Wanita muda itu mempersilakan Padma untuk masuk dan menunggu, sementara dia memanggilkan si nyonya rumah. Padma pun berdiri sambil memandangi foto dengan ukuran besar yang terpajang di dinding. Itu adalah foto milik mendiang Armand. Pria dua puluh delapan tahun yang meninggal dunia dengan tragis.
"Padma?" Terdengar suara seorang wanita yang baru muncul di ruang tamu itu.
Padma segera menoleh. Dia menatap wanita paruh baya dengan baju tidur panjang berwarna putih. Rambutnya kusut. Tampak pula warna hitam di bawah kelopak mata.
"Nyonya Elena," sapa Padma dengan sedikit senyuman di wajahnya. Senyuman yang hanya berbalas tatapan tajam untuk wanita cantik tersebut. "Bagaimana kabar Anda?" tanya Padma. Dia mencoba untuk berbasa-basi dan menepiskan rasa tidak nyaman akibat tatapan tajam Elena.
"Kamu pikir saya akan baik-baik saja setelah kematian Armand?" Elena menjawab dengan nada bicaranya yang sangat ketus.
"Aku juga merasa sedih akan hal itu ...."
"Saya tidak melihatnya sama sekali!" Sela Elena dengan tegas. Dia tidak percaya dengan kesedihan yang disebutkan oleh Padma.
Tersungging sebuah senyuman kecil di sudut bibir classic brown milik Padma. Dia juga masih memperlihatkan sikapnya yang tenang.
"Siapa yang dapat menebak takdir Tuhan? Setiap orang pasti akan mati. Jadi, untuk apa menyesalinya?" ucap Padma dengan tenang.
"Ini bukanlah takdir Armand!" tegas Elena. "Saya pastikan, siapa pun yang telah berani bermain-main dengan nyawa seseorang, maka dia akan menrima balasan yang jauh lebih mengerikan!" ancam wanita itu dengan jari telunjuk yang tertuju lurus kepada Padma.
"Bersiaplah untuk kematian yang jauh lebih menyakitkan!” tandasnya berapi-api.
“Ini adalah sumpah dari seorang ibu!” teriak Elena dengan lantang seraya terus menunjuk lurus ke arah Padma. Dia pun tiba-tiba menjerit-jerit tak karuan.
Mendengar kegaduhan di ruang tamu, seorang perawat segera datang ke sana dan memegangi Elena. Padma pun hanya terpaku melihat wanita itu yang tiba-tiba histeris.
“Nyonya Elena belum stabil. Sebaiknya Anda pergi saja. Biarkan beliau untuk beristirahat dulu,” saran perawat itu kepada Padma. Dia berusaha memegangi wanita paruh baya yang terus berteriak histeris dan memberontak. Perawat itu segera membawanya kembali ke kamar.
Padma tertegun sejenak, sebelum akhirnya memutuskan untuk keluar dari rumah itu. Berjalan dengan terburu-buru menuju kendaraan, paras cantik wanita berbaju merah tersebut tampak begitu datar. Tak sedikit pun ada kesedihan dalam ekspresi wajahnya.
Melihat kedatangan Padma, Dharma segera menjatuhkan rokok yang sedang dia isap. Pria itu mematikannya dengan kaki hingga benar-benar padam. Dharma pun membukakan pintu untuk sang majikan yang cantik. “Setelah ini akan ke mana lagi, Nona?” Dharma menoleh ke belakang.
“Mencari angin,” jawab Padma dengan datar. Dia hanya menggerakan sedikit saja bibirnya.
Sedangkan Dharma mengalihkan perhatian pada kemudi yang sedang dipegangnya. Dia pun mulai menyalakan mesin mobil, lalu pergi dari sana.
Selama di dalam perjalanan, Padma hanya terdiam sambil menyandarkan kepala. Tatapannya menembus kaca jendela dan menerawang pada beberapa waktu yang lalu. Saat di mana dia mendapat kabar tentang kematian Armand.
Armand merupakan pria ketiga yang dekat dengannya dalam setahun terakhir ini. Dia adalah pria yang baik dan terlihat sangat mencintai Padma. Kedekatan yang terjalin dalam waktu sekitar tiga bulan itu, memang cukup berkesan bagi wanita cantik berambut hitam tersebut. Akan tetapi, Armand harus bernasib sama dengan pria-pria sebelumnya. Dia meninggal dunia dengan cara yang begitu tragis.
Malam itu, mereka berdua baru pulang berkencan, ketika tiba-tiba Padma menyuruh pria berperawakan sedang tersebut untuk menghentikan laju mobil di suatu tempat yang terbilang sepi. “Ada apa?” tanya Armand dengan penasaran. Dia melirik wanita cantik pujaan hatinya. Sementara Padma membalas lirikan Armand dengan kerlingan nakal. Dia seakan mengisyaratkan sesuatu kepada pria itu.
Armand kemudian tersenyum manis. “Kemarilah,” suruh pria itu. Dia merentangkan tangan dan menyambut Padma ke dalam pelukannya.
Padma pun segera melepas sabuk pengaman, kemudian beringsut. Dia kini telah duduk di atas pangkuan Armand. Tangan dengan jemari lentiknya mulai menjelajahi wajah pria dua puluh delapan tahun tadi. Padma pun semakin merekatkan dirinya dengan tubuh Armand.
“Wow,” desah Armand perlahan. Dia tersenyum puas ketika merasakan dua gundukan besar itu menekan dadanya dengan kuat. Tangan Armand pun mulai menggerayangi pinggul wanita yang kini tidak membiarkannya bernapas dengan bebas. Sebuah ciuman panas pun mereka lakukan di dalam mobil.
“Ada apa denganmu?” tanya Armand ketika Padma menghentikan ciumannya untuk sesaat.
“Kenapa? Kamu tidak menyukainya?” bisik Padma dengan setengah mende•sah, membuat naluri kelelakian Armand semakin tertantang.
“Tidak biasanya kamu seperti ini,” ujar Armand heran.
“Malam ini kamu terlihat sangat tampan. Aku rasa tidak ada salahnya memberimu sedikit gigitan,” goda Padma seraya menyentuh bibir pria itu dengan ujung telunjuk.
“Aku pasti akan menyukainya,” balas Armand seraya tersenyum nakal.
Ya, tentu saja. Sudah lama Armand menantikan malam seperti itu. Saat di mana Padma menunjukan sisi sensual yang selalu dirinya sembunyikan, dari semenjak mereka menjalin kedekatan.
Entah kenapa, malam itu tiba-tiba Padma tampak begitu bergairah. Wanita cantik tersebut bahkan kini telah berhasil membuka seluruh kancing dari kemeja yang dipakai oleh Armand. Padma segera menyibakan kemeja yang sudah terbuka tadi, hingga tampaklah dada pria itu dengan begitu jelas.
Padma pun kembali menciumi leher Armand dengan penuh gairah, membuat si pria berkali-kali mengeluarkan lenguhan pendek seraya memejamkan kedua matanya.
“Kamu yakin ingin melakukannya di sini, Cantik?” tanya Armand di sela-sela desahannya.
“Apa bedanya jika dilakukan di sini atau di atas tempat tidur? Rasanya sama saja ketika aku mengeluarkan lenguhan manjaku untukmu,” bisik Padma dengan jauh lebih menggoda. Kata-kata itu kian menggelitik gairah yang dirasakan Armand dan membuatnya semakin memuncak.
Perlahan Padma menurunkan tangan. Dia mulai membuka sabuk yang melingkar pada pinggang Armand. Tangan lentik itu begitu cekatan melepas pengait celana jeans yang masih tertutup rapat. Padma pun kini menurunkan resleting, kemudian mengeluarkan sesuatu yang sudah mulai berontak sejak tadi.
“Untukmu,” desis Armand menahan rasa nikmat yang luar biasa, karena cengkeraman kuat jemari Padma yang mulai bergerak naik turun saat memainkan miliknya.
“Oh ... luar biasa! Berikan aku yang lebih dari ini,” desah Armand. Dia sudah tampak sangat gelisah menahan gairah yang semakin memuncak dan membuat ubun-ubunnya kian memanas.
Padma tersenyum nakal. Dia pun turun dari pangkuan Armand dan kembali duduk di sebelah pria itu. Sesaat kemudian, posisi Padma kini telah berubah. Dia membungkukan badan, lalu melahap sesuatu yang sudah berdiri dengan kokoh.
Erangan pelan kembali meluncur dari mulut pria yang sudah setengah telanjang itu. Dia mere•mas lembut rambut panjang Padma. Armand pun sangat menikmati permainan oral sang kekasih. “Kamu sangat luar biasa," sanjungnya di antara lenguhan pendek.
Padma tidak mengindahakan semua racauan Armand. Dia terus melakukan tugasnya dengan baik, hingga pada titik di mana Armand mendesis panjang seraya meremas rambut bergelombangnya dengan kuat. Sesaat kemudian, Padma pun melepaskan benda milik Armand. Dia juga mengeluarkan cairan putih yang ada di dalam mulutnya, di atas kepala benda kokoh tadi hingga menetes dengan perlahan.
Padma kembali mengangkat tubuhnya. Dia menatap pria itu dengan senyum penuh kepuasan. Senyum dengan sejuta rayuan maut, yang akan membuat pria manapun seketika takluk di hadapannya.
Sedangakan Armand hanya menatap Padma dengan rasa tidak percaya. Napasnya mulai terengah-engah. Dia seperti baru selesai melakukan lari marathon dengan jarak yang cukup jauh.
Perlahan Padma mendekati pria yang masih tampak kelelahan itu. Dia kembali menciumnya dengan mesra.
“Aku ingin hentakan yang lebih keras dari itu,” pinta Armand pelan. Tatap matanya kian memohon.
Padma tersenyum simpul. Dia mengerti dengan maksud dari ucapan Armand padanya. Padma kemudian mengusap bibir sendiri dengan ujung ibu jari “Baiklah,” jawab wanita cantik itu terlihat sangat menggoda. “Ayo kita pulang,” ajaknya dengan tenang.
“Ah ... tunggu sebentar!” Tiba-tiban Padma memutuskan untuk keluar dari dalam kendaraan. Dia berdiri di depan mobil Armand dengan senyum sinis di sudut bibirnya.
Setelah itu,bPadma kemudian berbalik dan melangkah pergi, membuat Armand merasa heran. Dia baru sadar ketika mendengar suara keras yang tengah mengarah kepadanya. Suara dengan cahaya terang yang menghantam mobil dengan sangat kuat, sehingga kendaraan tadi terseret begitu jauh.
Padma kemudian tertegun. Dia lalu menoleh ke belakang dan mendengar jeritan memilukan dari sana. Dengan tenang Padma kembali melanjutkan langkah, meninggalkan tempat tadi seolah tidak terjadi apapun di sana.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments
Mbak R
mengerikan 😱😱😱
2023-08-31
1
玫瑰
kasihan
2022-06-16
0
Emak Femes
Wkwkwkwkwk
ngeri2 sedeeeppppp
2021-10-16
1