Ujung-ujungnya Felix dapat satu jeweran di telinganya dan masih diam memeluk pinggang Reani sebagai bentuk meminta pengampunan agar ibunya tak lagi marah, Felix sedang menahan tangisnya agar tidak meledak. Reani melakukannya karena jantungnya benar-benar tidak terasa lagi di tempatnya dengan layak saat mencari satu anak ini. Ketiga pria yang melihat perbuatan ibu-anak itu sedikit merasa prihatin dengan Felix juga sekaligus merasa lucu karena jarang sekali pemandangan sepolos itu di mata mereka.
“Untung saja ada kakek Sicurezza bersamamu. Kamu tidak tahukah betapa ibu khawatir melihatmu tidak ada di mata ibu?” tanya Reani gusar.
“Reani, tidak apa-apa. Suster kepala hanya menitipkan Felix padaku sebelum ia pergi.” jelas Sicurezza agar Reani tidak menjadi-jadi kemarahannya.
Wajar saja Reani marah dan gusar, kepergian suster Iriana cukup membuat batin dihantam keras. Apalagi jika itu Felix? Lebur sudah hidup Reani.
“Selain itu, Reani. Aku ingin bicara sesuatu denganmu.”
Suara Sicurezza menjadi cukup serius dan membawa situasi sedikit lebih berat. Reani menatap pria tua itu bingung dan dua pria muda yang berdiri di belakangnya bergantian.
“Apa itu?” tanya Reani
“Tapi tidak disini, kita akan pergi ke tempat father Joan.”
Reani tidak tahu apa yang akan dibicarakan. Ia hanya mengenal Sicurezza melalui father Joan dan karena father Joan sendiri merupakan saudara suster Iriana.
*
*
*
Disinilah Reani, bersama Felix dipangkuannya ia berada di ruang tamu yang ada di biara tempat father Joan tinggal. Reani sedang berhadapan dengan Sicurezza, father Joan serta seorang pria yang tidak ia kenal tak lain adalah Dominic itu sendiri.
“Felix, ayo bermain bersama paman Michael saja.” saran Sicurezza meminta putranya Michael untuk mengambil sebentar Felix dari pangkuan Reani.
“Felix jangan nakal dan merepotkan paman. Ingat! Tunggu ibu di luar.” ucap Reani sebelum Felix dan Michael pergi meninggalkan ruangan.
Reani pun tersenyum melambai pada Felix yang keluar dari ruangan. Lalu menghapus senyumnya dan meluapkan seluruh rasa penasaran dan bingung ke wajahnya menatap father Joan.
“Father, ada apa ini?” tanya Reani bingung.
Agak berat, namun father Joan sudah menetapkan agar mengungkapkan segalanya.
“Reani, apa kamu tidak ingat siapa yang bersamamu 6 tahun yang lalu?” tanya father Joan pelan. Karena bagaimanpun juga topik ini akan membuka kembali luka lama Reani dan ingatan buruk tentang hal itu.
Reani menggeleng perlahan.
“Saya tidak ingat siapa yang bersama saya. Semua terjadi begitu saja.” ungkap Reani jujur dan sedikit merasa malu. Sakit hatinya timbul dan masih ada penasaran dalam hatinya kenapa father membawa pembicaraan ini.
“Apa pernah kamu berpikir akan bertemu dengannya?” tanya father Joan pelan.
Reani terdiam, matanya yang fokus pada father Joan langsung lari memandang Sicurezza dan pria yang ada dihadapannya yaitu Dominic. Reani menenangkan pikirannya, berharap apa yang ia duga tidak benar dan itu hanya khayalan.
“Saya tidak akan melakukannya.” jawab Reani.
Father Joan melihat tingkah Reani yang mulai gelisah, kebingungan pastilah memenuhi kepala ibu anak satu itu.
“Tenanglah Reani, saya tidak bermaksud menakutimu ataupun menyakitimu.”
“Reani, saya ingin bertanya sekali lagi.” lanjut father Joan.
Reani yang menunduk semula perlahan mengangkat kepalanya.
“Apa itu father?” tanya Reani.
“Apa kamu ingin tahu pesan suster Iriana pada saya ketika beliau mengatakan jika saat dimana beliau tidak dapat bersamamu lagi?”
Reani otomatis menggeleng. Ketika mendengar nama suster Iriana, hatinya kembali terasa berat dan membuatnya sulit bernapas. Padahal baru saja satu hari tidak bersama, Reani sudah merindukan kehadiran wanita hebat satu itu.
“Katakan father apa pesan beliau.” ucap Reani pasrah.
“Reani, kamu sendiri tahu bahwa suster Iriana adalah seseorang yang penyayang. Tidak pernah sediktipun ia tidak peduli pada orang-orang yang kesusahan, seluruh orang ia tolong ketika meminta bantuannya, termasuk kamu sendiri.”
Itu benar, sampai menyediakan tempat untuk tinggal Reani dan putranya adalah hal yang luar biasa serta berani dari suster Iriana.
“Sikapnya terlalu peduli dengan orang lain, bahkan setelah ia tiada, beliau tetap ingin kamu hidup aman.”
“Sudahlah father, langsung pada intinya saja. Saya masih sangat berduka atas kepergian beliau.” Reani tidak tahan lagi, rasa penasarannya semakin meluap dan ingin meledak.
Father Joan menggangguk paham dan menatap Sicurezza untuk meminta persetujuan. Sicurezza ikut mengagguk agar tidak memperlama waktu.
“Reani, kamu harus tahu bahwa yang ada di hadapanmu adalah orang yang dipercayai suster Iriana untuk menjagamu. Ia adalah Dominic Venigais yang mana merupakan ayah dari Felix putramu. Ayah kandungnya.” Jelas father Joan memperkenalkan pria sedari tadi duduk berhadapan dengan Reani.
Setelah sekian tahun, tepat terakhir kali pada saat Reani masih mengandung. Barulah kali ini mereka berdua saling menatap satu sama lain dengan perasaan yang beragam. Pupil mata Reani bergetar tidak percaya menatap wajah pria yang sebenarnya samar-samar diingatannya bahkan ia sudah mengubur ingatan itu dalam-dalam. Wajah Dominic sangat asing di mata Reani hingga membuat Reani tidak percaya.
Reani menggeleng dan melempar tatapan tidak percaya pada father Joan.
“Tidak! Tidak mungkin! Bentuknya tidak seperti ini.” ucap Reani mengelak.
“Apa kamu ingat wajahnya bagaimana?” tanya Sicurezza penasaran.
Reani menggeleng lalu menatap Sicurezza
“Wajahnya kabur diingatakan saya.” Jawab Reani serius dan cukup lucu menurut Sicurezza karena wajah tampan Dominic yang biasanya di puja oleh wanita diluar sana malah nampak blur diingatan Reani.
“Apa-apaan ini? Apa ingatanmu sekarat itu? jelas-jelas kamu ada kamar itu.”
Reani terkejut karena Dominic tiba-tiba mengeluarkan protes. Reani kira pria dihadapan akan diam saja.
“Tunggu dulu! Ingatanku tidak sekarat itu. apa kamu kira pikiranku terbuat dari besi? Juga, apa penting saya harus mengingat wajahmu?” Reani tidak terima jika ingatan dikatakan sekarat.
Bagaimana Reani ingat, ia bangun saja sudah kepanikan dan langsung kabur tanpa peduli wajah seperti apa disampingnya sedang terlelap terlebih hari itu ada jadwal di akademinya.
“Kalian tidak akan bertengkar satu sama lain bukan?” tanya father Joan menengahi lemparan tatapan tajam yang dilakukan Reani dan Dominic.
Reani dan Dominic kompak kembali diam, memilih untuk tidak menatap satu sama lain.
“Saya tidak percaya father Joan, meski saya mengerti pesan suster Iriana. Tapi, tidak mudah bagi untuk saya percaya bahwa pria ini adalah ayahnya Felix.”
Reani tahu bahwa menjadi orang tua tunggal di dunia ini memang tidak mudah. Dimana ia akan menjadi satu-satunya orang tua untuk Felix, ia juga merawat Felix, mencari uang, dan segalanya untuk menghidupi Felix dan dirinya sendiri. Reani beranggapan bahwa father Joan dan Sicurezza membawa pria di hadapannya dengan mengenalkannya sebagai ayah Felix agar Reani mau ikut bersama pria yang tidak Reani kenal itu.
“Saya mengerti kekhawatiran father dan paman Sicurezza, tapi saya akan baik-baik saja bersama Felix. Anda tidak perlu membawa seseorang yang tidak saya kenal untuk menjaga saya.” jelas Reani.
Maksud hati Reani, ia sudah melupakan masa lalu dan ingin membangun hidup baru dengan Felix.
“Masalah dengan siapa atau siapa sebenarnya, saya tidak ingin memusingkannya. Saya ingin Felix tumbuh dengan baik. Saya justru sudah memaafkan pria itu dan memang keputusan saya untuk tidak mencari siapa dia.” jelas Reani sembari menatap Dominic agar pria itu paham dengan prinsip hidup Reani.
Bukannya paham, tatapan Reani malah membuat Dominic dongkol. Dia berusaha mati-matian mencari keberadaan wanita yang menghabiskan malam bersamanya dulu. Hari ini sepasang telinga Dominic malah mendengar dari mulut wanita itu bahwa tidak mencari ataupun menyimpan dendam terhadapnya.
Sementara itu Sicurezza puas menahan tawa dan geli karena jarang ditelinga mendengar Dominic dengan mudah dilupakan dan tidak dipedulikan.
“Reani kamu salah paham. kami tidak mengada-ngada. Memang benar Dominic adalah orangnya meski begini bentuknya.” timpal Sicurezza menyikut lengan Dominic untuk tidak menatap Reani terlalu tajam dan mengintimidasi wanita itu.
“Pak tua!?” Dominic tidak percaya pamannya sendiri meledeknya di depan seorang wanita.
“Hahaha… mungkin sulit untuk dipercayai tapi kamu harus melihat ini.” ucap Sicurezza sembari mengulurkan selembar foto ke hadapan Reani dan apa yang ada di dalam foto itu membuat pupil mata Reani membesar.
“Paman! Kapan paman mengambil foto Felix? Aku rasa Felix tidak ada baju seperti ini!?” Reani dengan cepat mengambil foto itu dan menatap Sicurezza tidak percaya.
Tawa Sicurezza langsung pecah dan father Joan hanya bisa mengulum senyum.
“Tentu saja itu bukan Felix! Itu adalah Dominic! Kamu telah menyalinnya dengan sempurna pada Felix.” jelas Sicurezza di sela tawanya.
Reani terdiam, foto anak kecil di tangannya sempat ia kira adalah putra tercinta Felix ternyata bukan. Cepat-cepat Reani kembali meletakkan lembar foto itu ke atas meja.
“Sepertinya saya salah lihat. Lupakannya saja tadi.”
“Hey! Jelas-jelas tahu dan mengelak!!” protes kembali diajukan Dominic dan menunjuk Reani.
Reani tersentak karena ketahuan dan melempar tatapan tajam pada Dominic.
“Tapi, tetap saja saya menolak.” Reani cukup serius dengan keputusannya dan membuat ketiga lawan bicaranya terdiam.
“Kenapa Reani?” tanya father Joan.
“A-apa kamu ada seseorang spesial?” tanya Sicurezza gugup.
“Pak tua, kenapa kamu yang malah gugup?” tanya Dominic heran.
Reani menggeleng, pertanyaan Sicurezza bukan jawabannya.
“Felix satu-satunya yang utam bagi saja, juga…” Reani kembali menatap Dominic dan tatapan itu tidak terlihat bercanda.
“Keputusan saya melahirkan Felix bukan untuk balas dendam atau semacamnya. Sejak awal saya sudah berbicara bahwa saya sudah memaafkan dan melupakan masa lalu. Saat ini, saya hanya ingin bersama dan membahagiakan Felix. Saya tidak bisa tinggal bersama anda.” ucap Reani yakin.
“Tapi Reani, ini adalah pesan dari suster Iriana.” timpal father Joan.
Reani menatap father Joan yang berada di ujung meja dan tersenyum pada salah satu orang yang berharga di hidup Reani.
“Saya tidak apa-apa. Saya senang bahwa suster Iriana masih memikirkan saya bahkan ketika ia sudah pergi dari dunia ini.” Reani beranjak berdiri dan memutuskan untuk mengakhiri pembicaraan yang luar biasa hari ini bagi hidupnya.
“Reani, apa kamu yakin dengan keputusanmu?” tanya Sicurezza sekali lagi.
“Dari pada itu paman, saya lebih bertanya-tanya tentang kesediaan hati dari pria itu tentang keputusan ini.” jawab Reani menyindir Dominic.
“Apa maksudmu?” tanya Dominic menatap Reani tajam.
“Entahlah, saya rasa kamu bisa memikirkannya sendiri.”
Hidup Reani saat ini hanya Felix yang menjadi utama. Reani tidak akan menempatkan Felix di tempat dimana keberadaan buah hati tercintanya itu tidak diterima. Apapun itu akan Reani lakukan untuk hidup Felix, bahkan jika ia dipaksa menikah dengan Dominic.
Namun, apa Dominic memikirkan hal yang sama dengan Reani?
To Be Continued.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments