, menjamahnya dengan liar dan penuh gairah.

......................

Pagi mulai menggeliat, menghadirkan sinar mentari yang hangat. Cahaya yang dirindukan oleh semua makhluk, karena sejak semalam mereka bersembunyi dalam rasa takut. Kegelapan di sekitar puri pun sirna dengan seketika. Senandung burung-burung terdengar begitu merdu, dan seakan menyibakan tirai kengerian yang biasa dirasakan ketika malam tiba dan menyelimuti sekitar puri itu.

Padma berdiri di depan cermin bulat yang menempel di dinding kamar. Dia memperhatikan dirinya sendiri. Untuk sejenak, Padma menatap tempat tidurnya. Wanita itu kemudian meraih setangkai mawar merah yang tergeletak di atas sprei. Dia lalu menempelkan telunjuknya pada duri mawar tersebut hingga mengeluarkan darah.

Padma mendesis pelan. Dia menempelkan darah segarnya pada tangkai mawar tadi. Sesaat kemudian, Padma pun meletakkan bunga mawar itu di atas meja rias. Dia kembali menatap dirinya pada pantulan cermin. Perlahan wanita muda tersebut menyentuh lehernya. Padma melihat ada tanda merah yang tergambar dengan begitu jelas.

Dengan segera Padma menutupi leher menggunakan rambut panjangnya. Dia pun merapikan ruffled sheat dress merah yang dikenakannya. Baju ketat tersebut memperlihatkan setiap lekukan sempurna dari tubuh indah Padma.

Beberapa saat kemudian, Padma pun keluar dari dalam kamar. Dia menyusuri lorong panjang yang sepi. Tidak ada sedikit pun suara di sana, selain dari suara hak sepatu yang menyentuh lantai berlapis marmer hitam mengkilap.

"Selamat pagi, Nona," sapa seorang wanita paruh baya dengan pakaian pelayan yang melekat di tubuhnya. Dia membungkuk hormat kepada Padma.

"Di mana Clara?" tanya Padma seraya duduk pada salah satu kursi yang ada di meja makan itu. Di hadapannya sudah tersedia aneka menu sarapan yang menggugah selera.

"Bu Clara belum terlihat dari tadi. Saya rasa dia juga belum sarapan," jawab wanita paruh baya itu masih dengan sikap yang hormat kepada sang majikan.

"Panggilkan dia!" perintah Padma dengan nada bicaranya yang sangat lugas. Dia lalu meneguk jus apel yang telah disediakan untuknya.

"Baik, Nona. Permisi." Wanita paruh baya itu pun pamit dari ruang makan. Dia berlalu untuk memanggilkan Clara. Tidak berselang lama, Clara muncul di ruang makan dengan penampilan rapi. Dia memberi hormat kepada sang nona muda dan berdiri di sebelah wanita cantik itu.

"Dari mana saja kamu?" tanya Padma dengan nada bicara yang terkesan menyelidiki.

"Saya bangun kesiangan. Entah kenapa karena semalam rasanya saya begitu mengantuk dan seakan tidur dengan obat bius dalam dosis tinggi. Alhasil ... pagi ini saya terlambat kemari," terang Clara dengan suara lembutnya.

Padma terdiam untuk sejenak. Dia tidak membantah semua alasan yang dikemukakan Calara kepadanya. "Duduklah! Temani aku sarapan!"

Clara mengangguk hormat. Dia pun memilih tempat duduk yang berada tidak jauh dari kursi yang ditempati oleh Padma.

"Katakan pada Dharma untuk bersiap-siap. Hari ini aku ingin pergi menemui nyonya Elena," titah Padma. Dia mulai menyantap menu sarapannya.

"Baik, Nona. Apa perlu saya temani?" tawar Clara.

"Tidak usah," tolak Padma. "Pergilah ke kantor dan ambil beberapa berkas yang perlu kutandatangani. Pakai saja mobilku," titah wanita muda itu lagi dengan nada bicara yang masih sama, pelan tapi terdengar begitu tegas.

"Baiklah." Clara kembali mengangguk. Mereka pun melanjutkan sarapan hingga selesai.

Cahaya matahari kian meninggi. Sang raja siang pun mulai menunjukan kuasanya. Dengan angkuh ia menyebarkan hawa panas ke seluruh penjuru kota. Sementara mobil sedan merah yang dikendarai Dharma pun kini telah memasuki halaman sebuah rumah yang cukup mewah. Sesaat kemudian, Dharma keluar dari dalam mobil, lalu membukakan pintu untuk majikannya yang cantik.

Padma keluar dengan tenang. Dia melangkah begitu saja tanpa basa-basi sama sekali terhadap sang sopir yang telah mengantar. Memang seperti itulah kebiasaan Padma. Dia tidak suka terlalu banyak bicara dengan siapa pun.

Berjalan dengan anggun menapaki deretan paving block, Padma pun mulai memasuki teras rumah itu. Dia berdiri di depan pintu dan mulai mengetuknya sebanyak dua kali. Tak berselang lama, pintu terbuka. Seorang wanita muda tampak di sana seraya mengangguk sopan. "Aku ingin bertemu dengan nyonya Elena," ucap Padma dengan gaya bicara yang khas, anggun, dan penuh wibawa.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!