2-1

Sejak kesepakatan konyol yang telah dibuat keduanya sebelumnya, Rhine dan Junna belum pernah bertemu kembali dikarenakan kesibukan akan aktifitas masing-masing. Rhine sibuk dengan jadwal tour promosi album barunya dan Junna sibuk dengan buku-buku pelajarannya. Hingga suatu malam, Rhine yang kelelahan setelah sebulan lamanya tour keliling ke beberapa kota besar di Indonesia memilih tempat tidur kesayangannya di lantai dua, sebagai pelepas lelah. Ketika ia memasuki kamarnya, spontan ia menoleh kesebelah rumah, tepatnya kamar Junna yang sejajar dengan kamarnya. Ia melihat Junna yang sedang sibuk atau lebih tepatnya tampak cukup frustasi dengan buku-buku yang sedang dipelajarinya. Tiba-tiba muncul ide jahil dalam benaknya untuk berbuat iseng kepada Junna.

TUK!

Sebuah batu kerikil dilemparnya mengenai kaca jendela kamar Junna. Namun Junna tak bergeming.

TUK! TUK!

Rhine terus-menerus melempar kerikil-kerikil kecil kearah jendela kamar Junna. Sang gadis yang telah habis kesabarannya segera beranjak dari tempat duduknya dan berjalan menuju jendelanya yang dibentuk seperti pintu geser.

GREEKKK!

"Apaan sih malam-malam ganggu orang lagi belajar?!"

"Hehehe, iseng saja!" Rhine tersenyum puas karena merasa berhasil membuat Junna marah. "Habis dari tadi gue lihat muka lo serius banget membaca buku yang tebal-tebal itu."

"Kurang kerjaan banget tahu!"

"Tahu belinya di pasar Non!"

"Enggak ada yang lucu!"

"Suka-suka gue dong, seru lagi ngisengin anak yang cepat naik darah kayak lo, hihihi," Rhine berdiri tepat di balkon kamarnya sambil bertopang dagu.

Junna memutar bola matanya bosan. Ia yang malas menanggapi kata-kata Rhine memilih diam dan duduk di kursi santai yang tersedia disana dengan sebuah buku yang menemaninya.

"Lo nggak capek apa membaca buku terus?" Sindir Rhine, namun Junna tetap tidak bergeming. "Nanti cepat botak lho kepala lo terus jadi jelek deh...," Rhine tetap berusaha memancing emosi Junna. "Kayak gue dong..., untuk menghargai pemberian Tuhan yang sangat sempurna ini, gue merawat diri dari ujung rambut sampai keujung kaki dengan sering datang ketempat perawatan..."

"Berisik banget sih lo!" Junna yang semula berusaha mengendalikan amarahnya dalam diam, akhirnya tidak dapat menahan emosinya. Ia pun tanpa berpikir panjang langsung melempar buku yang dibacanya kearah Rhine. "Gue nggak butuh komentar lo sama sekali!"

"Hei, hati-hati kalau mau lempar buku kearah gue! Jangan sampai kena muka dong! Ini aset gue yang paling berharga, bisa jatuh pasaran nih kalau kena lecet sedikit," Rhine berhasil menghindar dari lemparan buku yang ditembakkan Junna padanya.

"Dasar Tuan Narsis!" Junna semakin kesal karena lemparan bukunya terus meleset tidak mengenai Rhine sedikitpun. "Tetap saja membangga-banggakan diri sendiri, gue nggak habis pikir ada orang senarsis lo!"

"Memangnya kenapa kalau gue narsis?" Rhine menyeringai sinis. "Toh, semua orang mengakui kalau gue memang keren dan jenius! Buktinya hampir semuanya mengakui musik gue dan mengikuti gaya gue. Perusahaan rekaman gue juga berterima kasih atas penjualan album gue yang selalu menjadi hits nomor satu. Lo nya saja yang terlalu berlebihan! Gue nggak yakin kalau lo nggak sependapat sama orang-orang itu."

"Berisik! Berisik! Bisa diam nggak sih?! Kuping gue panas nih dengerin ocehan lo terus," Junna tidak mau mengakui pendapat Rhine. Ia menutup telinganya dengan kedua tangannya jengah mendengar ucapan-ucapan sarkastik yang dilontarkan Rhine padanya. "Gue benar-benar kena kutukan punya tetangga kayak lo!"

"Sembarangan!" Cibir Rhine. "Tapi, kalau lihat sikap lo, gue jadi ingat sama salah satu fans gue yang aneh baru-baru ini," Rhine tampak berpikir keras mengingat fansnya yang membuatnya kesal itu. "Waktu acara launching album terbaru gue yang diadakan di sebuah mall ada seorang cewek yang membawa empat CD untuk ditandatangani. Gue bilang dia fans berat gue ya sampai beli CD album gue empat buah. Tapi dengan juteknya dia bilang, 'Terima kasih, TU-AN PE-NYA-NYI TER-KE-NAL. Tapi sayangnya aku bukan fans beratmu, aku hanya memenuhi permintaaan keempat temanku yang sedang menungguku di pintu keluar. Mereka bilang takut mati berdiri kalau harus berhadapan denganmu secara langsung!' Benar-benar menyebalkan!"

"Itu gue kalee," Sambung Junna dengan santai.

"Ooo, jadi itu lo, pantesan, dasar cewek jutek!"

"Tadi lo ngomong apa?" Junna bangkit dari kursi santainya.

"Lo kan nyebut gue Tuan Narsis karena gue narsis, jadi boleh kan gue nyebut lo cewek jutek karena lo jutek sama gue!" Kedua tangan Rhine menggenggam erat pagar balkon. Ia mencondongkan tubuhnya mendekat ke balkon Junna yang hanya berjarak satu meter.

"Enak saja! Gue punya nama tahu! Nama gue Junna! Bukan cewek jutek!" Ujar Junna tidak mau kalah.

"Junna? Nama lo kok kayak cowok? Jangan-jangan lo banci lagi? Setengah cewek setengah cowok, Hiii...takut...," Candaan yang Rhine lontarkan kepada Junna berubah menjadi lebih ekstrim dari sebelumnya sehingga membuat Junna tidak dapat lagi mengendalikan amarahnya.

"Biarin saja! Dari pada lo namanya nggak jelas!" Junna beranjak dari kursi santainya dan berhadapan dengan Rhine. "Adanya lo yang kayak banci! Mau manggung saja pake dandan segala kayak cewek. Yah..., gue akuin deh emang lo lebih pantas jadi cewek karena lo terlalu cantik untuk seorang cowok!"

"Mulut lo itu nggak pernah diajarin sopan santun ya? Bicara lo nggak sopan tahu sama orang yang lebih tua!" Akhirnya Junna dan Rhine saling berhadapan dan terjadilah perang mulut yang tidak ada hentinya. Keduanya sama-sama keras kepala dan tidak ada yang mau mengalah.

"Alah, paling juga umur lo nggak beda jauh sama gue, antara sembilan belas sampai dua puluh tahun kan? Jadi nggak perlu gue sopan santun sama lo! Lagian memang dari awal kan elo nya yang nantangin untuk nggak usah pake sopan santun !"

"Sembarangan! Umur gue itu 25 tahun bocah!"

What the...?! Aku nggak salah dengar nih? 25 tahun? Kok wajahnya kayak anak umur 19 tahun? Yang benar saja?!! Junna yang kehilangan kata-kata ketika mendengar pernyataan Rhine hanya bisa ternganga tak percaya.

"Junna, ini sudah jam berapa?! Ayo cepat tidur sana!" Nadia berteriak dari lantai dasar setelah mendengar ribut-ribut kecil dari kamar Junna. "Kalau tidak tidur sekarang kamu bisa terlambat ke sekolah besok!"

"Iya Ma!!!" Jawab Junna. Ia segera beranjak masuk kembali ke dalam kamarnya. Sebelumnya, ia harus meminta kembali buku yang tadi dilemparnya kepada Rhine.

"Balikin buku gue!" Junna yang merasa gengsi, meminta bukunya dikembalikan sambil berkata seenaknya seolah sok memberikan perintah. Duh Nak, kemana sopan santun yang telah dididik oleh kedua orang tuamu sejak kau kecil?

"Gue harus tidur sekarang! Jadi please deh, balikin buku gue!"

"Maksud lo ini?" Rhine menunjukkan sebuah buku berhalaman cukup tebal yang baru saja diambilnya dari lantai.

"Kalau bukan itu apa lagi?! Jangan belagak bego deh!"

"Jangan galak-galak dong, lo kan juga salah karena meletakkan buku tidak pada tempatnya. Makanya, buku itu jangan dibuang-buang," Rhine tersenyum miring sambil memain-mainkan buku yang lumayan berat itu. "Lo nggak lupa kan sama kesepakatan yang telah kita buat, kalau sesama tetangga dilarang mengganggu privasi masing-masing? Karena buku lo sudah masuk di zona privasi gue, jadi buku ini jadi milik gue kan?"

"Ukh...," Junna yang merasa mati kutu hanya bisa menggerutu kesal. Dasar cowok menyebalkan! Aku sumpah serapahin albummu nggak laku baru tahu rasa! Tuhan kan mendengarkan doa-doa dari orang yang tertidas sepertiku. namun sepertinya ungkapan tadi kurang tepat jika ditujukan kepadamu Junna.

"Sudah tidur sana," Rhine mengibas-ngibaskan tangannya seraya mengusir Junna. "Anak kecil nggak baik tidur malam-malam."

"Gue bukan anak kecil!" Protes Junna dengan nada penekanan.

"Ya sudah ini gue balikin, gue memang nggak tegaan lihat anak kecil menangis, soalnya nggak ada yang jualan balon malam-malam begini untuk menghentikan tangisan lo nanti," Rhine menyerahkan buku milik Junna.

"Dari tadi kek, lo kan nggak harus buat gue marah," Namun belum sempat tangan Junna meraih buku itu, Rhine langsung menariknya kembali dan dengan usil ia berhasil mendaratkan sebuah ciuman di pipi kiri Junna.

"Elo...dasar cowok brengsek!!!" Pipi Junna memerah. Ia terkejut dan tidak menyangka jika Rhine akan melakukan hal itu. "Berani-beraninya lo mencium pipi gue!"

"Hahaha, kena juga lo!" Rhine tertawa membuat Junna menjadi salah tingkah. "Anggap aja itu sebuah hadiah dari gue. Jarang-jarang lho, gue memberikan ciuman buat fans gue, harusnya lo merasa beruntung."

"Ukh, lo itu bener-bener nyebelin!" Junna menghentak-hentakkan kakinya ke lantai. Hal yang biasa ia lakukan jika dirinya sedang marah besar.

"Buku ini akan gue balikin asal lo mau mengakui kalau gue keren, gimana? Bukan syarat yang susah kan? Hehehe."

"Makasih, gue pilih beli buku itu dalam kondisi baru lagi!" Junna langsung masuk ke dalam kamarnya. Ia yang tidak fokus dengan langkah didepannya tanpa sadar menabrak kaca pintu geser yang masih tertutup.

BRAAAAK!!!

"Ups," Tawa Rhine meledak. "HAHAHAHA, pasti sakit tuh."

Junna tak mengeluarkan satu patah kata pun, ia yang merasa sangat malu dengan insiden menabrak pintu kaca tadi segera masuk ke kamar, mengunci pintu, menutup gorden dan mematikan lampu. Rhine yang melihat sikap konyol Junna hanya bisa terkekeh sambil menahan perutnya yang sakit akibat tawa yang berlebihan.

"Sepertinya hidupku ke depannya akan ramai nih," Rhine masih menatap kearah kamar Junna. Terselip sebuah senyuman kecil di bibir Rhine.

***

Terpopuler

Comments

AngghyShifah_chy

AngghyShifah_chy

Rhineenya suka cari gara-gara siJunnanya yg suka marah-marah wahh bakal jadi pasangan langgen nih

2020-12-22

2

Widya Choirunnissa

Widya Choirunnissa

aduhh sakot perut gw thorrr

2020-08-04

1

ami

ami

gubrak" jeng jeng ..😆😆😅😅

sukak thooor..

2020-02-28

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!