Ratih

Perih, linu dan sesak Dul Karim rasakan ketika ia berhasil mencapai tanah berumput basah. Sejenak ia melepas lelah lalu merangkak ke atas merasuk ilalang. Hari sudah gelap. Belalang-belalang kembali berloncatan. Derik jangkrik tersembunyi. Kesunyian yang sempurna. Dul Karim mencoba untuk bangkit dan melangkah, tapi ambruk dan sejenak mengumpulkan kekuatan. Napasnya mulai teratur, pegal dan perih kian terasa mendera. Ia pikir, ia sudah mati. Tapi ternyata, ia masih hidup. Ia ingat betul, wajah-wajah garang itu. Dul Karim bersumpah, kalo bertemu lagi pasti ia habisi.

***

Ratih tampak tertidur di jok belakang, di samping Hendrick. Mobil melaju pelan melewati perkampungan yang sudah sepi. Hari sudah malam. Handphone Hendrick berdering, ia pun membukanya.

"Halo Bang, dia sudah kami bereskan." ucap suara dari dalam handphone Hendrick. Hendrick pun mengerti. Itu salah satu anak buahnya yang ia suruh membereskan Dul Karim.

"Ya sudah, kembali ke pos masing-masing," ucap Hendrick lalu menutup teleponnya.

***

Dul Karim melangkah terhuyung-huyung di jalan tanah berumput. Matanya lamur. gelap malam sempurna menangkup bumi. Rupanya awan menghalangi bintang-bintang. Derik jangkrik mengiringi.

Dul Karim tidak hafal keberadaannya kini di mana. Terlalu gelap. Ia terus saja melangkah. Kebetulan ia menemukan satu buah titik terang di ujung jalan. Ia pun menuju titik terang yang jauh di hadapannya itu. Setelah dekat, ia menemukan titik terang itu adalah sebuah warung kopi terpencil di tepi jalan yang sepi di antara sawah dan tegalan. Sepertinya kini ia mulai paham, di mana dirinya sekarang. Sekujur tubuh Dul Karim kotor dan berlumpur, jadi wajar seorang pemilik warung itu tampak aneh menatapi Dul Karim yang kepayahan berjalan terhuyung-huyung.

"Pak, tolong pak, motor saya di begal," bohong Dul Karim. Ia terpaksa berbohong.

"Ini kamu kenapa? Sampai babak belur begini? Duduk dulu, duduk," heran si bapak pemilik warung itu. Beruntung bagi Dul Karim, Bapak-bapak pemilik warung itu orang baik dan tanggap, segera menyambut dan memapah Dul Karim.

"Saya melawan, beruntung senjata tajamnya berhasil saja rebut dan saya buang," cerita Dul Karim. Tidak mungkin ia ceritakan kejadian yang sesungguhnya.

"Ampun yah, memang banyak begal di sini, kamu dari mana mau kemana?" tanya si Bapak itu.

"Boleh saya minta minum dulu," ucap Dul Karim sambil meringis.

"Iya, iya tentu. Bu!" teriak si bapak itu memanggil istrinya sambil ia sendiri berjingkat mengambil dan membuka satu botol air mineral dan membantu Dul Karim minum.

"Bu? Bawa air bersih pake ember," lanjutnya.

"Buat apa sih Pak? Astaghfirullah??? Kenapa ini?" cengang seorang Ibu-ibu begitu ia keluar dan mendapati suaminya sedang mengurus seorang pemuda yang tampak kepayahan dengan pakaian kotor dan wajahnya bonyok.

"Kecelakaan, cepat ambil air," bilang Si Bapak itu.

"Iya, iya." Si Ibu itu pun menurut dan bergegas mengambil air.

"Sebentar, saya telpon anak saya dulu, saya tidak punya perban," ucap si Bapak itu.

***

Villa yang menjadi ajang aksi Dul Karim itu kini ramai dengan perbincangan orang-orang bertampang sedih dan geram. Beberapa Mobil Van dan mobil sedan hitam mengkilat terparkir bersama dua buah mobil ambulans.

Mayat-mayat itu sudah dalam kantong plastik dan segera dimasukan ke dalam ambulans. Ambulans pun berlalu menyibak kerumunan.

"Pak, ini, beruntung uang saya tidak turut dirampas," ramah Dul Karim sambil memberikan selembar uang pada orang yang telah menolong dan merawatnya itu.

Dul Karim dipapah dan dibaringkan di kursi malas yang terbuat dari bambu.

"Ah, simpan saja buat ongkos kamu pulang, Oh iya, sebentar lagi anak saya datang. Ia sudah dapat obat dan kain kasanya, nih SMS-nya," ucap si Bapak itu tampak lega.

"Lain kali kalo lewat jalan sini jangan sendiri, baru magrib aja dulu pernah ada yang di begal ya Pak," cerita si ibu pemilik warung. Ia tampak antusias. Kebohongan Dul Karim memancing cerita panjang.

Tidak lama berselang, anak pemilik warung itu datang dan membawa segala keperluan yang bapaknya sebutkan di telepon. Dul Karim patut bersyukur, lukanya diobati, tubuhnya dibersihkan dan diberi pakaian juga makanan. beruntung pakaian anaknya pemilik warung itu cukup di tubuhnya.

Dul Karim pun istirahat. Ia melahap sebungkus roti, meski gigi dan bibirnya terasa sakit. bagaimanapun ia harus makan sesuatu. perutnya terasa perih. Ia bersumpah, ia harus hidup, ia tidak akan membiarkan anaknya kelak terlahir tanpa sosok seorang ayah. Ingat ke situ, hati Dul Karim merasakan perih yang jauh lebih sakit dibandingkan dengan luka di sekujur tubuhnya. Dul Karim tidak sanggup membayangkan apa-apa lagi, ia lelah dan tidak lama kemudian ia terlelap, menginap di warung itu.

***

Ratih yang tidak sadarkan diri tampak di tidurkan dalam sebuah kamar oleh Hendrick dan supirnya.

"Andai saja, kamu tidak sedang hamil. Urusannya pasti lain," gumam Hendrick sambil menyeringai dan menatap lembut wajah Ratih untuk terakhir kali.

***

Dul Karim tampak kebingungan di sebuah terminal yang ramai.

Iya pikir ingin segera menyusul istrinya.

"Tapi apakah mungkin Hendrick Jujur atas apa yang ia katakan?" pikir Dul Karim. "Kalo Hendrick Jujur, kenapa yang lain mengeroyoknya dan tidak memberikan uangnya??" Lebih jauh ia juga jadi ingat Bos Boim.

"Buat apa Bos Boim susah-susah mengeluarkan aku dari penjara kalo hanya untuk dihabisi sama anak buahnya. Dul Karim jadi ingat tatapan dan ucapan Bos Boim yang begitu yang meyakinkan.

"Tidak mungkin semua ini atas kehendak Bos Boim," pikiran Dul Karim terus membelukar. Lebih dekat sekarang, Dul Karim bingung. Harus kemana sekarang ia pergi. "Menyusul Ratih dengan wajah masih babak belur??" Tidak mungkin Dul Karim rasa. Ratih sangat benci orang berkelahi, apalagi itu sekarang terjadi pada dirinya. "Pulang ke kontrakan?? Ah, untuk apa?" Dul Karim menghela napas.  Uang sewa kontrakan saja belum ia bayar satu bulan ini. "Lagi pula apa yang tersisa di sana? Hanya pakaian dan tidak ada harta benda, yang ada nantinya hanya pertanyaan-pertanyaan para tetangga dan teman-teman." Dul Karim malas pergi ke kontrakan, Dul Karim malas menghadapi pemilik kontrakan dan pertanyaan para tetangga. "Pulang ke rumah dan menghadapi pertanyaan dan Omelan Emaknya???" Dul Karim juga enggan pulang ke rumah. Belum lagi pertanyaan Emaknya, tentang ke mana Ratih. "Aduh," Dul Karim melenguh. Bingung. Tapi tidak lama kemudian, ia ingat suatu tempat dan tempat itu yang sekarang sebagai jawaban satu-satunya. Ia pun bangkit dengan pasti dan meyakinkan diri.

Dul Karim mantap dan berlalu dengan bus menuju luar kota.

Terpopuler

Comments

Rusliadi Rusli

Rusliadi Rusli

mantap

2023-06-03

1

Ayi Hadi

Ayi Hadi

lanjut

2022-10-01

2

Amaryllis

Amaryllis

like back novelku 🙏

2021-09-26

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!