Sumayah
Gelegar petir menyambar saling bersahutan. Gemuruh angin menggulung bagai hantaman rudal yang memorak-porandakan setiap apa yang dilewatinya. Menerbangkan debu dan dedaunan kering yang berserakan. Mematahkan ranting-ranting pohon yang tak kuasa mempertahankan diri pada induknya. Cahaya kilat seolah berlomba menghantam apa saja yang menghalangi jalannya.
Duar ... duar ... duar!
Tak henti-henti suara itu memekakkan telinga. Sebagian orang menutup indera rungu mereka menggunakan kedua tangan, sebagian orang saling berpelukan berbagi rasa takut yang menguasai hatinya. Dan sebagian lagi berdiri menantang pada langit yang terlihat murka.
Langit tak henti menurunkan airnya, kian lama kian deras dan tak terbendung. Selokan-selokan menggenang oleh sampah yang sengaja dibuang. Air sungai meninggi, laut pun pasang. Tak ada yang berani melangkahkan kakinya keluar rumah.
Kecuali dia yang berdiri di depan jendela kaca yang besar. Di lantai tertinggi sebuah mansion yang dibangun bak istana raja itu. Pandanganya murka, dendam dan kebencian tersirat jelas di maniknya yang kelam. Kini nampak pekat dan dikuasai api amarah.
"Temukan dia! Rampas apa yang ada padanya. Bunuh dia dan buang mayatnya ke lautan!" Suaranya dingin menusuk. Perintah itu tak dapat ditolak mereka-mereka yang berbaris di belakangnya dengan seragam resmi pengawal.
"Baik, Tuan!" sahut mereka serempak.
Sepuluh orang berseragam serba hitam itu, bubar secara teratur saat Tuan mereka mengibaskan tangan ke udara sebagai perintah lanjutan tanpa suara.
Matanya menyipit menatap kilat cahaya yang tak berhenti disuguhkan langit di kegelapan. Ia menopang kedua tangan di belakang tubuh. Tegap dan gagah, rahangnya yang keras mempertegas garis wajah miliknya. Matanya tajam dibingkai bulu mata yang hitam dan alis yang tebal.
"Kau tidak akan pernah bisa lari dariku! Seberapa jauh pun kau pergi dariku, aku pasti akan menemukanmu." Senyum smirk tercetak di bibirnya yang tipis. Wajahnya terlihat licik penuh muslihat. Tangannya yang ia simpan di belakang tubuh, mengepal dengan kuat.
Dia Kevin Aji Negoro seorang pengusaha muda yang memiliki kekuasaan di seantero dunia bisnis. Namanya yang besar sangat membawa pengaruh pada perputaran roda usaha yang dirintisnya. Kejam, dan tak pernah basa-basi saat tangannya berniat menghancurkan siapa saja yang dianggapnya sebagai musuh.
Oleh karena kuasanya yang begitu besar, banyak pengusaha-pengusaha kelas teri yang menjadi penjilat. Bersikap manis di depannya bahkan rela menghambakan diri di bawah kakinya hanya untuk mencari simpati dari laki-laki berahang tegas itu.
"Sayang!" Suara lembut nan merdu seorang wanita cantik dan seksi mengalihkan perhatiannya. Sebuah pelukan hangat ia dapatkan dari belakang tubuh. Wajah yang terbenam di punggung tegaknya, ia tahu apa yang diinginkan wanita itu.
"Sayang, aku takut. Kenapa kau lama sekali? Aku bosan menunggumu di kamar," katanya merajuk manja. Laki-laki itu masih bergeming. Ia menutup mata rapat-rapat. Sesaat terbersit dalam hatinya, rasa hangat itu pernah ia dapatkan dari seseorang.
Ia berbalik berhadapan dengan wanita cantik yang berhasil merebut hatinya bahkan menjadikannya ratu di mansion besar itu. Iris kebiruan yang nampak indah dan berkilau saat terkena terpaan cahaya miliknya, selalu membuatnya hanyut dalam buai cinta yang memabukkan.
Tangannya menyapu lembut pipi seputih susu juga lembut terasa. Bibirnya mengukir senyum yang mampu membuat bergetar seluruh sendi setiap yang melihatnya. Senyum itu jarang ia tunjukan terkecuali pada mereka yang ia anggap berharga dalam hidupnya.
"Kenapa? Apa karena petir dan angin di luar?" tanyanya lembut. Suaranya redam saat suara gemuruh guntur mengiringi. Wajahnya berkilat penuh pesona ketika cahaya kilat dari langit mengenainya.
Anggukan manja dari wanita itu membuatnya mengecup gemas setiap lekuk wajah cantiknya.
"Baiklah, my Queen! Kita kembali ke kamar," katanya menggamit hidung bangir wanita itu menggunakan dua jari. Ia tersenyum senang, laki-laki itu pada akhirnya takluk di bawah kuasanya. Mudah saja untuknya mengendalikan emosi laki-laki yang menggendongnya mesra.
"Bagaimana dengan dia?" tanyanya sembari ikut melingkarkan tangan di pinggang kekar lelaki tersebut.
"Kau tidak usai risau, dia sudah diurus orang-orangku. Aku tak akan membiarkan dia yang sudah berniat jahat ingin mencelakai cintaku ini hidup," kecamnya tanpa perasaan. Semakin senang si wanita mendengar penuturan tegas itu darinya.
"I love you!" bisiknya mesra di telinga. Lidahnya terjulur mencecap sedikit kulit di belakang telinga tersebut.
"Love you too! Kau nakal, ya!" Tanpa basa-basi ia mengangkat tubuh ramping itu dan menggendongnya ala bridal style. Jerit manja sengaja ia perdengarkan di tengah amukan badai malam itu. Seolah menantang bahwa ia tetap bersenang-senang meski alam sedang tak bersahabat. Laki-laki yang membopongnya itu akan menghalau semua rintangan yang menghambat langkahnya.
"Sayang, kau membuatku geli! Hentikan!" Gelak tawa sepanjang menyusuri lorong lantai tertinggi itu terdengar hingga ke lantai dasar. Membuat iri setiap pasang mata yang diam-diam memandang ke arah keduanya meskipun hanya berupa bayangan saja.
"Kau yang menggodaku lebih dulu, sekarang kau akan menerima hukumannya karena telah membangkitkan singa yang tertidur," katanya mengancam lengkap dengan senyum mesum yang mencuat ke permukaan.
"Aku mau! Jika hukumannya justru membuatku mengerang nikmat," tantangnya sembari melingkarkan kedua tangan di leher tegas sang pria.
"Oh ... benarkah! Tak akan aku ampuni kau malam ini, menjeritlah sekencangnya! Akan kubuat kau tak berdaya malam ini!" Ia menyeringai sembari menurunkan tubuh itu sesaat setelah memasuki kamar mereka.
Cecapan lidah terdengar di kesunyian ruang tersebut. ******* dan erangan pun tak ditahan saat lidah mereka menerobos dari sela-sela bibir yang terbuka. Pergumulan panas yang siapa saja dapat membayangkan kenikmatan yang disuguhkan laki-laki itu. Mereka selalu mendamba, mereka menginginkan hal yang sama seperti yang didapat wanita itu.
"Kenapa Tuan tidak bersikap adil kepada kita? Selalu dia yang diajaknya bercinta," gerutu salah satu dari ketiga pemilik pasang mata yang mengintai dalam diam.
"Kita tidak selevel dengannya, kau tahu siapa dia, bukan? Semua laki-laki menginginkan dirinya, mereka ingin mencecap setiap lekuk tubuh wanita itu. Aku sendiri bahkan merasa iri saat membandingkan tubuhku dengannya. Dia begitu sempurna, patutlah Tuan kita lebih banyak menghabiskan waktu dengannya untuk bercinta," sahut yang lain tak kalah cemburu melihat kemesraan sang Tuan dengan salah satu rekannya.
"Kau benar, aku terkadang minder. Tidak percaya diri saat Tuan datang ke kamarku dan meminta dilayani, aku ingin tahu bagaimana cara wanita itu melayani Tuan kita?" timpal yang lain terdengar putus asa.
"Tapi, berkat dia kita berhasil menyingkirkan wanita itu. Seperginya dia dari rumah ini, Tuan akhirnya melirik kita meksipun jarang. Seandainya wanita itu masih di sini, aku yakin dia akan terus-menerus meracuni pikiran Tuan untuk tidak menyentuh kita," kata yang lain lagi mengingat kembali masa-masa di mana mereka hanyalah seorang pelayan di dapur dan di rumah. Bukan di kamar.
"Kau benar, lagi pula siapa yang tidak ingin disentuh lelaki seperti Tuan kita itu?" Senyum-senyum genit mencuat dari bibir mereka yang dipoles gincu merah terang.
Ketiganya membayangkan saat-saat melayani lelaki yang mereka sebut Tuan itu. Mereka memang gila! Begitu inginnya didatangi laki-laki yang bukan berstatus sebagai suami. Apa yang mereka harapkan?
"Aku harap saat Tuan datang ke kamarku, dia lupa membawa pengaman," celetuk yang lain sesaat setelah mereka diam dalam hayal.
"Atau si tua bangka itu lupa untuk memberi kita pil," sungut yang lain kesal.
"Kenapa dia selalu tahu kalau kita tidak menelan pil tersebut, dia seperti cenayang yang-"
"Atau aku datangkan Dokter untuk memberikan suntikan obat pada kalian agar selamanya kalian tak dapat memiliki anak!" sarkas sebuah suara dari arah belakang mereka.
Kompak ketiganya menoleh dalam tegang. Tubuh mereka menggigil ketakutan, gentar kaki tak mampu menopang.
"Bu-bu Tin! Ka-kami ti-tidak bermaksud demikian, ka-kami ha-hanya-"
"Bubar! Tinggalkan tempat ini, kalian beruntung Tuan masih mau mendatangi kamar kalian. Saya tidak akan mentolerir lagi jika menemukan kalian masih berbicara sembarangan seperti tadi!" ancam wanita paruh baya itu dengan penuh wibawa.
Wajahnya yang tak pernah dihiasi oleh senyuman, membuat mereka bertiga selalu bergidik ngeri saat berhadapan dengannya.
"Ba-baik, Bu!" ucap mereka serempak. Lirikan mata yang tajam menusuk langsung di kornea mata mereka. Perih, hingga membuat ketiganya berlalu dengan mata tertunduk dalam.
"Apa aku sudah setua itu hingga mereka berharap aku lupa akan tugasku? Tapi aku belum menjadi orang tua pikun, aku masih mengingat dengan jelas apa saja tugasku di rumah ini, termasuk menertibkan mereka yang tak mentaati peraturan di rumah ini," katanya.
Ia berbalik, kedua tangan selalu disimpannya di belakang tubuh. Menimbulkan pertanyaan dalam benak setiap pelayan di rumah itu. Apa yang disembunyikan wanita tua itu di belakang tubuh? Apakah pisau? Barangkali, agar dia mudah mengeksekusi para pekerja yang berkhianat atau bahkan yang berceloteh sembarangan seperti ketiga wanita tadi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
Bundanya Pandu Pharamadina
like
favorit
👍❤
2023-06-13
0
Neulis Saja
msh menyimak
2023-02-09
0
Lin Lin
baru nongol AQ d sini... penulisan kata2 nya bukan main berkelas banget...
2022-12-29
1