Cinta Tuan Casanova
Kehidupan dan tradisi di setiap sudut bumi memang selalu berbeda. Tak di pungkiri perbedaan yang signifikan pun bisa di alami anak kembar seperti kami.
Terlahir dari rahim yang sama dan perbedaan waktu yang hanya dalam hitungan menit juga wajah dan postur tubuh yang sama. Nyatanya tak membuat kami terlahir dengan sifat yang sama.
Ya! mungkin saja semua terjadi karena kami di asuh oleh orang yang berbeda dan negara yang berbeda. Jika Kakak ku Alexander di asuh penuh oleh orang tua ku selama 9 tahun, maka aku di asuh Oma dan Opa sejak aku di lahir kan. Karena alasan suatu hal, sehingga Papa Haidar dan Opa Felix memutuskan untuk membawaku ke London, England.
Negara yang pada akhirnya menjadi tanah airku, karena semua identitas ku di ubah menjadi warga London. Di tambah Papa enggan meneruskan perusaan Opa, karena Papa sudah memiliki perusahaan yang tak kalah besar di Indonesia dan beberapa negara lainnya. Sehingga akulah yang perkenalkan sebagai sang pewaris FG corp.
Aku begitu di manjakan dengan berbagai fasilitas. Di usia ku yang masih lima tahun aku sudah di berikan sebuah kartu gold oleh Opa, untuk ku bawa kemana pun aku pergi bersama Pengasuh dan juga Pengawal khusus untukku. Aku gemar membeli mainan pada saat itu, bahkan di luar batas normal anak membeli mainan pada umumnya. Dan saat di jalan aku berikan pada anak - anak yang aku temui. Ataupun pada teman - teman sekolah ku yang memintanya. Ya! karena saat itu aku tidak tau kalau untuk bisa punya uang kita harus bekerja.
Sebenarnya saat itu adalah bentuk frustasi ku pada kedua orang tua ku juga Opa dan Oma. Saat berusia 4 tahun aku baru tau, kalau aku ternyata kembar dan kami di pisah sejak bayi. Aku sering bertemu Alexander sejak kecil, dan aku sadar kami mirip. Tapi aku tidak menyangka jika kami kembar.
"Kenapa harus aku yang di jauhkan dari orang tua ku?" tanyaku saat itu.
3 tahun kemudian barulah aku paham dunia bisnis yang bisa saja kejam tanpa aba - aba. Dan aku menyadari frustasi ku selama ini salah, saat Alexander pun pada akhirnya harus di asing kan. Wajah kami tidak pernah di munculkan saat itu, dan itu membuat musuh Papa pun kesulitan menemukan Alexander. Dan saat itu, barulah aku bersyukur. Aku masih bisa hidup bebas di sini, London.
Aku mulai tumbuh selayaknya anak muda di usiaku, hanya saja Opa mulai mengarahkan aku pada komitmen menjadi pewaris tunggalnya. Dan aku mulai membagi waktu ku antara sekolah, bermain dengan teman - teman ku juga mendengar pengalaman Opa selama berbisnis. Beliau berharap aku akan menjadi pebisnis bertangan dingin seperti beliau.
Saat aku berusia 15 tahun, aku jatuh cinta pada seorang gadis yang 5 tahun lebih tua dari ku. Dia Mahasiswi semester 4 di London University. Aku mengenalnya saat aku secara tidak sengaja menabraknya di salah satu pusat perbelanjaan. Dan kembali tidak sengaja bertemu saat kami kembali ke mobil kami yang terparkir bersebelahan. Dan aku mengenalnya dengan nama Ainsley Caroline. Gadis cantik berambut pirang berdarah Inggris dan cinta pertama ku.
Dan saat itu kami membuat janji untuk bertemu di London Eye pada akhir pekan. Sebelum aku masuk ke mobil ku kami sempat bertukar nomor ponsel. Bak jatuh cinta pada pandangan pertama, malam itu juga kami mulai berkomunikasi. Semakin hari semakin banyak yang kami ceritakan.
Hingga hari Minggu itu tiba . . .
Kami bertemu tepat di bawah London Eye. Dengan baju santai ku dan kaca mata hitam, aku berjalan mendekati dia yang sudah menunggu dengan berpakaian santai dan terlihat sangat cantik menurutku.
"Hai!" sapa ku.
"Halo!" jawabnya.
"Kamu cantik sekali!" pujiku.
"Terima kasih!" jawabnya dengan senyuman yang membuatku seakan meleleh.
"Naik yuk!" ajak ku untuk menaiki London Eye.
"Ayuk!" jawabnya singkat dan langsung merangkul lenganku, membuat aku sedikit shock dan canggung.
Kami berjalan bersama untuk membeli tiket. Hingga kami masuk ke dalam kapsul dia masih bergelayut di lenganku. Tentu saja hati ku terasa bergetar. Kami menikmati pemandangan kota London sambil sesekali dia mengambil foto kami bersama.
Hingga hari menjelang malam, aku masih bersamanya. Dan kami menyempatkan untuk makan malam bersama, sebelum akhirnya kami berpisah di parkiran restoran, untuk memasuki mobil masing - masing dan pulang sendiri - sendiri.
Aku duduk di kursi belakang dengan senyum - senyum sendiri. Mengingat suasana makan malam tadi. Kami makan di ruang VIP, sehingga kami terpisah dengan pengunjung lainnya. Saat kami hendak keluar dari ruangan itu, tiba - tiba dia menarik tanganku dan memberi kecupan di bibirku. Sungguh tak ku sangka dia akan memberiku kecupan lembut pada bibirku yang belum pernah di cium siapapun.
"Wah! sepertinya Tuan muda sedang jatuh cinta!" goda supir yang membawaku.
"Tch! diam!" jawabku yang bingung harus menjawab apa.
"Hehe, maaf Tuan muda!" ucap supirku sambil melirik ku daei kaca tengah.
Hari - hari kami lalui bersama, dia sering datang ke sekolahku untuk menjemput ku dan pergi bersama. Aku dengan senang hati menemaninya belanja di Mall atau sekedar makan. Dia bukan gadis materialistis, dia sering menolak jika aku membayar belanjaannya. Dan itu menjadi nilai plus darinya, di jaman yang konon katanya banyak gadis yang hanya mengincar harta.
Dan aku sempat terkejut saat pertama kali melihat dia membayar membayar menggunakan kartu. Ya! black card adalah kartu miliknya. Dimana aku yang masih di beri Opa kartu platinum.
Suatu hari di malam Valentine, dia mengajakku untuk menghadiri pesta Valentine di aula kampusnya. Dengan dress pink muda nya dia menggandeng lenganku masuk ke dalam aula setelah menyerahkan kartu undangan.
Pesta yang di dominasi oleh Mahasiswa itu tentu saja banyak sekali jenis minuman. Aku sudah biasa minum, hanya saja dalam batas wajar. Meskipun Opa membebaskan apapun padaku.
Malam itu, Ainsley sedikit mabuk. Dia mulai bicara dengan setengah sadar. Membuat aku takut di buatnya. Dengan bantuan supir aku mengantarkannya pulang ke apartemennya. Aku bertanya alamat dan nomor apartemennya pada salah seorang teman dekatnya. Tentu saja aku takut mengantarkan dia pulang ke rumahnya.
Aku membopong Ainsley yang sempoyongan sampai di depan pintu apartemennya. Dengan satu tangan, aku mencari kartu apartemen di dalam tas tangannya. Dan pintu berhasil terbuka.
Aku membawanya untuk masuk ke kamar yang aku yakini sebagai kamarnya, karena terlihat terawat dan ada walk in closed nya juga. Ku baringkan tubuh ramping itu di tempat tidurnya.
"Kamu tidur saja, aku harus pulang!" ucapku lirih yang entah akan di dengar atau tidak saat itu.
"Kamu tidur di sini saja, Sayang!" ucapnya, yang tak ku sangka dia masih sadar.
"Kamu mabuk! jangan sembarangan bicara!"
"Siapa bilang!" ucapnya sambil duduk dan menarik pinggangku lalu memelukku, dan menyandarkan kepalanya di perutku. "Aku masih sadar Devan sayaaaang!" ucapnya dengan suara berat.
"Kamu tidak sepenuhnya sadar!" ucapku sambil mengusap kepalanya.
Ainsley berdiri sambil menatap mataku dengan tatapan seolah ingin memangsa ku hidup - hidup. Dia melakukan hal yang tidak pernah kubayangkan sebelumnya.
Dan satu kalimat yang dia ucapkan di akhir permainan kami, membuat aku enggan untuk melihat gadis itu lagi. Aku pergi dari apartemennya tanpa sepatah katapun, bahkan tanpa menunggunya keluar dari kamar mandi.
Dengan perasaan yang seharusnya bahagia karena suatu kepuasan sempurna yang pertama kali aku rasakan, justru berakhir dengan rasa benci yang luar biasa. Kalimat itu terus terngiang di telingaku hingga aku menjatuhkan tubuhku di ranjang kamar ku.
Selain mendapati cinta pertamaku tak lagi perawan, ucapan terakhirnya membuat aku tidak bisa tidur semalaman. Aku menatap langit - langit kamar dengan perasaan kesal.
Ainsley masih sering mencari ku di sekolah dan di tempat - tempat biasa aku nongkrong. Tapi aku selalu menghindar dan menjauhi dia sepenuhnya. Bahkan sampai satu tahun kemudian.
Dan Ainsley sudah tidak lagi mencari ku, saat aku sengaja meminta bantuan teman perempuan ku, untuk berpura - pura menjadi kekasihku. Dan dengan sengaja aku berciuman mesra dengannya di depan Ainsley, saat dia datang ke tempat aku biasa nongkrong.
Tahun - tahun berlalu, sampai akhirnya kekesalan yang kusimpan itu membuatku mendapat julukan Tuan Casanova. Entah karena balas dendam atau bagaimana, yang jelas aku merasa puas dengan julukan itu.
Dengan bantuan Author receh ini, aku akan mengisahkan kisah hidupku setelah aku mendapat tantangan dari istri Alexander untuk segera menikah. Saat mereka sedang berbulan madu di Bali.
"Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya ku suatu ketika pada gadis yang tiba - tiba berada di kursi penumpang mobilku.
"Bantu aku, please!" ucapnya memohon, lalu langsung berjongkok di bawah kursi.
Aku melihat sekitar tempat parkir itu dan aku mendapati ada empat orang berpakaian hitam yang tampak mencari seseorang.
"Kamu maling!"
"Bukanlah!" jawabnya cepat. "Apa ada maling secantik diriku!" ucapnya.
Seketika aku tergelak dengan jawabannya. Aku menahan senyum dengan melihat sekitar yang hanya memperlihatkan empat orang berseliweran.
"Cepat pergi dari sini!" ucapnya.
"Kenapa?" tanya ku santai.
"Ayolah! aku mohon!"
"Baiklah!" jawabku.
Aku melajukan mobil meninggalkan parkiran Mall itu, tanpa di curigai sedikitpun oleh empat orang berpakaian hitam itu.
"Who is your name?" tanyanya pada ku setelah kembali duduk di kursi penumpang di sampingku.
"My name is Devan!"
Ini novel ketiga Author. Sebelum membaca novel ini di sarankan membaca novel I LOVE YOU DOSEN! di platform yang sama.
Jangan lupa tinggalkan jejak kehadiran teman - teman, dengan cara Like dan Komentar. Lebih - lebih meninggalkan hadiah. Hehe.
Terima kasih,
Salam Lovallena.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 122 Episodes
Comments
epifania rendo
mampir thor
2023-05-21
1
Chandra Dollores
spada.......
2022-06-26
1
auliasiamatir
salam kenal Thor, untuk pertama kalinya aku hadir di sini novel ini langsung jadi favorit vku.
2022-03-26
1