NovelToon NovelToon

Cinta Tuan Casanova

My Name Is Devan!

Kehidupan dan tradisi di setiap sudut bumi memang selalu berbeda. Tak di pungkiri perbedaan yang signifikan pun bisa di alami anak kembar seperti kami.

Terlahir dari rahim yang sama dan perbedaan waktu yang hanya dalam hitungan menit juga wajah dan postur tubuh yang sama. Nyatanya tak membuat kami terlahir dengan sifat yang sama.

Ya! mungkin saja semua terjadi karena kami di asuh oleh orang yang berbeda dan negara yang berbeda. Jika Kakak ku Alexander di asuh penuh oleh orang tua ku selama 9 tahun, maka aku di asuh Oma dan Opa sejak aku di lahir kan. Karena alasan suatu hal, sehingga Papa Haidar dan Opa Felix memutuskan untuk membawaku ke London, England.

Negara yang pada akhirnya menjadi tanah airku, karena semua identitas ku di ubah menjadi warga London. Di tambah Papa enggan meneruskan perusaan Opa, karena Papa sudah memiliki perusahaan yang tak kalah besar di Indonesia dan beberapa negara lainnya. Sehingga akulah yang perkenalkan sebagai sang pewaris FG corp.

Aku begitu di manjakan dengan berbagai fasilitas. Di usia ku yang masih lima tahun aku sudah di berikan sebuah kartu gold oleh Opa, untuk ku bawa kemana pun aku pergi bersama Pengasuh dan juga Pengawal khusus untukku. Aku gemar membeli mainan pada saat itu, bahkan di luar batas normal anak membeli mainan pada umumnya. Dan saat di jalan aku berikan pada anak - anak yang aku temui. Ataupun pada teman - teman sekolah ku yang memintanya. Ya! karena saat itu aku tidak tau kalau untuk bisa punya uang kita harus bekerja.

Sebenarnya saat itu adalah bentuk frustasi ku pada kedua orang tua ku juga Opa dan Oma. Saat berusia 4 tahun aku baru tau, kalau aku ternyata kembar dan kami di pisah sejak bayi. Aku sering bertemu Alexander sejak kecil, dan aku sadar kami mirip. Tapi aku tidak menyangka jika kami kembar.

"Kenapa harus aku yang di jauhkan dari orang tua ku?" tanyaku saat itu.

3 tahun kemudian barulah aku paham dunia bisnis yang bisa saja kejam tanpa aba - aba. Dan aku menyadari frustasi ku selama ini salah, saat Alexander pun pada akhirnya harus di asing kan. Wajah kami tidak pernah di munculkan saat itu, dan itu membuat musuh Papa pun kesulitan menemukan Alexander. Dan saat itu, barulah aku bersyukur. Aku masih bisa hidup bebas di sini, London.

Aku mulai tumbuh selayaknya anak muda di usiaku, hanya saja Opa mulai mengarahkan aku pada komitmen menjadi pewaris tunggalnya. Dan aku mulai membagi waktu ku antara sekolah, bermain dengan teman - teman ku juga mendengar pengalaman Opa selama berbisnis. Beliau berharap aku akan menjadi pebisnis bertangan dingin seperti beliau.

Saat aku berusia 15 tahun, aku jatuh cinta pada seorang gadis yang 5 tahun lebih tua dari ku. Dia Mahasiswi semester 4 di London University. Aku mengenalnya saat aku secara tidak sengaja menabraknya di salah satu pusat perbelanjaan. Dan kembali tidak sengaja bertemu saat kami kembali ke mobil kami yang terparkir bersebelahan. Dan aku mengenalnya dengan nama Ainsley Caroline. Gadis cantik berambut pirang berdarah Inggris dan cinta pertama ku.

Dan saat itu kami membuat janji untuk bertemu di London Eye pada akhir pekan. Sebelum aku masuk ke mobil ku kami sempat bertukar nomor ponsel. Bak jatuh cinta pada pandangan pertama, malam itu juga kami mulai berkomunikasi. Semakin hari semakin banyak yang kami ceritakan.

Hingga hari Minggu itu tiba . . .

Kami bertemu tepat di bawah London Eye. Dengan baju santai ku dan kaca mata hitam, aku berjalan mendekati dia yang sudah menunggu dengan berpakaian santai dan terlihat sangat cantik menurutku.

"Hai!" sapa ku.

"Halo!" jawabnya.

"Kamu cantik sekali!" pujiku.

"Terima kasih!" jawabnya dengan senyuman yang membuatku seakan meleleh.

"Naik yuk!" ajak ku untuk menaiki London Eye.

"Ayuk!" jawabnya singkat dan langsung merangkul lenganku, membuat aku sedikit shock dan canggung.

Kami berjalan bersama untuk membeli tiket. Hingga kami masuk ke dalam kapsul dia masih bergelayut di lenganku. Tentu saja hati ku terasa bergetar. Kami menikmati pemandangan kota London sambil sesekali dia mengambil foto kami bersama.

Hingga hari menjelang malam, aku masih bersamanya. Dan kami menyempatkan untuk makan malam bersama, sebelum akhirnya kami berpisah di parkiran restoran, untuk memasuki mobil masing - masing dan pulang sendiri - sendiri.

Aku duduk di kursi belakang dengan senyum - senyum sendiri. Mengingat suasana makan malam tadi. Kami makan di ruang VIP, sehingga kami terpisah dengan pengunjung lainnya. Saat kami hendak keluar dari ruangan itu, tiba - tiba dia menarik tanganku dan memberi kecupan di bibirku. Sungguh tak ku sangka dia akan memberiku kecupan lembut pada bibirku yang belum pernah di cium siapapun.

"Wah! sepertinya Tuan muda sedang jatuh cinta!" goda supir yang membawaku.

"Tch! diam!" jawabku yang bingung harus menjawab apa.

"Hehe, maaf Tuan muda!" ucap supirku sambil melirik ku daei kaca tengah.

Hari - hari kami lalui bersama, dia sering datang ke sekolahku untuk menjemput ku dan pergi bersama. Aku dengan senang hati menemaninya belanja di Mall atau sekedar makan. Dia bukan gadis materialistis, dia sering menolak jika aku membayar belanjaannya. Dan itu menjadi nilai plus darinya, di jaman yang konon katanya banyak gadis yang hanya mengincar harta.

Dan aku sempat terkejut saat pertama kali melihat dia membayar membayar menggunakan kartu. Ya! black card adalah kartu miliknya. Dimana aku yang masih di beri Opa kartu platinum.

Suatu hari di malam Valentine, dia mengajakku untuk menghadiri pesta Valentine di aula kampusnya. Dengan dress pink muda nya dia menggandeng lenganku masuk ke dalam aula setelah menyerahkan kartu undangan.

Pesta yang di dominasi oleh Mahasiswa itu tentu saja banyak sekali jenis minuman. Aku sudah biasa minum, hanya saja dalam batas wajar. Meskipun Opa membebaskan apapun padaku.

Malam itu, Ainsley sedikit mabuk. Dia mulai bicara dengan setengah sadar. Membuat aku takut di buatnya. Dengan bantuan supir aku mengantarkannya pulang ke apartemennya. Aku bertanya alamat dan nomor apartemennya pada salah seorang teman dekatnya. Tentu saja aku takut mengantarkan dia pulang ke rumahnya.

Aku membopong Ainsley yang sempoyongan sampai di depan pintu apartemennya. Dengan satu tangan, aku mencari kartu apartemen di dalam tas tangannya. Dan pintu berhasil terbuka.

Aku membawanya untuk masuk ke kamar yang aku yakini sebagai kamarnya, karena terlihat terawat dan ada walk in closed nya juga. Ku baringkan tubuh ramping itu di tempat tidurnya.

"Kamu tidur saja, aku harus pulang!" ucapku lirih yang entah akan di dengar atau tidak saat itu.

"Kamu tidur di sini saja, Sayang!" ucapnya, yang tak ku sangka dia masih sadar.

"Kamu mabuk! jangan sembarangan bicara!"

"Siapa bilang!" ucapnya sambil duduk dan menarik pinggangku lalu memelukku, dan menyandarkan kepalanya di perutku. "Aku masih sadar Devan sayaaaang!" ucapnya dengan suara berat.

"Kamu tidak sepenuhnya sadar!" ucapku sambil mengusap kepalanya.

Ainsley berdiri sambil menatap mataku dengan tatapan seolah ingin memangsa ku hidup - hidup. Dia melakukan hal yang tidak pernah kubayangkan sebelumnya.

Dan satu kalimat yang dia ucapkan di akhir permainan kami, membuat aku enggan untuk melihat gadis itu lagi. Aku pergi dari apartemennya tanpa sepatah katapun, bahkan tanpa menunggunya keluar dari kamar mandi.

Dengan perasaan yang seharusnya bahagia karena suatu kepuasan sempurna yang pertama kali aku rasakan, justru berakhir dengan rasa benci yang luar biasa. Kalimat itu terus terngiang di telingaku hingga aku menjatuhkan tubuhku di ranjang kamar ku.

Selain mendapati cinta pertamaku tak lagi perawan, ucapan terakhirnya membuat aku tidak bisa tidur semalaman. Aku menatap langit - langit kamar dengan perasaan kesal.

Ainsley masih sering mencari ku di sekolah dan di tempat - tempat biasa aku nongkrong. Tapi aku selalu menghindar dan menjauhi dia sepenuhnya. Bahkan sampai satu tahun kemudian.

Dan Ainsley sudah tidak lagi mencari ku, saat aku sengaja meminta bantuan teman perempuan ku, untuk berpura - pura menjadi kekasihku. Dan dengan sengaja aku berciuman mesra dengannya di depan Ainsley, saat dia datang ke tempat aku biasa nongkrong.

Tahun - tahun berlalu, sampai akhirnya kekesalan yang kusimpan itu membuatku mendapat julukan Tuan Casanova. Entah karena balas dendam atau bagaimana, yang jelas aku merasa puas dengan julukan itu.

Dengan bantuan Author receh ini, aku akan mengisahkan kisah hidupku setelah aku mendapat tantangan dari istri Alexander untuk segera menikah. Saat mereka sedang berbulan madu di Bali.

"Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya ku suatu ketika pada gadis yang tiba - tiba berada di kursi penumpang mobilku.

"Bantu aku, please!" ucapnya memohon, lalu langsung berjongkok di bawah kursi.

Aku melihat sekitar tempat parkir itu dan aku mendapati ada empat orang berpakaian hitam yang tampak mencari seseorang.

"Kamu maling!"

"Bukanlah!" jawabnya cepat. "Apa ada maling secantik diriku!" ucapnya.

Seketika aku tergelak dengan jawabannya. Aku menahan senyum dengan melihat sekitar yang hanya memperlihatkan empat orang berseliweran.

"Cepat pergi dari sini!" ucapnya.

"Kenapa?" tanya ku santai.

"Ayolah! aku mohon!"

"Baiklah!" jawabku.

Aku melajukan mobil meninggalkan parkiran Mall itu, tanpa di curigai sedikitpun oleh empat orang berpakaian hitam itu.

"Who is your name?" tanyanya pada ku setelah kembali duduk di kursi penumpang di sampingku.

"My name is Devan!"

Ini novel ketiga Author. Sebelum membaca novel ini di sarankan membaca novel I LOVE YOU DOSEN! di platform yang sama.

Jangan lupa tinggalkan jejak kehadiran teman - teman, dengan cara Like dan Komentar. Lebih - lebih meninggalkan hadiah. Hehe.

Terima kasih,

Salam Lovallena.

Yocelyn!

Alexander yang tengah berbulan madu di pulau Bali, menerima panggilan vidio call di kamarnya dari Rakha yang masih menginap di kamar hotel Devan. Saat jam dindingnya menunjukkan pukul 10 malam waktu Bali.

"Kalian ini mengganggu saja!" ucap Alex kesal.

"Haha!" tawa Rakha dan Devan bersamaan.

"Sudah berapa kali bro!" tanya Devan meledek.

"Bukan urusanmu!"

"Hahaha!" tawa dua orang yang duduk bersandingan.

"Sensitif amat!" ucap Devan.

"Anak perjaka Mama Adelia sudah habis rupanya!" ledek Rakha.

"Kau juga cepat menikah sana!" ucap Devan pada Rakha di sampingnya. "Hampir kepala tiga, belum juga di pakai!" ledek Devan.

"****! sialan kau!" memukulkan bantal sofa ke wajah Devan.

"Hahaha! Devander benar, kau itu playboy! tapi masih perjaka!"

"Bagus kan! almarhumah Mama ku pasti bangga, anaknya tidak asal tancap!" melirik Devan dengan nada meledek dan menekan kata tancap.

"Kau menyindirku!" tanya Devan kesal.

"Kau merasa?" tanya Rakha dengan senyum menantang.

"Tentu saja!" jawab Devan kesal, "mulutmu bicara pada Alexander, tapi matamu melirik ku!" memukul lengan Rakha.

"Bukankah kau mengakui kalau kau itu seorang Casanova!" ucap Rakha dengan nada menantang.

Devan menatap tajam mata Rakha di sampingnya.

"Hahaha!" Alexander terkekeh melihat layar ponselnya yang menampilkan saudara dan sahabatnya tengah berdebat.

"Diam!" ucap Devan dan Rakha bersamaan melihat layar ponselnya yang menunjukkan Alexander duduk di sofa.

Bukannya diam Alexander justru terpingkal - pingkal melihat dua orang itu.

"Bukankah lebih untung jadi Casanova dari pada sekedar jadi Playboy!" ucap Devan membela diri.

"Lebih untung?" Rakha mengerutkan keningnya, "apa maksudmu?" lanjutnya.

"Tch!" Devan berdecih sambil menyandarkan punggungnya di sofa, "sekedar playboy doang paling kau cuma dapat bibirnya, dan sesekali dapat ininya" mengarahkan kedua tangannya ke dadanya dengan membentuk bulatan.

Rakha melongo melihat gerak gerik tangan Devan dan ekspresi Devan secara bergantian.

"Kalau Casanova kau akan dapat semuanya!" tangan Devan sudah meliuk - liuk membentuk apa saja.

Rakha semakin melongo di buatnya.

"Kau gila!" pekik Rakha kembali memukul Devan dengan bantal sofa.

"Hahahaha" Alexander semakin tertawa melihat si Playboy dan si Casanova berdebat.

"Aku tidak gila bodoh! itu kenyataan!" ucap Devan kesal menyilangkan tangan di dadanya.

"Kau tinggal di luar negeri, mungkin itu biasa! sementara di sini? kalau Mama ku masih ada bisa - bisa aku di potong - potong kalau kelakuanku sama sepertimu!"

"Buktinya Mama biasa saja padaku!" ucap Devan membela diri.

"Itu karena Oma dan Opa mu yang membebaskan mu mengikuti pergaulan di sana!" ucap Rakha dengan nada tinggi, "kau lihat Alexander, jangankan anunya terpakai, 29 tahun hidup, hanya 2 kali jatuh cinta, itu pun ternyata gadis yang sama!" ucap Rakha dengan senyum mengejek.

"Kau sudah bosan hidup, Kha!" ucap Alexander menatap tajam pada Rakha.

"Hahaha" Devan tertawa, "saudara kembar ku itu memang bodoh. Tidak tau indahnya warna - warni percintaan"

"Heh! siapa yang yang berani mengatai suami ku bodoh!" teriak Jova yang duduk di sofa sebrang Alexander.

"Busett!" pekik Devan dan Rakha yang terlonjak kaget.

"Tau rasa kalian!" ucap Alexander dengan tawa mengejek.

"Aku lupa kalau istrinya bisa galak!" bisik Devan pada Rakha.

"Sepertinya sebentar lagi kau akan dapat pencerahan!" balas Rakha berbisik pada Devan.

"Bukan aku, tapi kita!" sahut Devan.

Jova berpindah duduk di pangkuan Alexander dengan menyilangkan tangan di dadanya. Menghadap ponsel Alexander yang di letakkan di atas meja. Sehingga Devan dan Rakha dengan jelas bisa melihat Jova yang menatap mereka tajam. Dengan kompak mereka menelan ludahnya dengan sangat susah. Alexander menyeringai di balik pundak Jova begitu melihat perubahan ekspresi mereka.

"Kau yang mulai" ucap Devan pelan menyenggol lengan Rakha.

"Kau yang mengatai!" balas Rakha pelan, menyenggol balik lengan Devan.

"Hey! jangan bisik - bisik!" ucap Jova dengan nada tinggi, "apa yang kalian bahas, dari tadi ini, itu anu!" ucap Jova membuat Alex terkekeh "kalian berdua itu tidak sadar, kalau kalian itu sama saja!. Menikah sana jangan main sana main sini!"

"Tunggulah, Nyonya Alexander, kami masih mencari!" jawab Devan.

"Mencari apa!" tanya Jova, "mencari yang bisa di mainkan lagi?"

Rakha dan Devan saling tatap dan menelan ludahnya dengan lebih susah lagi, begitu menyadari kalau mereka masih suka main - main dengan perasaan. Kemudian bersamaan menatap layar ponsel yang memperlihatkan Jova dan Alexander.

"Em.. begini Nona muda, kami ini masih menentukan mana yang pantas untuk kami nikahi" ucap Rakha, yang di ikuti Devan dengan mengangguk setuju.

"Aku tantang kalian dalam setahun ini harus sudah menikah, kalau masih main - main aku anggap kalian pasangan homo!"

"WHAT!" pekik Devan dan Rakha yang seketika membuang muka, memberi jarak pada duduk mereka di sofa.

Alexander tertawa lucu dan geli melihat mereka berdua.

"Aku akan segera menikah!" ucap Rakha menghadap Devan.

"Aku juga!" sahut Devan menghadap Rakha.

"Gitu dong!" ucap Jova.

"Buktikan kalau kalian tidak takut dengan tantangan istriku. Jangan main - main terus!" ucap Alexander.

"Iya iya!" jawab Devan menyenggol lengan Rakha.

"Ya sudah Bos dan Bu Bos, silahkan melanjutkan waktu indah kalian, hehe" ucap Rakha, "kami harus kembali berdiskusi masalah pekerjaan" ucap Rakha dengan senyum kikuk.

"Hemm!" jawab Alexander sambil mematikan ponselnya.

"Aku bisa di kutuk kalau lama - lama mengobrol dengan istri Alexander" ucap Devan pada Rakha setelah mematikan vidio call di ponselnya.

"Sama!" sahut Rakha menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Bisa - bisa aku malah di telan hidup - hidup!" lanjut Rakha.

# # # # # #

Private jet berlogo FG corp mengudara kembali ke negaranya, Inggris. Devan bersama Opa dan Oma kembali ke London setelah pesta pernikahan Alexander selesai.

Dalam perjalanan Devan memikirkan ucapan Jova yang memintanya untuk segera menikah. Dan mengakhiri main - mainnya dengan gadis - gadis di luar sana. Dia mulai berfikir akan kesalahannya selama ini. Tapi dia bingung, karena tak ada satu gadis pun yang memikat hatinya setelah berakhirnya hubungannya dengan cinta pertamanya, Ainsley.

Dia sempat menaruh hati pada Jova, saat dia belum tau, kalau Jova ada incaran Alexander. Dan segera mengakhiri perasaannya sebelum tumbuh dan menimbulkan keburukan suatu hari nanti.

Dan selama bertahun - tahun ini, tak ada lagi gadis yang mampu membuat hatinya bergetar. Devan menatap pemandangan di luar jendela bulat pesawat.

Ada berjuta gadis di London dengan berbagai darah asli maupun campuran. Tapi kenapa tak ada satu gadis pun yang membuatku jatuh cinta? ucapnya dalam hati.

Hingga pesawat mendarat sempurna di Bandara, Devan masih diam dengan pikirannya. Dan tersadar saat sang Opa menepuk pundaknya.

"Devan! ayo turun!" ucap Opa.

"Eh! iya Opa!" jawab Devan yang langsung melepas seat belt nya.

Devan turun dari pesawat dan berjalan di samping Opa dan Oma, hingga masuk ke mobil yang sudah di siapkan Pengawalnya.

# # # # # #

Di suatu hari yang cerah, seorang gadis cantik berkulit putih mulus, berambut hitam kecoklatan, berusia 21 tahun duduk di balkon kamarnya. Dengan seorang Asisten pribadinya yang setia duduk di sampingnya.

"Erin! aku bosan!" ucapnya pada sang Asisten yang bernama Erina.

"Nona Yocelyn ingin keluar?" tanya Erin.

"Iya!" jawab Yocelyn, "tapi ingin pergi tanpa Pengawal! apa kamu bisa membantuku?" tanya Yocelyn berbisik pada Erin.

"Maaf Nona, saya tidak bisa membantu dalam hal itu!" jawab Erin sedikit menunduk hormat.

"Tch!" Yocelyn berdecih kesal dan berdiri menghadap pagar balkon berlapis kaca setinggi satu setengah meter. Menatap dua Pengawal yang berdiri di bawah dnegan bergantian mendongak ke arahnya. Yocelyn menyebikkan bibirnya melihat mereka tang tampak sangat setia pada Daddy nya.

"Jika Nona ingin jalan - jalan, mari! kami akan mengantar Nona!" ucap Erin sopan.

"Antar aku ke Bank saja, aku kehabisan uang cash!" ucap Yocelyn.

"Baiklah Nona, silahkan!" ucap Erin mengarahkan Yocelyn untuk kembali masuk ke kamar dan keluar dari pintu utama kamarnya yang di jaga dua Pengawal.

Yocelyn Charlotte Anderson

Erin berjalan sedikit di belakang Yocelyn dengan membawa handbag mewah milik Yocelyn. Dua Pengawal yang berdiri di pintu mengikuti langkah mereka berdua hingga mereka berdua masuk ke dalam mobil. Di ikuti dua Pengawal yang duduk di kursi depan. Dua Pengawal yang tadi di bawah pun ikut masuk ke mobil lainnya dan mengikuti kemanapun mobil yang membawa Yocelyn.

Erina adalah gadis berusia 22 tahun berdarah Indonesia asli. Yang di pekerjakan secara khusus oleh Mommy Yocelyn untuk menjadi Asisten pribadi Yocelyn. Mommy berpegang teguh pada pendiriannya untuk menjaga putri tunggalnya, seperti orang Indonesia menjaga anak gadisnya.

Erina Abigail

Mommy Yocelyn, memperkerjakan gadis yang berusia tak jauh berbeda dengan usia Yocelyn. Agar selain menjadi Asisten bisa menjadi sahabat Yocelyn. Sehingga Yocelyn tak perlu punya teman lagi di London. Mengingat kehidupan orang - orang di London selain mahal juga bebas.

Demi memenuhi keinginan istrinya, Daddy Yocelyn menurunkan empat Pengawal sekaligus, yang di tugaskan secara khusus untuk mengawal kemanapun Yocelyn pergi.

Salam kenal dari Yocelyn!

Jangan lupa tinggalkan jejak kalian ya Kakak! Segala bentuk dukungan Kakak sangat berarti untuk Author.

Terima kasih,

Salam Lovallena.

Cantik!

"Cerah sekali hari ini" gumam Devan yang sedang melajukan mobilnya lambat menyusuri jalan raya London.

Pandangan matanya menyusuri tepi jalan raya London yang banyak pejalan kaki berseliweran. Devan melihat kumpulan beberapa Mahasiswa yang sedang mengobrol di tepi jalan. Membuatnya mengenang masa kuliahnya. Yang banyak dia gunakan untuk bermain hingga mendapatkan julukannya di banding serius dengan kuliahnya.

Beberapa saat berlalu, Devan menghentikan mobilnya di tempat parkir yang tersedia di sebuah taman. Devan keluar dari mobilnya, dan menyandarkan tubuhnya di mobil sportnya dengan memasukkan kedua tangannya di saku celana. Mengamati taman yang di penuhi muda - mudi yang tengah bercumbu, ada juga beberapa muda - mudi yang berkelompok sambil bercanda ria.

"Kenapa aku dulu tidak menyempatkan diri seperti mereka?" gumamnya lirih.

Devan berjalan sendiri di tepi taman. Biasanya dia akan di temani sang Asisten jika mengunjungi tempat - tempat seperti itu. Hingga langkahnya terhenti di sebuah toko kecil yang menjual aneka kue. Devan mengamati berbagai macam kue yang di pajang.

Kue ini kan kesukaan Oma! batin Devan melihat beberapa model kue berukuran kecil.

"Selamat datang di toko kami!" sapa penjual, "mau kue yang seperti apa, Tuan?" tanya sang penjual.

"Aku mau lihat - lihat dulu!" jawab Devan tanpa menoleh pada sang penjual.

"Iya, silahkan Tuan!"

"Aku mau yang ini!" ucap Devan menunjuk simulasi square cream dan simulasi rose berukuran kecil.

"Mau yang warna apa, Tuan?"

"Semua warna!" jawab Devan.

"Baik, Tuan! tunggu sebentar!" ucap penjual sambil mengambil dua kotak kardus untuk membungkus kue.

"Berapa totalnya?" tanya Devan menanyakan harganya.

"Square Rp. 294.000,- dan Rose Rp. 252.000,- Totalnya Rp. 546.000,- Tuan!" jawab Sang penjual.

Devan membuka dompetnya, dan terlihat berjajar kartu dengan berbagai jenis. Devan mengeluarkan kartu berwarna gold, karena yang dia beli bukan barang mahal. Lalu menyerahkan pada penjual itu.

"Maaf, Tuan! kami hanya menerima pembayaran cash," ucap si penjual, "karena kami tidak menyediakan mesin debit!"

Devan membuka dompetnya untuk mencari uang cash, dan hanya ada satu lembar uang. Karena dia tidak terbiasa menyimpan uang cash dengan jumlah banyak sebelumnya. Di tambah ini kali pertama dia beli di toko kecil seorang diri. Biasanya Asistennya yang selalu membayarnya.

"Maaf, di dompet saya tidak ada uang cash yang cukup," ucap Devan, "Di mana ya, mesin ATM di dekat sini?" tanya Devan.

"Tuan bisa berjalan lurus ke arah jalan utama, lalu tengok kanan. Nanti Tuan pasti menemukannya. Tepat di tepi jalan utama! ada beberapa ATM di sana." jelas sang penjual.

"Baiklah, tolong di tunggu sebentar!"

"Baik, Tuan!" ucap si penjual.

Devan berjalan ke arah yang di maksud penjual itu. Setelah sampai di ujung jalan, Devan menengok kanan jalan yang menunjukkan tempat untuk tarik tunai. Dan melihat dua orang gadis turun dari pintu penumpang sebuah mobil mewah. Satu masuk ke ruang ATM, satu lagi berdiri di depan pintu ruang ATM. Devan berjalan mendekati ATM itu, bersamaan dengan satu orang laki - laki berbaju pengawal turun dari pintu penumpang depan.

"Maaf, Nona!" ucap Rakha pada gadis di depan pintu, "ATM sebelahnya kosong! kenapa tidak masuk?" tanyanya.

"Saya hanya menunggu Nona saya, Tuan!" ucap gadis itu.

"Oh begitu," Devan mengangguk, "jadi boleh saya masuk?" ucap Rakha pada gadis itu, karena gadis itu menghalangi pintu. "Saya buru - buru!" ucapnya.

"Oh silahkan! maaf, Tuan!" ucap gadis itu menyingkir dari depan pintu.

Devan mengangguk pelan, lalu masuk ke ruang ATM yang berisi dua mesin ATM. Devan sempat melirik sekilas gadis yang sedang menarik uang.

Banyak sekali! untuk apa Nona muda seperti dia menarik uang sebanyak itu! batin Devan, lalu memasukkan kartu debitnya.

Sesekali Devan melirik gadis di sampingnya yang langsung memasukkan uang ke dalam tas ranselnya setelah keluar dari mesin ATM. Devan mengangkat sudut bibirnya heran. Karena gadis itu sesekali melihat ke arah gadis yang menunggu di luar.

"Tidak mungkin kamu maling kan?" ucap Devan pada gadis itu setelah menarik uang dan kartunya.

"Enak saja!" celetuk gadis itu menyebikkan bibirnya. "Jangan sembarangan kamu kalau ngomong!" ucap gadis itu ketu tanpa melihat Devan.

"Haha! sorry bercanda!" ucap Devan. "Duluan ya!" ucap Devan yang di acuhkan gadis itu.

Devan keluar dari ruang ATM dan langsung melangkahkan kakinya kembali ke toko cake tadi.

Sementara gadis itu tetap sibuk menarik uang tunau dari beberapa kartu yang ada di dompetnya. Setelah merasa cukup karena tasnya penuh, barulah dia keluar dari ruang ATM itu.

# # # # # #

Setelah membayar cake yang dia pesan, Devan kembali ke mobilnya dan meninggalkan area parkir. Bersamaan dengan gadis yang menarik uang di ATM masuk ke mobilnya. Devan sengaja melajukan mobilnya tepat di belakang mobil yang membawa gadis itu.

"Jika di lihat - lihat, gadis itu bukan dari keluarga sembarangan. Dia juga terlihat masih muda dan polos. Untuk apa menarik uang tunai sebanyak itu di mesin ATM?" gumam Devan lirih. "Kalau ingin belanja mahal kan tinggal pakai kartunya, kenapa harus membawa uang sebanyak itu? Gerak geriknya di dalam ATM pun sangat mencurigakan!"

Devan terus mengikuti mobil itu, hingga mobil itu berhenti di sebuah restoran mewah. Devan pun reflek ikut memarkirkan mobilnya di sana. Gadis itu turun bersama dengan gadis yang menunggu di depan pintu, juga seorang Pengawal yang turun tadi.

Devan berjalan ke arah pintu masuk tepat di belakang mereka. Sang Pengawal yang mengikuti mereka berhenti di depan pintu lalu berdiri di samping pintu.

Siapa gadis itu? kenapa Pengawalannya begitu ketat? batin Devan sambil melewati Pengawal itu.

Devan duduk tidak jauh dari meja mereka berdua. Tampak makanan mereka langsung di hidangkan begitu dua gadis itu duduk. Sementara Devan hanya memesan jus jeruk dan kentang goreng.

Devan terus mengamati gadis itu dengan seksama. Melihatnya dari ujung kaki hingga ujung rambut.

Cantik! batin Devan dengan mengangkat sebelah sudut bibirnya.

Lalu kembali menatap layar ponselnya, agar tidak terlihat kalau dia sedang mengikuti gadis itu.

Cara makannya juga sangat sopan dan sangat elegan! siapa sebenarnya gadis ini? batin Devan lagi.

Setelah setengah jam berlalu, gadis itu menyelesaikan makanannya. Dan langsung di ikuti gadis di depannya yang seketika ikut meletakkan pisau dan garpu nya. Devan kembali mengangkat sudut bibirnya melihat hal aneh di depannya.

"Kemana tujuan Nona selanjutnya?"

"Kampus!" jawab gadis itu ketus, "aku mau meminjam beberapa buku di perpustakaan!" lanjutnya.

"Siap, Nona!"

Mereka keluar setelah kartu yang di keluarkan gadis itu untuk membayar, kembali ke tangannya. Mobil yang membawa dua gadis itu sudah menunggu di depan restauran.

Devan ikut keluar dengan memberi jarak dari mereka. Dengan langkah cepat Devan kembali ke mobilnya. Dan langsung mengikuti mobil gadis itu yang sudah melaju cepat.

Dengan menggunakan mobil sportnya, Devan berhasil kembali mengimbangi kecepatan mobil itu. Hingga mobil itu masuk ke gerbang London University. Devan tidak menghentikan mobilnya, dia hanya melihat mobil itu yang sudah menghilang dari gerbang kampus.

"Gadis itu kuliah di sini rupanya!" gumam Devan yang melajukan mobilnya lambat.

Sampai akhirnya Devan melajukan mobilnya cepat untuk menuju mansion. Yang seharusnya di kembali ke kantor dulu, dia justru memilih memberikan cake pada Omanya. Dan berencana tidak kembali ke kantor.

"Omaaaa!" panggil Devan panjang. "Omaa!" panggilnya lagi.

"Nyonya besar di taman belakang, Tuan muda!" ucap salah seorang maid.

"Hemm!" jawab Devan berjalan ke arah taman.

"Oma!" panggil Devan setelah menemukan Oma dan Opa duduk di kursi menghadap kolam ikan yang cukup luas.

"Ada apa?" tanya Oma setelah Devan duduk di sampingnya.

"Untuk Oma!" ucap Devan menyerahkan dus cake yang dia bawa.

"Terima kasih!" ucap Oma menerima pemberian cucunya itu.

"Tumben kamu kesini?" tanya Opa.

"Tentu saja aku merindukan Oma dan Opa ku yang masih tetap mesra sampai tua!"

"Tentu saja!" sahut Opa cepat.

"Sepertinya kamu sedang bahagia!" ucap Oma yang sudah mengenal betul Devander Gibran.

"Hehe! iya!" jawab Devan.

"Kenapa?" tanya Oma penasaran.

"Rahasia!" jawab Devan cepat.

Oma dan Opa kompak menyebikkan bibirnya. Membuat Devan tergelak dan langsung mencomot satu cake square yang baru saja di buka Oma.

"Katamu buat Oma!" ucap Oma.

"Hehehe!" Devan hanya tersenyum sambil menggigit cake berwarna biru di tangannya.

Jangan lupa tinggalkan Like dan Komentarnya ya Kakak 🙏🙏🙏

Terima kasih,

Salam Lovallena.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!