Malam yang kian menggelap, menyelimuti bumi dengan kepekatan gulitanya, tak menyurutkan langkah Sumayah menyusuri lorong pekat rumah sakit. Benar apa yang dikatakan suster itu, saat malam lorong yang mengarah ke kamar mayat meredup bahkan sebagian lampu-lampu berkedip persis seperti di film-film horror.
Sunyi, sepi, tak ada suara-suara dari sekitarnya bahkan satu orang pun petugas medis tak terlihat batang hidungnya. Dengan tetap waspada, ia membawa langkahnya tertatih menuju pintu keluar yang ditunjukkan suster itu.
Jantungnya berdebar, begitu membaca sebuah papan nama yang bertuliskan 'kamar mayat' tepat di hadapannya. Ujung dari lorong ini begitu gelap. Tak nampak apa pun walau hanya setitik cahaya. Membuat nyali semakin menciut.
"Tidak! Aku tidak boleh berhenti di sini! Aku sudah berhasil melewati mereka, sekarang aku harus tetap maju apa pun yang akan aku hadapi di depan sana." Sumayah menguatkan hatinya. Degup jantungnya bertalu-talu membuat tarikan napas di dada begitu dalam terasa.
Sumayah yang sempat terhenti karena suasana lorong yang mencekam, melanjutkan langkah kakinya yang ia seret. Sakit pada bagian intim pasca melahirkan, membuat langkahnya tertatih. Sesekali meringis hingga berdesis saat rasa perih menyerbu urat-urat tubuhnya.
"Ugh! Aku harus kuat!" Ia menghentikan langkah, menarik napas sedalam-dalamnya menghalau rasa sakit yang tiba-tiba datang. Bayi dalam gendongannya terlelap, tak terusik sama sekali.
Sumayah meliriknya sekilas, ia mengulas senyum. Mengusap pipinya dengan lembut. Lalu, mengecup kening bayi itu.
"Kita akan berjuang bersama-sama, sayang. Kuatlah! Kita pasti bisa melewati ini semua," gumam Sumayah kembali mengecup kening kecil itu.
Ia membuang napas kasar, setelah dirasa sedikit menghilang ia kembali melanjutkan langkah. Melewati kamar mayat yang menyeramkan. Tepat di bagian kirinya kamar itu berada. Gelap kaca yang digunakan di kamar itu, ia bersyukur akhirnya tak harus melihat apa yang ada di dalam sana.
Kamar mayat berada di bagian ujung lorong tersebut. Setelahnya, tak ada apa pun lagi selain kran-kran air yang berjejer di bagian belakanganya. Sumayah berhenti di ujung lantai keramik, di depannya kini tanah berumput yang basah tersiram hujan.
Ia menjulurkan tangan, merasakan tetesan air yang jatuh dari langit. Gerimis kecil masih terasa di kulit telapak tangannya. Ia menarik tangan, lalu melirik bayinya.
"Apa kamu kuat melewati gerimis di luar sana, Nak? Ibu takut, jika kita menunda kepergian kita mereka akan menyadari kalau kamu dan Ibu menghilang. Maafkan Ibu, tapi kita harus segera pergi. Semoga Allah menjagamu, sayang." Dikecupnya kembali dahi bayi itu sebelum membulatkan tekad menerobos gerimis.
Sumayah membenarkan selimut bayinya, menutupi seluruh tubuh merah itu agar air hujan tak langsung mengenai kulitnya.
"Bismillahirrahmanirrahim!" Ia keluar. Menginjak rerumputan basah dengan kakinya yang tanpa alas. Air berkubang memercik di kakinya, meninggalkan jejak karena lumpur yang terinjak. Ia sedikit membungkukkan tubuh untuk melindungi anaknya. Terus mengayuh langkah meninggalkan kegelapan bagian tersebut.
Tempat itu persis seperti gudang. Banyak peralatan medis yang rusak teronggok di sana. Mulai dari kursi roda, ranjang rumah sakit, sampai alat-alat dapur ada di sana. Pembuangan tepatnya.
Sumayah, mencari-cari jalan yang dimaksud suster itu.
"Temukan tanaman bunga yang tinggi di sekitar tembok, bukalah dan keluar dari sana!" Ucapan dari suster yang menolongnya mengiang di telinga pada saat ia akan mengambil bayinya di kamar khusus bayi.
Suster itu sangat kebetulan sedang diperintahkan untuk memeriksa bayi Sumayah. Jadilah, ia bertemu dengan wanita itu pada saat Sumayah ingin mengambil bayinya. Tengah malam hampir tiba.
"Nyonya!" panggilnya dengan berbisik. Sigap suster tadi membentangkan kain menghalangi Sumayah dari kamera pengawas di ruang bayi tersebut. Sumayah tahu, ia berjalan setengah berjongkok dengan menahan perih pada bagian intimnya. Mengambil cepat bayinya, dan kembali dengan hati-hati.
Keadaan koridor rumah sakit yang sepi, pun penjaga yang sedang berganti shif dengan yang lain memudahkan Sumayah melakukan rencananya.
"Cepatlah! Sebelum mereka datang!" pinta suster itu dengan keringat dingin yang membanjiri wajahnya. Ada beberapa bayi di dalam ruang khusus itu. Suster mengantikan posisi bayi Sumayah dengan bayi lain.
"Tanaman bunga tinggi? Tapi semuanya adalah tanaman bunga tinggi, bagaimana aku bisa cepat menemukan jalannya?" keluh Sumayah setelah memperhatikan tembok tinggi di depannya itu. Ia mulai panik.
Terlebih saat sebuah suara tertangkap rungunya, Sumayah waspada. Ia berbalik dan menunggu siapa yang sedang bersamanya saat ini. Sumayah yang tegang bahkan untuk meneguk ludah pun ia kesulitan. Menanti dengan waswas siapa yang sedang mendekat.
Miauw!
Seekor kucing melompat dari balik reerongsokan di depannya. Sumayah mengusap dada lega.
"Astaghfirullah! Ya Allah! Hanya kucing," ucapnya lirih.
Sumayah melihat kucing tadi yang mengorek-ngorek tanah di dekat pohon bunga kertas. Di sekitarnya tumbuh tanaman lain yang menutupi tembok.
"Mungkinkah kucing itu memberiku petunjuk?" gumamnya dengan kerutan di dahi.
Di tengah kebingungan, Sumayah yang panik bertambah panik saat mendengar suara keributan dan derap langkah bergerombol di lorong gelap yang ia lewati tadi.
Tanpa berpikir lagi, Sumayah mendekati tempat kucing menggali tanah. Menyibak tanaman bunga menggunakan tangan kanannya, ia masuk dan bersembunyi di balik tanaman-tanaman itu. Beruntung, karena tumbuh dengan tinggi dan banyak tanaman itu menutupi tubuhnya.
Sekelompok orang datang berseragam resmi, mencari jejak yang ditinggalkan Sumayah. Namun, jejak kaki wanita itu hilang tersapu air yang turun dari langit.
"Tidak ada!" teriak salah satu dari mereka.
"Sial! Ayo, cepat temukan! Tuan akan menghukum kita kalau sampai wanita itu lolos dari sini," hardik yang lain frustasi.
Sumayah menutup mulutnya sendiri, menahan deru napas agar tak terdengar oleh mereka. Ia yang berjongkok tiba-tiba terduduk sesaat rasa sakit menyerang. Sumayah merintih tertahan.
"Di sana! Aku mendengar suara!" Salah satu dari mereka berteriak sembari menunjuk ke arah Sumayah bersembunyi.
Wanita itu semakin panik, ia ketahuan. Bingung harus ke mana ia pergi karena mereka begitu banyak. Mengelilingi tempat itu. Tak ada celah untuknya melarikan diri.
"Di mana?"
"Di sana! Di pohon bunga besar itu! Aku mendengar suara merintih."
"Kau yakin itu manusia?"
"Jangan gila! Kau hanya menakut-nakuti aku dengan hal-hal mistis seperti itu. Aku yakin itu dia!"
"Baik, ayo kita periksa!" ajaknya. Mereka berjalan mendekat ke arah persembunyian Sumayah. Diikuti beberapa lagi di belakang mereka.
Sumayah semakin mundur, selangkah mereka maju, setapak ia termundur. Kini, orang-orang berseragam itu tepat berada di hadapannya. Sumayah mendekap bayinya erat, bernapas dengan cepat mencari jalan agar ia tidak tertangkap.
"Di mana kau mendengarnya?" tanya salah satunya. Ia berjongkok di tempat kucing menggali tanah tadi. Memperhatikan bentuk galian itu dengan saksama.
"Di sini, aku mendengar suara merintih di sini. Dia seperti menahan sakit kau tahu suaranya seperti apa? Ssstt ... ugh!"
Plak!
Diusap-usapnya kepala yang baru saja mendapatkan pukulan dari rekannya.
"Sibak semua tanaman ini! Jangan ada satu pun yang terlewat dari pandangan mata kalian!" titah pemimpin kelompok itu dengan berteriak lantang.
Tanpa menyahut, mereka mulai menyibak tanaman tersebut mulai dari ujung. Sumayah bercucuran keringat.
'Ya Allah! Tolong aku, tolong hamba-Mu ini. Aku tidak mau tertangkap. Bantu aku, ya Allah!' gumamnya dalam hati. Berdoa dan memohon pada yang kuasa agar menyelamatkannya dari incaran orang-orang tadi.
Mereka menyibak dari dua arah, semakin mendekat dan terus mendekat. Sumayah memejamkan mata dengan rapat. Dekapan pada bayi ia eratkan, air matanya menetes tanpa sadar. Apakah hanya sebatas ini perjuangannya? Dan harus berakhir tanpa perlawanan yang berarti.
Tiba saat kedua pasang tangan itu berada tepat di tempatnya bersembunyi ....
Bersambung dulu!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
Bundanya Pandu Pharamadina
nyai kunti mudah²an yg di lihat pesuruh si tuan
2023-06-13
0
Neulis Saja
hopefully sum, you can it
2023-02-09
0
Wati Simangunsong
smga kucing yg lompat dr tanaman itu
2021-09-11
1