Anak Genius : Normal Family
Reani Felicita tidak pernah berpikir akan jadi seperti ini kehidupannya. Saat ini ia hanya bisa berjalan tanpa tahu kemana arah dan tujuannya hanya dengan sebuah koper berisikan pakaian dan buku-buku belajarnya sembari telapak tangan kirinya terus terletak diperutnya yang terlihat rata namun ada kehidupan di dalam rahimnya. Belum lama dan belum sampai sehari, ia sudah ditendang keluar oleh ibunya sendiri dengan tangis dan teriakan penuh serapah.
Di keadaan yang seperti ini wanita berusia 21 tahun itu tidak tahu harus kemana kakinya pergi. Setelah fakta yang terjadi padanya seketika menyapu habis kehidupannya yang tertata, ini semua karena kesalahan dan kepolosannya serta kecerobohannya dalam menjaga diri. Apa yang diharapkan pada usia setua ini jika tidak dapat menjaga nama baik? Reani berkali-kali menampar wajahnya sendiri demi meluapkan kekesalan hingga membuat bekas merah tamparan ibunya kembali merekah dan dibasahi oleh hujan serta air mata.
Langkah Reani terhenti disebuah gerbang besi yang menjulang cukup tinggi, terdapat papan nama kayu yang basah karena derasnya hujan sore ini bertuliskan biara D’Acqua Dolce. Bangunan yang disusu dengan batu bata itu berdiri kokoh di hadapan Reani. Pikiran wanita itu hanya tertuju pada satu pertanyaan, apakah di dalam sini benar-benar hidup dengan penuh kasih seperti yang mereka biasa perlihatkan pada orang-orang?
Reani terlalu banyak pikiran, tangannya pun terangkat memukul cukup keras pagar besi tersebut. Berkali-kali hingga terlihat samar dari arah pintu masuk keluar seorang wanita paruh baya berjubah hitam dan putih keluar sembari membawa lentera minyak menghampiri keberadaan Reani yang sudah sangat kacau.
“Suster Iriana…” lirih Reani pasrah ketika ia dengan jelas melihat sosok yang datang menghampirinya.
“Reani, apa yang terjadi?” ucap suster Iriana sembari membukakan gerbang dan menarik Reani masuk ke dalam kawasan biara.
Pemandangan kedatangan Reani memang tidak biasa dan menjadi pusat perhatian penghuni lainnya, akan tetapi siapa yang berani berbicara jelek di kawasan itu? Suster Iriana pun membawa Reani ke ruangannya dimana wanita basah kuyup itu diberikan handuk yang hangat dan dengan cepat suster Iriana membuat teh hangat.
“Apa yang terjadi Reani?” tanya suster Iriana sembari memberi gelas keramik berisi air teh yang panas ke kedua jemari Reani.
Wanita muda itu belum menjawab dan meraih gelas pemberian suster Iriana dengan tangan bergetar. Kedua bibirnya terlihat kaku dan sulit mengeluarkan kata-kata hingga membuat kedua bahunya bergetar hebat dan air mata mengalir dengan deras dari kedua matanya. Reani tiba-tiba sesegukan dan berusaha mengeluarkan kata-kata yang ada dikepala.
“Suster… saya tidak tahu… hiks! Saya merasa saya bodoh! Bahkan terlalu bodoh! Hiks!” ucap Reani penuh penyesalan dengan suara yang terbata-bata sembari menatap suster Iriana yang sudah duduk di hadapannya kini.
“Reani, pelan-pelan. Minum dulu tehmu sebelum dingin.” kata-kata lembut suster Iriana mampu masuk ke dalam diri Reani sehingga ia menuruti perkataan suster Iriana.
“Saat ini saya jelas menyadari kesalahan dan keteledoran saya dalam menjaga diri. Hiks! Suster! Bagaimana ini!? Hiks! Saya hamil! Saya tidak tahu kenapa saya bisa hamil!” Reani tidak bertele-tele, ia mengatakan keadaan dirinya dengan jelas dan suster Iriana sepenuhnya sadar mendengar pernyataan mengejutkan itu.
Jika Reani datang dengan penampilan seperti ini, suster Iriana dengan jelas dapat menyimpulkan bahwa kehamilan Reani tidak diinginkan oleh keluarganya. Jelas wanita itu sudah diusir keluar oleh keluarganya dan tidak tahu akan pergi kemana.
Suster Iriana menarik napas dalam-dalam, menghembuskan dengan perlahan agar tetap berkepala dingin.
“Reani, apa kamu tahu siapa yang ikut bertanggung jawab?” tanya suster Iriana.
Reani menjawab dengan air matanya yang deras kemudian menggeleng.
“Saya tidak tahu kapan dan dimana, semuanya samar-samar di kepala saya…”
Pagi itu yang Reani lakukan adalah pergi begitu saja tanpa ingin melihat siapa yang terlelap di sisinya tanpa menenakan sehelai benang pun. Reani bahkan tidak tahu kenapa ia bisa berakhir di sebuah kamar penginapan yang mana merupakan lokasi tempat ia merayakan ulang tahun salah satu teman sekelasnya.
Kini, pria asing itu meninggalkan jejak dalam diri Reani berupa janin yang tidak bersalah namun menghancurkan hidupnya.
Lantas siapa yang patut Reani salahkan?
Alasan kenapa ia bisa berakhir di kamar sialan itu tak luput dari kecerobohannya dan minuman alkohol yang membuatnya mabuk dan salah masuk kamar.
“Apa akan selesai jika saya mengakhiri hidup saya?”
Suster Iriana membelalakan matanya. Reani yang ia kenal bukan seorang wanita yang berpikiran pendek seperti ini.
“Reani! Jangan pernah kamu berpikiran seperti itu!” suster Iriana murka mendengar kata-kata pasrah Reani.
“Suster, saya tidak punya tempat lagi! Kemanakah saya harus pergi? Sementara keluarga saya sudah membuang saya hanya karena kesalahan ini!? Saya tidak tahu siapa ayah anak ini! Saya tidak ingat apa-apa!” Reani berulang kali mengusap air matanya yang tidak kunjung mereda.
Suster Iriana mendekati Reani, meraih telapak tangan yang dingin itu dengan menyatukan kedua tangan dan membuat arah tatapan wanita muda itu pada matanya.
“Kamu harus tahu Reani, nak. Tidak boleh kamu membunuh dirimu sendiri dan saat ini tidak hanya nyawamu sendiri yang kamu bawa. Hadirnya kamu ke sini, itu merupakan sebuah keputusan yang luar biasa. Tuhan akan membantumu, begitu juga dengan biara. Tinggallah disini sementara waktu sampai kamu siap kembali ke dunia luar, rawatlah anak ini, berikanlah ia pilihan hidup.”
Reani jelas mendengar nasihat suster Iriana padanya. Deras air mata tak kunjung berhenti karena perasaan yang bercampur aduk. Pandangan Reani tak lama ini terlihat gelap pada dunia sekitarnya, hingga akhirnya ia bisa melihat sedikit cahaya harapan pada kata-kata suster Iriana.
*
*
*
8 bulan kemudian
Sementara itu, dibelahan wilayah lain kota Acqua tepatnya disebuah markas yang tersembunyi. Terdapat di pedalaman pinggiran kota Acqua sebuah rumah megah dengan halaman yang banyak pepohonan hingga membuat halaman rumah tersebut rindang dan gelap hingga membuat orang-orang tersesat ketika memasuki gerbangnya. Rumah megah yang berdiri di tengah hutan seperti itu adalah milik seorang pria muda yang berdarah dingin, kejam, dan keji. Begitulah orang-orang dunia bawah Elemento mengenalnya, yaitu Dominic Venigais.
Dominic Venigais merupakan pria dengan kulit seputih pualam, rambut hitam dengan potongan pendek dan rapi, memiliki bentuk mata tajam dan bola mata abu-abu yang mirip dengan musim dingin mencekam, memiliki garis hidung yang lancip dan tegas, serta bibir yang sensual, serta ciri yang membuat seluruh organisasi dunia bawah mengenalnya adalah tato bunga mawar yang berada di belakang bahu kanannya. Tato itu terlihat tak kala ketika Dominic membuka bajunya setiap ia akan menghabisi para musuhnya.
Isu sifat dinginnya bukanlah isapan jempol belaka, sampai saat ini keputusannya untuk tidak menikah dengan para putri petinggi dunia bawah lainnya karena sifat dinginnya itu sendiri. Dominic tidak peduli dengan wanita, ia terlalu tidak peduli dengan wanita. Berpuluh-tidak, bahkan ratusan wanita yang didatangi padanya akan tetap ia diamkan.
“Ini sudah 8 bulan sejak kejadian itu!! dan kamu belum menemukan wanita itu!?” dominic menghantam mejanya keras ketika Michael yang merupakan sekretarisnya mengatakan belum mendapat kabar tentang wanita yang Dominic pikir telah melecehkannya pada malam 8 bulan yang lalu.
Michael adalah sekretaris pribadi Dominic, dimana Michael ini memiliki ciri berambut ikal dengan kulit putih dan mengenakan kacamata persegi panjang yang selalu bertengger dikedua telinganya. Michael memiliki suara yang lembut dan ringan serta tenang meskipun Dominic sering melampiaskan kemarahannya pada Michael dengan berteriak di depan wajah pria itu, Michael tetap melayani Dominic dengan baik. Bahkan isu mengatakan bahwa Michael adalah pasangan gay dari Dominic karena selalu bersama hampir di setiap waktu.
Michael juga sulit ingin mengatakan bahwa ia belum mendapat jejaknya. Hal itu karena Dominic sendiri tidak dapat menjelaskan secara rinci ciri-ciri dari wanita yang melecehkan atasannya itu.
“Bahkan dari para penari mereka tidak ada yang mengaku masuk ke kamar anda tuan.” jelas Michael.
Dominic meremas kertas yang terdapat di atas mejanya sampai remuk sebagai pelampiasan kemarahannya. Masih jelas di ingatan Dominic, ia terbangun dengan seluruh tubuhnya yang kesakitan dan kepala yang pusing serta tanpa mengenakan apapun di bawah selimut lalu menemukan secarik kertas permintaan maaf dari seorang wanita yang bahkan Dominic tidak ingat bagaimana wajahnya.
“Ia merupakan wanita yang memiliki aroma segar seperti jeruk dan daun mint. Bagaimana bisa kamu tidak bisa menemukanny!? MICHAEl!!!” murka Dominic tidak menggoyahkan langkah Michael untuk mundur dari hadapan tuannya dan masih bisa Michael bersikap tenang.
Michael sendiri paham betapa tingginya harga diri Dominic, menemukan diri tanpa busana di pagi hari dan secarik kertas berisi permintaan maaf singkat memang memalukan terlebih untuk seorang bos besar seperti Dominic.
Namun, disisi lain Michael juga kebingungan.
“Wanita dengan aroma jeruk dan daun mint tidak hanya satu saja tuan, bisa saja itu merupakan jebakan dari musuh.” ucap Michael tenang.
“Justru memikirkan jebakan dari musuh maka aku memintamu untuk mencarinya agar tahu apa saja yang ia dapatkan pada malam itu. Malam itu!! Meski tidak ada yang hilang, namun kotak tempat menyimpan surat perjanjianku dengan ketua geng kota Il Vento terbuka lebar!!”
Seperti yang dimaksud Dominic, ia memang tidak kehilangan barang, namun pagi itu ia menemukan sebuah kotak berisi surat perjanjian dan dokumen bisnis Dominic terbuka lebar dan terlihat berantakan. Rahasia penjualan, bisnis, dan lainnya, hal itulah yang Dominic khawatirkan. Meskipun sudah 8 bulan semenjak kejadian itu belum terjadi hal yang mencurigakan.
“Ini semua karena ulah nenek tua itu! ia pasti menjebakku dan membuatku mabuk lalu mengirim seorang penari yang ada di acara itu pada kamarku.”
Tidak ada yang Dominic ingat setelah ia berhasil bersepakat dengan ketua geng kota Il Vento. Dominic terlalu muak dengan para penari wanita yang diundang terus mendekat padanya dan menempel seolah tidak mau lepas. Minumannya malam itu seolah dicampur oleh sesuatu dan membuat Dominic hampir lepas kendali, karena mengantisipasi agar tidak terjadi hal yang tidak menyenangkan Dominic memutuskan untuk pergi ke kamarnya dan beristirahat disana.
“Michael, sebelum semuanya menjadi buruk. Aku ingin kamu menemukan wanita beraroma jeruk dan daun mint itu secepatnya.” Sekali lagi Dominic memerintah.
“Lantas ketika ditemukan, apa yang akan anda lakukan?” tanya Michael.
“Perlukah kamu menanyakannya lagi untuk orang yang telah melecehkanku? Tidak ada baginya kesempatan untuk hidup lagi.”
To Be Continued.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments
Kara
semangat kakak. mari berjuang bersama hehe
2021-08-31
1