“Apa dia sudah mati?”
“Tepat setelah kejadian, ia tidak lagi bernapas.”
Ruangan itu sangat gelap, seluruh dinding terbuat dari bata dan hanya ada jendela kecil yang memasok cahaya keseluruhan ruangan. Di tempat itu seorang wanita tua tinggal. Wanita tua itu merupakan kenalan ratu Regina, seorang peramal kepercayaan ratu Regina bernama Roselle atau biasa ratu Regina panggil ‘madam Roselle’.
“Yang mulia, membunuh wanita lemah itu bukanlah hal sulit. Namun saya merasa ada yang janggal dengan biarawati itu.” ucap Roselle.
Ratu Regina menaruh cangkir tehnya dan menatap tajam lawan bicara yang ada di depannya. Ia datang dengan dikawal oleh jenderal Falco.
“Ada apa lagi? Apa biarawati itu bukan kerabat anak itu?” tanya ratu Regina.
Roselle meraih jemari ratu Regina dan menggenggamnya dengan erat lalu menutup matanya. Ratu Regina awalnya terkejut karena dengan lancang tangannya di genggam begitu saja, namun ada rasa penasaran juga.
“Yang mulia, ada yang lebih besar dari keberadaan biarawati itu. Namun saya tidak melihat hal yang lebih besar itu, entah itu benda atau manusia.” ucap Roselle sembari melepas tangan ratu Regina dan kembali seperti biasa.
“Baiklah, aku juga tidak akan lengah karena anak itu belum mati di depan mataku sendiri.”
*
*
*
“Kebencian itu wajar, namun cara membalas dendam tidak selalu dengan hal yang sama. Masih banyak cara yang berkualitas dibanding keji.”
Kata-kata itu yang selalu Dominic tanamkan dipikiran dan hatinya serta menjadi salah satu dasar ia menjalani kehidupan. Namun, apa saat ini Dominic kembali harus bersabar setelah mendengar apa yang terjadi pada suster Iriana? Kata-kata itu diberikan Sicurezza saat Dominic masih kecil. Memang menyakitkan kenyataan yang ada padanya, meski amarah juga sempat ingin menyulut api dendam, namun prinsip hidup yang Sicurezza tanamkan itulah yang membuat kobaran api dendam menjadi semakin besar.
“Kematiannya terjadi ketika suster baru saja ingin kembali ke biara dari panti asuhan dibawah yayasan katedral. Mobil yang menabraknya belum ditemukan namun sudah masuk dalam daftar pencarian.” jelas Michael menceritakan kronologi kematian yang terjadi pada suster Iriana.
Saat ini, Dominic dan Michael berada di pemakaman suster Iriana yang ditemukan meninggal di jalan kemarin. Dominic tidak tahu bagaimana rasa ditinggal seperti ini karena ia sudah ditinggal oleh ibunya sejak bayi. Melihat Reani yang tidak bisa lagi berdiri melepas suster Iriana ke tempat peristirahatan terakhirnya.
Bagaimana tidak demikian, Reani sudah banyak dibantu oleh suster Iriana. Bukan hanya materi, hasrat hidupnya sampai saat ini merupakan hasil dari nasihat suster Iriana. Reani yang merasa hidupnya sudah hancur lebur, jika tanpa uluran tangan suster Iriana, Reani tidak tahu bagaimana bentuk kehidupannya.
“Apa kamu akan tetap disini?” tanya Michael. Pandangan mereka berdua tak lepas dari Reani yang sedang berada dipelukan suster Agatha dan masih menangisi kepergian suster Iriana.
“Pak Tua mengatakan untuk tetap menjaga jarak aman. Lagi pula apa yang bisa aku lakukan. Kami bahkan tidak saling mengenal.”
Ucapan Dominic berhasil mendapat satu pukulan cukup keras di belakang kepalanya dan berasal dari Michael itu sendiri.
“A-apa yang kamu lakukan?!!” tanya Dominic hampir meninggikan suaranya jika tidak melihat tatapan senyuman penuh ancaman dari Michael untuk tidak melakukannya.
“Meski aku bekerja di bawahmu. Aku tetap lebih tua darimu di keluarga.” timpal Michael sembari tersenyum.
Iya, Michael memang memiliki usia yang sama dengan Dominic, namun ia lebih dulu lahir dari Dominic membuat Michael menjadi yang lebih tua.
“Kesampingkan hatimu yang dingin itu, karena apa yang ada bukan hanya dia. Melainkan seorang yang ada di antara kalian.”
Arah bicara Michael lebih ke pada Felix. Ia hanya diam berada dipelukan Sicurezza karena Reani yang tidak sanggup menggendong Felix.
Reani dan Dominic memang tidak saling mengenal, bahkan jika Dominic ingin melupakan kejadian 6 tahun lalu begitu saja mungkin akan selesai dari sisi hidupnya. Namun berbeda dengan Reani yang membawa benihnya dan tumbuh di dalam diri wanita itu. Michael tidak mempermasalahkan dinginnya hati Dominic pada seluruh wanita termasuk Reani itu sendiri. Keluarga mereka bukanlah orang-orang kejam yang tega membiarkan salah satu yang ada di satu garis keturunan terabaikan begitu saja, termasuk Felix itu sendiri.
“Kamu boleh tidak peduli, aku tidak mempermasalahkannya. Namun ada garis darah keluarga ada di dalam diri anak itu. Kesalahan adalah milik kalian berdua, akan tetapi Felix tidak ada salah sama sekali.”
“Kenapa kamu malah menasehatiku? Itu terdengar menjijikan.” timpal Dominic risih.
“Karena aku lebih tua darimu.”
Baiklah, Dominic cukup muak mendengar ucapan itu dari mulut Michael.
*
*
*
Malam ini terasa sangat berbeda untuk Reani dan para penghuni biara lainnya. Kehilangan salah satu sosok penting membuat terdapat posisi kosong yang biasanya selalu terisi dan terasa hangat.
“Ibu…” panggil Felix membuyarkan lamunan Reani yang masih merasakan sisa-sisa kesedihan dalam hatinya.
“Apa ibu sakit? Suster kepala mengatakan pada Felix, bahwa suster Iriana sudah baik-baik saja.” Ucap Felix sembari memeluk ibunya karena merasa seharian ini Felix belum memeluk ibunya dan mendapat tepukan pelan di punggung kecilnya untuk menemani tidur.
Air mata Reani kembali mengalir namun dengan cepat ia usap sembari membawa putra satu-satunya ke dalam pelukannya. Reani pikir, ia akan menjalani hidup normal seperti yang ia harapkan. Cukup bersama suster Iriana dan Felix. Reani sangat menginginkan suster Iriana bisa melihat Felix tumbuh besar dan dapat membanggakan suster Iriana.
Namun, musibah itu terjadi begitu saja tanpa ada tanda-tanda.
“Felix, sekalipun jangan pernah tinggalkan ibu ya?” lirih Reani.
Felix mengangkat kepalanya, menatap wanita yang selalu menjadi nomor satu dalam hidupnya dan mengangguk.
“Felix tidak akan pergi, karena ibu adalah tempat Felix untuk tinggal. Kakek Sicurezza memberitahukan pada Felix untuk menjaga ibu baik-baik. Saat besar nanti, Felix akan bekerja dengan kakek Sicurezza dan menghasilkan banyak uang agar kita bisa tinggal bersama selamanya dirumah kita. Tanpa mengganggu kakak-kakak yang ingin belajar.”
Reani terkekeh, apapun yang ada di dalam diri Felix. Di mata Reani, putranya tetap seorang anak yang polos dan istimewa. Reani sudah mengenal Sicurezza sebagai salah satu teman suster Iriana dan father Joan.
“Apa Felix sanggup? Kakek Sicurezza itu orang yang sibuk.” timpal Reani menggoda keyakinan putranya.
“Tentu saja sanggup. Bahkan Felix akan diajarkan banyak hal!” ucap Felix bersemangat.
“Benarkah?”
Felix tiba-tiba melepas pelukannya dari Reani lalu berjalan menuju lemarinya dan mengeluarkan sebuah buku catatan yang mana Reani tahu buku itu merupakan pemberian Reani di ulang tahun Felix ke-3. Felix membolak-balik buku berisi banyaknya tulisan Felix mulai dari bahasa asing, rumus, dan bahkan hal-hal berupa gambar yang tidak Reani pahami maksudnya. Kadang Felix menjawab gambar tersebut hanyalah simbol yang Felix buat sebagai kode bacaan.
Kadang Reani berpikir, apa ia sebodoh ini?
“Ini dia. Kakek Sicurezza memberikannya padaku.” Felix mengeluarkan sebuah kertas berisi susunan huruf dan angka secara acak. Bahkan Reani sendiri bingung apa maksdunya.
“Apa ini Felix?” tanya Reani penasaran.
Reani sudah tidak heran dengan Sicurezza yang suka memberikan Felix mainan yang tergolong aneh menurut Reani. Belum lagi minggu lalu Reani dikejutkan dengan Felix yang bermain dengan pistol palsu pemberian Sicurezza dan hari ini Felix kembali menunjukkan benda pemberian Sicurezza.
“Kakek mengatakan ini adalah sebuah peta dan meminta Felix cari pintu masuk dan keluarnya.” timpal Felix polos sembari mengambil pensil.
Reani tampak tertarik dengan apa yang akan tangan Felix kerjakan.
“Tapi, ibu hanya melihat susunan huruf dan angka.”
“Kakek hanya bilang berbaringlah Felix, dan lihat dari arah selatan.”
Reani tidak tahu dan hanya melihat Felix memperagakan ucapan Sicurezza dan itu nampak lucu di mata Reani.
“Namun ibu, tidak mungkin semudah itu. Felix pasti bisa memecahkan masalah ini.” ucap Felix yakin.
Reani mencubit kedua pipi Felix gemas.
“Boleh saja. Tapi Felix harus tidur, besok kita akan pindah dan harus bangun cepat.” ucap Reani sembari menyusun barang-barang terakhir untuk masuk ke dalam tasnya.
Bagaimana pun juga biara bukan tempat Reani untuk tinggal bersama Felix. Meski sederhana, setidaknya Reani sudah menemukan tempat yang layak untuk ia tinggal bersama buah hatinya.
*
*
*
Matahari pagi nampak sudah tinggi hingga mampu menembus ventilasi dan sinar itu mengenai kelopak mata Reani yang masih tertutup hingga membuat wanita itu tergerak untuk bangun dari tidurnya.
Tubuh Reani sangat lelah, duka mendalam banyak menguras tenaganya hingga Reani agak terlambat bangun dan langsung tersadar bahwa hanya ada dirinya di kamar itu sementara pintu kamar terbuka dan membawa angin segar dari luar.
“Felix?” tanpa butuh waktu lama Reani sadar bahwa tidak ada Felix dalam pelukannya seperti biasa.
“Felix?” sekali lagi Reani memanggil dan tidak ada sautan seperti biasanya.
Jantung Reani langsung berdebar kencang dan panik menghantuinya. Baru saja ia kehilangan seseorang yang berharga baginya belum genap seminggu, pagi ini ia tidak ingin ada hal buruk terjadi pada Felix. Mencoba menenangkan pikiran Reani bangun dan beranjak dari ranjangnya lalu keluar kamar sembari mereapikan rambut hitam pendeknya yang agak mengembang karena baru bangun tidur.
Felix pasti tidak apa-apa, begitulah Reani berpikir agar ia tidak panik.
Namun, hasil pencariannya tidak berbuah apa-apa. Seluruh suster di biara tidak menemukan Felix dimananpun.
“Ah, tadi pagi-pagi sekali sebelum membersihkan kapel aku melihat Felix pergi ke luar pagar sambil membawa kertas. Awalnya ia pergi bersama suster kepala, namun saat ini suster kepala sedang pergi ke pasar bersama suster Agatha.”
Reani berterima kasih pada suster muda yang menjelaskan keberadaan Felix. Padahal masih pagi tapi peluh Reani seperti orang yang sudah bekerja setengah hari lamanya. Rasanya tidak mungkin Felix di bawa ke pasar, insting Reani mengatakan ia harus mengecek kembali halaman depan diluar pagar karena Felix sering bermain di luar pagar biara.
“Apa kamu sudah menemukan jawabannya?”
“Kakek tidak bisa menipuku begitu saja.”
Ternyata Felix sedang berada di gendongan Sicurezza dan mengobrol di halaman depan pagar biara sembari membahas peta yang Sicurezza kemarin. Nampaknya Felix sudah memecahkan masalahnya dan menemukan jawabannya.
“Apa benar ini pintu masuknya?” tanya Michael juga berada disitu, maka sudah dapat dipastikan bahwa ada Dominic ditempat yang sama dan berdiri dengan canggung melihat interaksi antara Sicurezza dan Felix.
“Tentu saja nampaknya begitu. Aku yakin mereka menyeledupkan senjata dengan lewat dari sana.” Ternyata peta yang diberikan Sicurezza bukan benda sembarangan. Itu merupakan jalur masuk penyeludupan senjata oleh pemberontak di perbatasan kerajaan.
Tindakan Sicurezza memang mengejutkan dan membuat Dominic serta Michael terheran-heran dengan kenekatan pria tua itu memanfaatkan kemampuan Felix.
“Pak tua! Anda-.”
“Felix!?”
Baru saja Dominic ingin protes atas perbuatan pamannya, ucapannya terpotong dengan suara yang lebih nyaring dan lengking. Tidak lain dan tidak bukan adalah ibu dari Felix itu sendiri yaitu Reani.
To Be Continued.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments
Kam1la
semangat up kk
2021-09-16
2