Midori High School

Midori High School

Chapter 01 : Pilihan

Tuban, 2019

Semesta Ayyara

Hari terakhir masa orientasi siswa (MOS) berbeda dengan dua hari sebelumnya. Hari ini siswa baru Midori High School diberi kebebasan mengisi waktu sejak pagi hingga menjelang pentas seni dimulai. Beberapa memilih berdiam dalam kelas. Sebagian lagi sudah mengelilingi sekolah untuk mengenal lingkungan lebih dekat. Ada pula yang menyebar di stan bazar kakak kelas yang memamerkan berbagai macam produk mulai dari makanan ringan, minuman segar hingga aksesoris. Ada pula stan-stan khusus yang diperuntukan bagi ekstrakurikuler yang ada di Midori High School.

Aku dan Arata - teman yang sudah menemaniku sejak berusia delapan tahun, menjadi gerombolan siswa ketiga. Sudah 30 menit kami mengunjungi stan yang memamerkan berbagai jenis kegiatan ekskul. Mulai dari lukis, dance populer, tari tradisional, teater, karawitan, debat bahasa Inggris, basket, voli, pecinta alam, bulu tangkis, wall climbing, hingga fotografi yang terlihat sepi peminat dibanding yang lainnya.

Sebenarnya sudah ada pilihan ekskul yang ingin kuikuti. Bahkan tujuan utamaku masuk Midori High School juga karena ingin bergabung dalam ekskul itu. Namun Arata memintaku untuk melihat-lihat dulu ekskul yang lain. Siapa tahu ada yang membuatku tertarik. Padahal jelas, tidak ada ekskul lain yang membuatku tertarik. Sebagaimana dia juga tertarik pada fotografi.

"Kamu masih pengen gabung di ekskul fotografi?" tanyaku tidak yakin pada Arata saat kami berhenti di stan yang paling sepi dibanding lainnya. Hanya ada dua cowok penjaga stan yang memamerkan beberapa karya terbingkai pigura. Bahkan ketika kami mengunjungi stan mereka tak ada satu pun yang peduli. "Yakin mau gabung fotografi? Orangnya nggak ada yang peduli," bisikku pada Arata yang sibuk mengamati sebuah potret pohon beringin kembar bernuansa vintage di salah satu dinding stan.

"Entah," jawabnya singkat sambil mengangkat bahu.

"Dengar-dengar ekskul fotografi bakal dihapus kalau sampai tahun ini nggak dapat anggota. Kamu gabung ataupun nggak, apa bakal ada perubahan?"

Lelaki itu tampak berpikir mendengar celotehku.

"Coba duru kari ya," ucap Arata seperti kebanyakan nenek moyangnya, dia masih kesusahan saat melafalkan huruf "l" meski sudah delapan tahun tinggal di Indonesia. Meski begitu ada beberapa kata yang lancar diucapkan sekali pun memiliki konsonan “l”. Kelak akan aku ceritakan tentang Arata lebih banyak.

"Dih, mending bisa dimanfaatkan untuk hal lain 'kan? Siapa ya yang sering bilang gitu?"

Arata tertawa menanggapi sindiranku. Dia selalu bilang “mending dimanfaatkan untuk hal rain daripada membuang waktu percuma” untuk hal-hal yang belum pasti hasilnya.

“Aku pengen rihat ekskul fotografi bangkit seperti duru.”

Memang kami sering dengar dari kakak kelas SMP yang juga bersekolah di Midori High School. Ekskul fotografi sempat berada dipuncak keemasannya. Tapi karena beberapa alasan yang tak banyak orang tahu, ekskul itu sedikit demi sedikit mulai meredup. Wajar saja jika Arata tertantang membangun lagi ekskul fotografi yang mati suri.

Sejak dulu, Arata memang hobi sekali pada fotografi. Jadi ingat, aku pertama kali bertemu dengannya saat dia mencoba memotret capung yang seketika terbang karena ulahku. Waktu itu dia marah dalam bahasa nenek moyangnya. Tentu saja aku tidak paham apa yang dia katakan. Melihatku yang hanya bengong menatapnya membuat Arata tertawa. Sejak saat itu kami sering main bersama. Aku pun tak jarang menunjukkan tempat yang bagus untuk menjadi objek pemotretan.

Begitu cintanya Arata pada fotografi, sudah ada setumpuk album untuk menyimpan karyanya. Banyak juga yang dipajang di dinding rumah. Ah ya, puluhan lembar karyanya juga terpajang di dinding kamarku. Karena sudah pasti dia yang akan mengabadikan setiap momen narsisku.

Saat SMP beberapa karya Arata sudah banyak yang menjuari perlombaan baik tingkat kabupaten maupun nasional. Namun melihat kondisi memprihatinkan ekskul fotografi yang sepi peminat, rasanya hanya akan menyia-siakan bakat Arata. Bagaimanapun dia harus memilih ekskul yang bisa membuatnya berkembang.

"Kamu jadi masuk Midori Magz?"

Pertanyaan Arata menyadarkan satu hal yang terlewatkan. Tujuanku berkeliling di stan ekskul Midori High School.

"Gomenasai1). Kayaknya kita harus pisah sekarang. Kamu nggak apa-apa ‘kan aku tinggal," kataku merasa sungkan meninggalkan Arata sendirian. Meski terlihat ramah, sahabatku itu orang paling susah bergaul. Dia merasa minder jika berbicara dengan orang asing. Salah satunya karena aksen bicaranya yang tak bisa dihilangkan.

“Daijoube2). Nanti aku kabari kamu.”

“Are you sure?”

“Hush…hush… kamu menganggu,” kata Arata pura-pura marah. “Sudah kubilang daijoube ‘kan. Aku baik-baik saja Ayyara. Ike3)!”

“Janji nggak akan lama!” kataku sambil mengatupkan tangan di depan dada. Aku bergegas meninggalkan Arata di stan ekskul fotografi. Ada hal penting yang tak boleh terlewatkan hari ini.

***

Semesta Arata

Lelaki itu mengamati punggung Ayyara sampai benar-benar menghilang di ujung koridor. Bibirnya tertarik ke atas. Menyisakan lesung di kedua pipinya yang seputih pualam. Selanjutnya dia kembali mengamati potret bernuansa vintage yang dipamerkan di stan ekskul fotografi. Ada sesuatu yang membuatnya tertarik hingga menikmatinya begitu lama. Sepasang pohon beringin yang diabadikan lewat kamera itu seolah menyampaikan cerita. Terlebih pemandangan orang-orang di bawah pohon yang berpakaian ala kadarnya. Sedang nun jauh di belakang pohon beringin kembar itu gedung pemerintahan berdiri kokoh tiga lantai. Kontras sekali dengan kehidupan di bawah pohon beringin itu.

Arata menyukai fotografi bahkan sebelum dia lancar berbicara akibat hobi sang ayah pada hal yang sama. Sejak balita dia sudah akrab dengan benda berbentuk kotak itu. Meski dulu dia masih sering menjadi objek. Namun seiring berputarnya bumi mengeliling matahari menjadikan Arata menikmati menangkap momen di balik lensa. Terlebih ada banyak hal yang ingin dikenang melalui potret yang dia ambil. Bahkan melalui foto dia juga bisa bercerita tentang banyak hal yang tak bisa diungkapkan lewat kata.

"Kamu tertarik dengan foto itu?" Perempuan berkaca mata menghampiri Arata yang masih terpaku pada foto yang sama. "Kenalin, aku Metha. Ketua ekskul fotografi. Kamu berminat gabung sama kami?"

Arata memperhatikan gadis manis berkaca mata dengan foto di depannya. Dia merasa, keduanya memiliki kesamaan. Entah di mana.

"Maaf, kakak yang punya karya dua sisi ini?" tanya Arata menyebut judul yang disematkan di samping foto itu.

Gadis itu hanya tersenyum. "Menurutmu gimana?"

"Kalian punya kesamaan. Maaf rancang, tapi kakak seperti punya dua sisi berbeda. Kayak foto ini."

Bukannya marah mendengar pernyataan Arata, gadis yang mengaku bernama Metha itu justru tertawa renyah. Menjadikan mata sipitnya semakin tak terlihat. Bahkan dia sampai harus memegangi perutnya yang terasa sakit.

"Kamu bisa banget ya nebaknya. Tapi nggak sepenuhnya keliru sih. Well, ini formulirnya kalo kamu minat gabung di ekskul fotografi. Welcome to Polaroid Island."

Kening Arata berkerut saat menerima kertas formulir dari Metha. Polaroid Island. Benaknya tak mampu mencerna kalimat perempuan berkaca mata itu.

"Nggak usah terlalu serius mikirnya. Itu nama ekskul fotografi kita." Balas Metha sambil memamerkan sederet giginya yang rapi. Lagi-lagi matanya menghilang saat dia tertawa.

"Oh, makasih kak. Saya akan pikirkan."

"Oke, nggak masalah. Aku tunggu kamu bergabung. Ngomong-ngomong siapa nama kamu?"

“Ah, Haruto,” kata Arata menyebutkan nama keluarganya.

Meski sudah tinggal jauh dari tanah kelahirannya, dia selalu mengutamakan nila-nilai yang telah ditanamkan sejak kecil. Terlebih budaya nenek moyangnya yang selalu menyebutkan nama keluarganya lebih dulu ketika berkenalkan dengan orang asing. Sejauh ini semua temannya memanggil Haruto. Hanya Ayyara yang diizinkan memanggil nama belakangnya. Arata.

“Hemm… oke Haruto, kami menunggu kamu bergabung.”

“Terima kasih,” balas Arata sambil membungkukkan badan.

Arata meninggalkan stan ekskul fotografi dan menyusul Ayyara yang lebih dulu pergi. Ditimbang-timbangnya kertas formulir pendaftaran pemberian Metha. Entah mengapa ada keraguan saat dia ingin memutuskan untuk bergabung. Dia perlu meminta pendapat Ayyara. Biasanya cewek itu yang mampu memberi pencerahan ketika sulit menentukan pilihan.

***

Semesta Ayyara

Tak kusangka stan Midori Magz paling ramai jika dibandingkan lainnya. Tahun ini pun Midori Magz masih menjadi ekskul favorit bagi siswa baru. Bukan tanpa alasan ekskul majalah sekolah itu menjadi idola hampir seluruh siswa di Midori High School. Sejak pertama kali dibentuk, Midori Magz yang paling banyak menyumbangkan piala bagi sekolah swasta paling terkenal di kotaku itu. Bukan hanya itu saja, setiap lomba penulisan entah fiksi ataupun non fiksi tak jarang dijuari oleh anggota Midori Magz.

Rumornya Midori Magz hanya bisa ditembus oleh anak-anak cerdas saja. Untuk itulah aku ingin mencoba menguji kemampuanku menulis dan bergabung di dalamnya. Karena sejujurnya aku bukan termasuk siswa cerdas jika diukur dari nilai akademik. Satu-satunya hal yang bisa kubanggakan hanyalah sederet piala lomba majalah dinding dan beberapa kepenulisan fiksi saat duduk di bangku SMP. Namun untuk menembus Midori Magz, sejujurnya aku belum cukup percaya diri.

Aku pernah membaca salah satu edisi Midori Magz milik kakak kelasku di SMP yang juga bersekolah di Midori High School. Isinya benar-benar berbobot. Pantas saja jika Midori Magz tempat berkumpulnya orang-orang hebat. Jelas sekali semua perencanaan liputan hingga produk jadi, benar-benar dikerjakan secara profesional. Terakhir mereka berhasil mewawancara presiden saat kunjungan kenegaraan di kota kecil ini.

Pantas kan jika semua anak ingin bergabung di dalamnya. Entah itu memang murni keinginan belajar atau hanya cara mereka agar dekat dengan gebetan - seperti ketua ekskul yang pasti akan diprofil setiap edisinya.

“Ini formulir pendaftarannya. Silakan isi dan serahkan kembali saat tes perekrutan anggota. Syarat-syaratnya bisa dibaca di halaman kedua,” kata seorang senior saat aku mengambil formulir pendaftaran. Tentunya setelah antrean di depanku memendek.

“Terima kasih, Kak.”

“Eh Dek, boleh minta waktunya sebentar?” cegah senior itu saat aku akan melangkah pergi. Keperhatikan seorang cowok berkalung id card Midori Magz berjalan ke arahku.

“Saya, Kak?” tanyaku menunjuk hidung.

“Iya. Kenalkan saya Jonathan dari Midori Magz. Panggil Nathan atau Jojo juga nggak masalah. Bisa minta waktunya sebentar. Saya ingin mewawancara kamu tentang MOS dan Midori High School. Boleh?”

Aku memperhatikan sosok lelaki yang kini berdiri tepat di depanku. Dia sempat mengulurkan tangan sebelum menyebut namanya. Sikap sopannya mengingatkan aku pada sosok wartawan saat berjumpa dengan narasumber penting. Sungguh profesional. Bahkan dia pun memperlakukanku dengan cara yang sama. Tentu sulit menolak tawarannya. Tak mungkin juga kan aku bergaya seperti narasumber yang berlagak banyak acara seperti dalam drama?

“Selama aku bisa membantu, Kak.”

“Boleh kita duduk di sana. Biar lebih nyaman ngobrolnya,” kata Jonathan sambil menunjuk ke arah bangku semen yang memisahkan koridor ruang guru dengan kelas. Aku hanya mengikutinya saja ke mana dia pergi. “Bagaimana kesanmu setelah mengikuti MOS hingga hari ketiga?” pertanyaan Jonathan mengawali perbincangan kami.

Aku tak bisa langsung menjawab. Sejak dia berjalan ke arahku tadi, aku menyadari lelaki itu memiliki kemurahan hati Tuhan lewat wajahnya yang tampan. Bahkan postur tubuhnya yang tinggi menompang wajahnya yang bersih bersinar. Ditambah hidung mancungnya dan sorot mata yang ramah tapi tajam. Belum lagi rambut hitamnya yang tebal. Menjadikan kemurahan hati Tuhan padanya semakin sempurna.

“Ah, sesuai perkiraanku, masa-masa orientasi sangat menyenangkan. Kita bisa kenal banyak teman dan lingkungan sekolah lebih dekat,” jawabku saat bisa menguasai grogi berhadapan dengan Jonathan.

“Kalau Midori High School sendiri kamu menilainya sekolah yang seperti apa sih?”

“Sepertinya namanya. Midori4),” jawabku membuat Jonathan mengerutkan dahi. Aku tertawa melihat ekspresinya. “Midori dalam Bahasa Jepang berarti hijau, Kak.”

“Oh, kamu bisa Bahasa Jepang?”

Aku membuat simbol dengan telunjuk dan ibu jariku. “Sedikit. Itu pun karena temanku ada yang dari Negeri Sakura.”

“Oh, oke. Aku kira cukup untuk sesi wawancara kita. Terima kasih atas waktunya. Semoga betah sekolah di sini,” pamit Jonathan setelah merasa data yang dibutuhkan sudah cukup.

Sepeninggalan Jonathan, aku berlari kecil ke arah stan fotografi tempat Arata menanti. Sepertinya pilihanku untuk bergabung di ekskul Midori Magz semakin mantap setelah bertemu dengan Jonathan. Bagaimanapun ketampanan Jonathan membuatku terpesona.

 

\=======

1) Maaf dalam bahasa Jepang. Pada akhirnya aku belajar bahasa Jepang karena ingin bisa berbicara akrab dengan Arata. Meski dia sudah lama tinggal di Indonesia, khususnya di bagian wilayah Kabupaten Tuban, Jawa Timur, terkadang masih ada hal yang tidak bisa dipahaminya. Meskipun aku sendiri tidak begitu lancar berbahasa nenek moyang Arata.

2) Dia selalu mengakatakannya untuk memastikan bahwa akan baik-baik saja agar aku tidak khawatir. Baginya mengucapkan daijoube lebih mudah daripada harus bilang aku baik-baik saja.

3) Satu-satunya cara menghadapi keras kepalaku hanya menyuruh pergi. Arata sering melakukannya jika aku merasa khawatir berlebihan. Sedangkan ada hal lain yang harus kulakukan.

4) Berkat bergaul dengan Arata, aku merasa lebih cerdas dalam beberapa hal. Khususnya Bahasa Jepang yang tidak semua orang tahu. Terutama di Midori High School, karena menurut pengetahuanku mata pelajaran itu tidak diajarkan di sana.

Terpopuler

Comments

Zullya dewi Suryani

Zullya dewi Suryani

aku selalu suka tulisan Yoru

2021-01-02

0

sa_

sa_

aku sudah mampir kak,,, waah ada Jepang nyaa....

2020-03-28

0

Candy Tohru

Candy Tohru

tulisannya rapi banget..

dan aku pecinta anime dan manga..

and i love this one..

2020-03-26

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!