....
Para murid mulai meninggalkan kan sekolah satu persatu. Pun dengan Sabil dan sahabatnya yang mulai mengemasi peralatan sekolah mereka.
"Bil, kamu yakin tidak ikut nanti malam?," tanya Rani berharap bahwa sahabat nya itu akan menemani ke pesta kakak kelasnya malam nanti.
Sabil yang sudah selesai berkemas pun menoleh, "Kan ada kak Dion yang menemani mu, aku tidak bisa ikut, ayah tak akan mengijinkan ku ke tempat hiburan malam seperti itu. Dan aku pun tak akan nyaman di sana."
Pesta ulang tahun Reza yang merupakan kakak kelasnya itu, memang di adakan di sebuah club mewah di kotanya. Karena memang mereka dari kalangan berada, jadi tak masalah jika mengeluarkan uang untuk berfoya.
"Huhhhhfff.. aku malah berharap dia tak menemani ku, aku pasti tak akan bebas di sana," keluh Rani menghembuskan nafasnya kasar.
"Sudah ayo pasti kak Dion sudah menunggu mu di parkiran," ajak Sabil seraya menarik lengan temannya agar berjalan agak cepat.
Kedua gadis itu mendekat ke arah pemuda, yang sedari tadi berdiri dan sedikit menyenderkan tubuhnya di samping mobilnya.
Dion yang melihat gadis kecil yang dari tadi di tunggunya pun segera membukakan pintu mobil penumpang.
Rani mendudukan tubuhnya di mobil itu dengan bibir yang terlihat masih cemberut.
"Kenapa dia?" tanya Dion pada Sabil.
Sabil hanya mengangkat bahunya dan tersenyum,
Dion yang tidak mendapat jawaban, akhirnya berjalan masuk ke tempat mengemudi.
Sabil melambaikan tangan nya yang hanya di balas tatapan kesal sahabat nya itu, Sabil tersenyum dibuatnya, ia tau Rani tak akan benar-benar marah padanya.
Sampai mobil itu melaju, tak sengaja bola mata Sabil bertemu, dengan seseorang yang mobilnya tertabrak tadi pagi. Entah Sabil salah lihat atau tidak, tapi ia melihat sudut bibir pria itu sedikit terangkat saat menatap nya.
Sejenak Sabil terpaku, wajah yang tercetak begitu sempurna, ditambah sedikit senyuman saja sungguh mampu membuat seorang Sabil terpana di buatnya. Tapi sedikit kemudian dia memalingkan wajahnya malu.
Sabil bergegas menaiki motor nya dan melajukan nya.
Tanpa sadar bola mata pria itu masih saja menatap nya, entah apa yang sedang di pikirkan nya.
Sampai tepukan di bahunya menyadarkan nya,
"Liatin apa kamu An?" tanya Alex mengikuti arah pandangannya. Tapi tak menemukan apa pun di sana.
"Kucing yang tadi pagi," ujar Andra tanpa sadar.
Wajah gadis itu memang sedikit mengusik pikiran nya, padahal biasanya tidak pernah sekalipun dia tertarik pada gadis di sekitar nya.
Kedua sahabatnya pun terkejut di buatnya,
"Aku jadi penasaran dengan kucing kecil itu,"
celetuk Alex.
"Sudah ayo naik," tegur Reza yang melihat temannya yang sedikit konyol itu masih bengong di tempat.
"Dimana Andra," celingukan, tak sadar jika dari tadi temannya sudah melajukan mobilnya.
"Padahal aku masih ingin tanya siapa kucing kecil itu, kalau cantik boleh lah aku deketin."
"Kau itu, ujung-ujungnya cewek cantik lagi," sahut Reza menimpali.
...
Sebuah mobil memasuki kawasan bangunan yang menjulang tinggi itu.
Kaki panjang, tubuh tegap dan dada bidang yang membusung. Otot yang terlihat begitu menggoda kaum hawa. Nampaknya sang pemilik selalu menjaga tubuh nya, sungguh tak terlihat anak yang masih pelajar menengah atas.
Dia menapakkan kakinya melewati resepsionis, ya ia tak perlu melaporkan kedatangannya, karena ia anak pemilik perusahaan itu.
Para karyawan di sana tau sang pemilik wajah tampan itu adalah tuan mudanya.
Ada yang membungkuk hormat dan memberi salam.
Mencoba menampilkan kesan yang baik, karena sudah di pastikan dia adalah calon CEO berikutnya.
Wajah dingin dan datar itu kini sudah menaiki lift menuju lantai teratas di gedung itu.
Ting
Pintu lift terbuka.
"Selamat datang tuan muda, silahkan... tuan besar sudah menunggu di ruangan nya."
Sapa sang sekertaris daddy-nya menyambut kedatangan Andra.
Sekertaris Tantan menunjukkan ruangan atasannya, dia berjalan di depan dan di ikuti sang tuan muda.
tok tok tok
Kemudian pak Tantan membuka pintu itu.
Terlihat pria tua yang masih terlihat tampan di usianya, berdiri di depan tembok kaca yang amat besar di ruangan itu. Dengan wajah yang tak terlihat begitu baik, guratan kesedihan begitu jelas menghiasi wajahnya. Tampak melihat pemandangan dari gedung yang tinggi itu.
"Tuan... tuan muda sudah datang," ujar pak Tantan kemudian membungkuk dan meninggalkan ruangan itu.
"Kau sudah datang," ujar Dad Ray setelah ia itu membalikkan badannya.
"Duduklah boy."
Andra berjalan mendekati sofa yang di ruangan itu. Ia pun duduk di ujung sofa panjang itu.
"Ada apa Daddy memanggilku kemari, jika tidak ada yang penting lebih baik aku pergi,"
Daddy Ray tersenyum, "Pulanglah nak, sampai kapan kau menghindari mommy mu?"
"Dia sudah semakin tua seperti Daddy, setiap hari hatinya dilanda perasaan bersalah, hatinya begitu kesepian. Dia merindukan mu nak," lirihnya, suaranya terdengar begitu berat. Tak ada nada ketegasan dalam setiap katanya.
Hanya ada suara memohon yang amat sangat, dari seorang ayah yang begitu mengkhawatirkan istrinya, yang belum juga mendapatkan maaf dari putra semata wayangnya akibat perbuatannya di masa lalu.
Andra masih diam mendengarkan ungkapan hati sang ayah yang terdengar menyedihkan.
"Maafkanlah mommy mu, Daddy tau kau terluka, Daddy pun sama. Tidak ada manusia yang tak pernah membuat kesalahan. Mommy mu sungguh menyesali perbuatannya."
Aku melihat mata yang sedari tadi berkabut, kini sudah tak mampu lagi membendung genangan air di pelupuk matanya.
"Aku sudah memaafkan mommy," ucap Andra singkat. "Tapi untuk pulang, aku belum bisa Dad."
"Sebentar saja kau tengok mommy mu," pinta Daddy lagi.
"Yaa.. aku akan memikirkan nya, jika sudah tidak ada yang lain lagi, aku akan pergi." Andra beranjak dari duduknya.
Andra berjalan pelan, kakinya terasa berat. Ingin rasanya ia memeluk Daddy nya itu. Hatinya pun merasakan sakit saat melihat air mata sialan itu menetes di pipi sang Daddy.
"Jaga kesehatan mu, Dad," ucapnya sebelum dia benar-benar melewati pintu itu.
Dia keluar dari ruangan itu, berjalan menuju lift. Tapi langkahnya terhenti, ketika seseorang menghampiri nya dan mengatakan sesuatu yang sedikit mampu menggetarkan hatinya.
"Belakangan ini kesehatan tuan besar dan nyonya sedikit menurun."
"Bukankah seharusnya kau menjaga mereka pak Tantan!" potong Andra
"Nyonya keluar masuk rumah sakit, tuan besar begitu mengkhawatirkan nya hingga kesehatan nya menurun juga. Mungkin dia terlalu merindukan tuan muda."
Andra kembali melanjutkan langkahnya,,
"Seringkali nyonya menangis melihat foto tuan muda!" seru pak Tantan lagi.
Langkah Andra terhenti sejenak, lalu berkata tanpa menoleh, "Tolong jaga mereka."
Entahlah egonya masih saja menguasai hatinya. Bukannya ia tak rindu, tapi hatinya seakan membeku.
Selamat membaca, jangan lupa tinggalkan jejak kalian di like & kolom komentar.
salam receh, 😍
xiexie
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 125 Episodes
Comments
Ama
mampir lagi
#AmalliaPenaAutoon
2022-01-01
1
Titislia
semangat kak
2021-12-29
1
@Princes halu"
aku meningalkan jejak nih kak.. semoga kakak selalu di beri kesehatan aamiin
2021-12-29
1