Tempat Pilihan

Teo tampak seksama membolak-balik berkas yang diserahkan seorang anak buahnya. Teo tak ubahnya seorang direktur di perusahaan formal. Ia mengenakan kemeja formal rapi dan berdasi, rambut panjangnya juga terikat rapi dan wajahnya bersih. Tapi siapa sangka, Ia sebenarnya adalah ketua mafia yang menguasai peredaran narkoba dan dunia malam di kota itu. Gerahamnya bergemerutuk kesal. mengamati foto Dul Karim. Awalnya Aksi Dul Karim terekam cctv, lalu di screenshot dan diperjelas.

"Segera cari tau, siapa orang ini," ucap Teo.

"Baik bos," jawab satu anak buahnya yang tadi menyerahkan berkas itu.

Di balik kaca bis yang melaju, wajah Dul Karim yang banyak bagiannya terbalut perban itu, tampak pilu. Tubuhnya lelah, hatinya lelah, tapi otaknya tetap aktif.

Kalo saja dompetnya tidak hilang, ia bisa menelepon sahabatnya yang di Kalimantan dan menanyakan kabar Ratih. Tapi dompet yang memuat nomer-nomer pentingnya hilang dan ia tidak ingat nomer sahabatnya itu. Kembali Dul Karim menapas sesal. Satu keberuntungan yang ia rasa, uangnya ia taruh di saku depan karena terlalu banyak dan tidak muat di dalam dompet.

"Kenapa Nasibku bisa jadi se-sial ini." Ia jadi ingat celoteh temannya dulu, kalo ilmu Kanuragan yang ia pelajari bisa membawa petaka.

Sekali kau gunakan, hidupmu akan berantakan

Ingat ke situ Dul Karim bergidik ngeri. Ia ingat, betapa dulu ia sama sekali tidak percaya dengan ucapan teman dan cerita gurunya yang sering mengingatkan. Ia malah yakin, kalo kekuatan ilmu itu tergantung pada orangnya. Seperti pisau, ada di tangan penjahat pisau bisa jadi alat bukti kejahatan. Tapi sebaliknya, kalo ada di tangan seorang juru masak pisau itu bisa jadi sesuatu yang baik dan perlu.

Setelah turun dari bus, Dul Karim lanjut naik angkot. Turun dari angkot, ia lanjut naik ojek. Ia berhak bernapas lega, aroma perkampungan yang dulu jadi tempat bermainnya waktu kecil segera memenuhi relung jiwanya. Perkampungan yang sepi dan masih banyak pohon-pohon besar dan perbukitan. Ia ingat betul, betapa dulu ia sangat bersemangat mondok dan belajar ilmu beladiri di ujung kampung ini.

Setelah turun dari ojek, ia berjalan kaki di jalan setapak menaiki bukit. Ia jadi membayangkan bagaimana kesehatan sang Guru yang sudah beberapa tahun ini ia tinggalkan. Dul Karim terus melangkah. Jalan setapak itu tampak bersih dan sepertinya masih sering digunakan orang berlalu-lalang untuk naik bukit sekedar mencari kayu bakar atau menemui gurunya dan meminta obat atau jampi.

Sesampainya ke sebuah halaman yang luas Dul Karim tertegun. Halaman tanah yang padat selebar lapang basket itu dulu sering dipakai untuk ia latihan beladiri bersama teman-temannya. Tapi sekarang begitu sepi. Mungkin gurunya sudah terlalu tua untuk melatih beladiri atau sudah tidak ada lagi anak muda yang minat belajar beladiri.

Ditatapnya sebuah rumah yang terbuat dari kayu masih berdiri kokoh dan bersih. Perlahan Dul Karim hampiri. Sepi sampai ke dasar hati. Tercium aroma kemenyan dan aroma bunga-bunga. Seperti bunga melati, bunga kemuning dan sebagainya. Sebelum Dul Karim mencapai pintu, pintu itu ada yang membuka. Sang Guru pun muncul. Kakek tua itu masih tampak sehat dan belum bongkok. Tatapannya masih awas di antara alisnya yang sudah putih. Ia tampak mencermati Dul Karim, mungkin karena wajah Dul Karim sebagian tertutup perban.

"Saya Dul, Abah. Dul Karim," ucap Dul Karim sopan sambil sedikit membungkukkan dada. Tidak perlu waktu lama. Orang tua itu pun Ingat dan mempersilahkan Dul Karim masuk. Di dalam rumah itu tidak ada kursi atau kamar. Cuma ada satu ruangan besar. Satu pojok sebagai dapur, satu pojok sebagai tempat tidur dan satu pojok penuh dengan alat-alat ritual. Dul Karim duduk di lantai kayu yang sudah licin disusul gurunya. Lekat gurunya itu menatap Dul Karim. Tatapan itu seolah bertanya, Dul Karim kenapa?

"Saya telah khilaf Guru, saya memukul mandor bangunan dengan ilmu pukulan itu."

"Itu pasti terjadi," ucap sang Guru pelan sambil membuang muka dan menghela napas sesal.

"Seharusnya ajian itu tidak perlu saya turunkan padamu. Saya juga menyesal telah mempelajari ilmu itu. Kesialan seperti apa yang sekarang kamu alami Dul."

Dul Karim pun menceritakan semuanya dan ujung-ujungnya ia ingin membuang kekuatan itu dari tubuhnya.

Sang Guru menggelengkan kepala.

"Tidak bisa Dul, maaf. Kekuatan itu sudah menjadi bagian dari tubuhmu sekarang. Sepertinya kamu sudah menyelesaikan ritual terakhir yang paling berbahaya." Sampai di situ Dul Karim tampak tak mengerti.

"Maksud Abah, ritual mati suri?" tanya Dul Karim penuh heran, "tidak, saya tidak berani melakukannya. Dulu saja waktu mati geni saja, saya hampir mati sungguhan."

"Sengaja atau tidak sengaja, kamu pernah mati suri," ucap sang Guru. Sepertinya ia yakin dengan apa yang ia ucapkan, ia bisa merasakan aura orang yang ada di dekatnya. Dul Karim pun ingat, ia pernah terbang saat dikeroyok teman-teman Hendrick. Seketika itu Dul Karim merasa nyata dan ringan tidak merasakan apa-apa.

"Sial!" dalam hati Dul Karim jadi merasa ngeri. Ia ingat perkataan gurunya ini ketika menjelaskan ritual-ritual apa saja yang harus ia lalui kalau ingin menguasai jurus pukulan Brajamusti.

Pertama harus banyak gerak, bisa silat atau senam dan menghafalkan jampi tentunya. Jampi-jampinya banyak dan berbeda di setiap tahapan. Kedua, membersihkan diri dari makanan berminyak dan berlemak, artinya menjadi vegetarian. Lalu kalo sudah benar-benar bersih dari lemak dan minyak (biasanya selama seminggu) lalu naik ke tahap ketiga. Puasa mutih selama tujuh hari tujuh malam. Hari pertama makan tujuh kepal nasi dan minum tujuh teguk air, hari kedua makan enam kepal nasi dan minum enam teguk air. Jumlahnya berkurang satu setiap harinya. Setelah selesai, naik ke tingkat nyepi (Bukan dalam arti hari raya agama tertentu) Artinya, mengasingkan diri dari kerumunan, dari gerak, dari siang dan malam dan sebagainya. Tidak boleh terlihat oleh manusia, tidak boleh bergerak dan tidak boleh terkena sinar matahari langsung atau terkena sinar bulan secara langsung pula. Bahkan terkena terpaan angin pun tidak boleh. Dulu Dul Karim Nyepi di dalam sebuah goa. Terakhir kalau sudah nyepi selama seminggu, tinggal ritual terakhir. Ritual terakhirnya adalah mati suri. Jangankan di tahap akhir ini. Di tahap mutih atau nyepi saja orang banyak yang sakit bahkan menjadi gila, apalagi di tahap mati suri di mana caranya dengan sekujur tubuh di ikat tali agar aliran darah berhenti, atau ditenggelamkan selama beberapa menit di air yang tidak mengalir.

Dul Karim membuka telapak tangannya. Ia tatap telapak tangan kanannya itu. Setelah beberapa detik ia merasa semua kekuatan tubuhnya bertumpu di telapak tangannya itu. Hangat terasa. Lama-kelamaan terasa panas.

Terpopuler

Comments

Reo Hiatus

Reo Hiatus

Kami datang membawa LIKE dan mengucap LANJUT .terimakasih🐘🐘🐘🐇🐇🐇🐿🐿🐿🦃🦃🦃🐔🐔🐔🐓🐓🐓🐣🐣🐣🐤🐤🐤🐥🐥🐥🐦🐦🐦🐧🐧🐧🕊🕊🕊🐢🐢🐢🐳🐳🐳🐋🐋🐋🐬🐬🐬🐟🐟🐟🐠🐠🐠🐡🐡🐡🐙🐙🐙🐚🐚🐚🦀🦀🦀🐌🐌🐌🐛🐛🐛🐜🐜🐜🐝🐝🐝🐞🐞🐞🦐🦐🦐🦑🦑🦑 💐💐💐🌸🌸🌸💮💮💮🏵🏵🏵🌹🌹🌹🌺🌺🌺🌻🌻🌻🌼🌼🌼🌷🌷🌷⚘⚘⚘.

2021-04-01

1

Azam Azam

Azam Azam

brajamusti

2021-03-07

2

🍭ͪ ͩ𝕸y💞🅰️nnyᥫ᭡🍁❣️

🍭ͪ ͩ𝕸y💞🅰️nnyᥫ᭡🍁❣️

wah..wah..wah.. action modern boleh jg nih. setelah berkutat dh cersil tradisional... ok..ok.. penisirin..

2020-06-12

4

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!