Sabila, Cinta Manis Tuan Muda
...Selamat datang di karya pertamaku......
°°°
Gadis itu terus mencari buku demi buku di perpustakaan Sekolahnya. Ya dialah Sabila, temanya biasa memanggilnya Sabil, gadis sederhana yang tak pernah bermimpi untuk menjadi kaya. Hanya gadis penuh mimpi, yang terlahir dari ibu yang cantik dan ayah yang hebat menurut nya.
"Dari tadi kita cariin ternyata disini!" kata Rani seraya mengerucutkan bibirnya. disusul gelengan laki-laki di belakangnya, sambil tersenyum.
tukkk
"Kau itu! udah tau Sabil pasti di perpus di jam istirahat masih aja iseng," sahut Dion sambil menyentil dahi gadis itu.
Rani semakin mengerucutkan bibirnya sambil mengusap dahinya yg sakit akibat ulah Dion. Laki-laki itu hobi sekali menyentil dahinya.
Sabil hanya tersenyum melihat tingkah dua sahabat nya itu.
Merekalah yang membuat hari-hari seorang Sabil menjadi sedikit lebih berwarna. Bukan hanya berwarna tapi juga rame sih, dengan tingkah Rani yang ajaib, tapi selalu membuatnya tersenyum.
"Kalian ini apa tidak bisa akur sebentar," tegur Sabil.
"Tuh kak Dion, sakit tau! lama-lama dahiku jadi lapangan basket di sentil terus," keluh Rani
"Mana ada begitu," jawab Dion sambil tertawa.
"Udah yuh Bil, kita ke kantin aja kamu pasti belum makan kan," ajak Rani.
"Kalian duluan aja, aku masih mau di sini,"
"Ya udah nanti nyusul ya, aku sama kak Dion kesana dulu,"
"Siapa juga yang mau bareng sama kamu," tolak Dion.
"Udah cepetan, aku laper banget nih," ucap Rani sambil menarik lengan Dion.
Gadis itu masih membaca buku-buku nya, tak ada niatan untuk menyusul sahabatnya. Dan sahabatnya pun sudah tau kebiasaan nya. Hingga jam istirahat yang hampir selesai, dia baru beranjak dari duduknya.
Duuggg!
"Aduh sakit sekali," keluh Sabil, sambil mengusap kepalanya yang berdenyut akibat menabrak dada bidang seorang di depannya.
"Ahh... maaf saya tak sengaja," seraya menunduk.
Sabil mengangkat kepalanya karena tidak ada sahutan dari orang di depannya.
"Diakan kakak kelas yang terkenal dingin di sekolah ini, gawat kalau sampai dia marah,"
pikir gadis itu.
Ya siapa yang tidak kenal dia. Dialah idola pertama di sekolah ini. Banyak gadis yang mengantri untuk jadi pacarnya, tapi anehnya dia tidak tertarik sedikit pun dengan para gadis itu bahkan dia bisa bertindak kejam jika ada gadis yang terlalu mengusiknya. Dia lah Andra Alfatih Adiguna.
Sepersekian detik mata mereka saling bertemu.
Namun Sabil segera tersenyum dengan sedikit
membungkukkan badannya guna meminta maaf,dia tau siapa yang ada di depannya.
Masih tidak ada suara dari hadapannya, lalu dia melihat laki-laki itu melangkahkan kakinya menjauh.
"Huuuhh," gadis itu menghela nafasnya lega.
Baginya berhadapan dengan orang yang bagiakan langit itu membuatnya sedikit sulit bernafas.
Waktu menunjukkan jam sekolah telah berakhir.
"Bil, nanti sore temenin aku yuk, aku mau cari sesuatu buat idolaku sebentar lagi ulang tahun," ajak Rani sambil tersenyum membayangkan wajah kakak kelas idolanya.
Sabil mengerutkan dahinya,
"Kamu itu tak menyerah juga."
"Hehehe... jadi gimana? mau kan," ujar Rani dengan nada yang memohon.
"Liat nanti ya, kamu tau kan aku harus bantuin ayah di toko, kalau nanti agak sepi aku mau aja," jelas Sabil.
"Ok.. nanti aku jemput ya."
Wahhhh tampan sekali
Aku mau jadi pacarnya
Kapan si dia mau memandang kita
Lihat senyumnya
Bunyi teriakan para gadis disekolah itu sambil terus memandang ke arah lapangan basket.
Hampir tiap hari para anak basket berlatih disana usai pulang sekolah, entah apa tujuannya, tapi pemandangan itu jadi vitamin tersendiri bagi para siswi tentunnya.
Setiap peluh keringat yg menetes dari para pemain basket seperti jadi magnet untuk menarik para gadis. Apalagi sang kapten yang merupakan idola sekolah ini. Tampan, kaya, pintar dalam segala hal. seperti paket lengkap dibuat dalam satu wadah.
Siapa yang tidak akan terpesona di buatnya, tapi bagi sang pemilik wajah tak pernah melihat para gadis itu ada. Baginya para gadis itu seperti sebuah bayangan.
"Lihat Bil," tunjuk Rani ke arah para gadis itu.
Sabil menolehkan kepalanya ke arah yang ditunjuk Rani
"Mereka lucu ya, tiap hari tidak ada capenya teriakin kakak idola," kata Rani sambil terkekeh.
Sabil tersenyum, "Bukankah kamu juga sama."
"Hehe.. iya sih tapi aku kan tetap jaga sikap, tidak berlebihan seperti mereka," bangga Rani menepuk dadanya pelan.
"Hai girl." sapa Dion tiba-tiba.
Dion itu kakak kelas mereka, jadi mereka beda kelas. Tapi dia tidak ikut club basket padahal wajahnya lumayan tampan, kaya sudah pasti karena orang tua nya punya perusahaan yang cukup besar.
Dion menyerngitkan dahinya pada Sabil, dan menatap heran pada sahabatnya yang satu lagi. Biasanya dia yang paling berisik saat melihat nya. Sekarang dia tau kemana pikiran gadis itu sambil ikut melihat ke lapangan basket.
tukkk
"Awww. ... siapa si?" kesal gadis itu.
"Udah puas belum liatnya, tuh lap dulu liur kamu"
"Apa si kak Dion tidak tau apa, itu tuh vitamin see,"
"Kalau gitu liat kesini aja yang deket," jawab Dion sambil berjalan kedepan gadis itu.
"Liat kamu bukannya dapet vitamin, jadi rabun iya, iya kan Bil," sambil tersenyum mengejek.
"Udah ayoo, aku mau ke toko ayah." ucap Sabil menengahi atau mereka tidak akan berhenti saling mengejek.
Dion dan Rani bersahabat dari kecil, bahkan rumah mereka bertetangga. Tapi entah kenapa setiap bertemu tidak pernah akur di mata orang yang melihatnya.
Tapi di mata Sabil, dia melihat kasih sayang yang begitu tulus di mata Dion saat menatap Rani. Dari perhatian yang begitu berlimpah yang diberikan nya. Dari hal terkecil yang tidak terbayangkan, dia lakukan untuk Rani. Dia begitu menjaganya, dan Rani pun tak bisa jauh darinya.
,,,
"Ayahhh," teriak Sabil begitu sampai di sebuah bangunan kecil.
"Nak, kau sudah pulang,"
Sabil tersenyum mendekati pria paruh baya itu, yang semakin hari rambutnya kian memutih, kulit yang mulai mengeriput menandakan usianya tidak lagi muda.
"Ayah istirahatlah biar aku yang gantikan," sembari mendorong tubuh renta tapi terlihat bugar itu ke sebuah kursi.
"Tidak nak, kau makanlah dulu atau ayah akan jadi ayah yang kejam, karena tidak memberi makan anaknya."
"Duduklah nak biar ayah ambilkan makanan, toko sedang tak ada pelanggan jadi makanlah dulu," ucapnya lagi dengan lembut.
Pak Mul pun mengambil makanan yang sudah di masaknya tadi, di bawanya ke meja makan.
"Ayah juga makan," sambil menyendokan nasi ke piring ayahnya.
"Terimakasih nak."
Sabil terus memandangi wajah ayahnya, wajah yang terlihat amat sangat lelah. Tak pernah sekalipun dia mengeluh, padahal Sabil tau ayahnya tak hanya lelah fisiknya tapi juga batinnya. Setelah ditinggal sang belahan jiwa sepuluh tahun yang lalu.
Sebuah kecelakaan yang menyisakan duka yang teramat dalam, didepan matanya sendiri sang istri tercinta meregang nyawa.
Sang istri ialah orang yang amat baik, penyayang, dan selalu mengutamakan orang lain. Dan karena itulah semua terjadi, ketika melihat seorang anak laki-laki di tengah jalan dan dari arah kanan melaju kencang sebuah kendaraan, dia berlari sebisanya. Dia berhasil mendorong tubuh anak itu, tapi naas justru dialah yang harus menghadap sang pencipta.
Teriakkan yang begitu menyayat hati terdengar dari luar, aku langsung berlari melihat apa yang ada di sana. Tubuh yang penuh darah tergeletak di jalan, perlahan ayahku mendekat, memeluknya, memanggil namanya namun semua telah terlambat. Ayah semakin erat memeluk nya, ku lihat jiwa ayah seakan ikut pergi bersama ibu. Tangisnya begitu memilukan. Aku mendekat melihat tubuh ibuku, wajah yang biasanya begitu cantik, senyuman yang begitu indah, kini hanya ada raga yang tak bernyawa.
Siapa yang tidak terpukul jika tiba tiba di tinggal sang pujaan hati. Dunia seakan runtuh saat itu juga, raganya seolah hidup tapi tak berjiwa. Senyuman sang istri yang slalu menemaninya kini tak ada lagi.
" Sabil... Sabil..??"
Sabil tersadar dari lamunannya.
"Kamu kenapa nak, apa ada masalah di sekolah?" tanya sang ayah khawatir.
"Tidak ayah," sambil tersenyum.
jangan sampai ayah tau aku memikirkan ibu.
"Lalu kenapa kau tak memakan makananmu?? apa tidak enak, kau mau yang lain??"
"Tidak ayah, masakan ayah selalu enak." puji Sabil sambil tersenyum.
"Terimakasih ayah"
Pak Mul menatapnya bingung.
"Terimakasih sudah jadi ayah yang hebat," lanjutnya lagi.
Sang ayah tersenyum, sambil mengusap pucuk kepala putrinya.
Mentari mulai menyembunyikan sinarnya,
"Sore paman" sapa Rani manja.
Dia memang seringkali datang bermain ke toko roti itu. Bahkan pak Mul pun menyayangi nya bak putri kandungnya.
"Kau sudah datang? Sabil sedang bersiap masuklah, atau kau ingin mencicipi resep baru paman??" tanya pak Mul lembut.
"Apa kau tak takut rugi paman, jika q memakan semua ini," jawab Rani dengan mata berbinar melihat kue di depannya. Sungguh kue adalah makanan kesukaan nya, apalagi kue buatan paman Mul yang tak mungkin untuk di tolak .
"Makanlah sepuasnya nak, paman senang kalau kau suka," pak Mul mengambilkan piring dan menyajikan kue nya untuk Rani. Bagi pak Mul Rani seperti putri kecil yang menggemaskan.
°°°
Jangan lupa like & komen nya ya. Silahkan jika ada saran dan masukan
Xiexie
baca karya author yang baru yuk.
judulnya Bersabar Dalam Luka (Perjodohan)
cari nama penanya: Three ono
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 125 Episodes
Comments
Ariyani Ariyani
hadir
2022-10-25
0
Yuni Triana
mampir juga ya Thor ke novel ku Dinding Pemisah.
2022-03-28
0
Yukity
Hai Thor salam kenal dan saling dukung ya..
Salam dari
SI OYEN PACARKU BUKAN MANUSIA
2022-03-05
0