BAB 2

Cuaca mendung nampaknya tidak hanya berada di pinggiran kota Acqua saja, hal itu juga nampak dari sebuah lokasi yang berada di dalam pagar tinggi istana kerajaan yang terletak di salah satu titik wilayah kota Acqua. Berdirilah sebuah istana yang sangat luas dengan pagar besi mengelilingi keseluruhan wilayah 5 hektar tersebut. Salah satu pemiliknya, yaitu ibu negara yang merupakan ibu tiri Dominic dan ibu kandung seorang pangeran mahkota nampak menikmati pemandangan langit mendung dari ruangannya yang disediakan jendela besar hingga menampakkan seluruh pemandangan luar istana.

“Apa benar berita itu?” tanya ratu negeri Elemento bernama Regina Fredda Mondo itu pada seorang pria paruh baya yang berstatus jenderal perang kerajaan yaitu Falco Aquila dimana pria tersebut merupakan kakak kandung ratu Regina.

Ratu Regina menggenggam erat cawan anggur yang ia pegang dengan geram.

“Takhta kerajaan tidak akan pernah bisa diduduki oleh anak haram itu.” geram wanita paruh baya itu.

“Rencana raja saat ini memang terdengar seperti isu di dalam istana dan sekelompok petinggi kerajaan, namun sumber isu dapat dipercaya bahwa raja Redel ingin mewariskan takhtanya pada Dominic.” jelas Falco.

“Jangan sebut namanya dihadapanku!” bentak ratu Regina dengan suara nyaring.

“Tidak ibunya dan anaknya sama saja! Merebut milik orang lain! kakak! Aku ingin kalian mengirim orang-orang untuk membunuhnya! Aku juga mendengar bahwa anak itu sedang mencari seorang wanita. Ini bisa saja menjadi jalan mempermudah rencana kita untuk menyingkirkan anak itu.” ujar ratu Regina sedetik setelah ia membentak kakaknya sendiri.

“Keberadaan anak itu tidak akan bisa membuat aman jalan putraku Coraggioso untuk menjadi raja, apapun itu aku akan menghancurkan hidupnya sampai lebur.”

*

*

*

Sementara itu di depan sebuah bekas gedung yang sudah rata dengan banyaknya sisa-sia kebakaran dapat diketahui penyebab hancurnya bangunan itu. Turunlah dua orang dari sebuah mobil yang mereka kendarai sendiri menatap lelah bangunan yang sudah rata dengan tanah tersebut.

Nampaknya itu kunjungan yang kesekian kalinya hingga kedua pria dewasa tersebut nampak jenuh.

“Apa bos tidak bosan?” tanya salah satu pria dengan tubuh yang gempal bernama Truppe pada rekannya yang kurus bernama Orso.

“Apa kamu memilih mati di tangan bosmu sendiri karena tidak menjalankan tugasnya?” ucap Orso sembari menyalakan rokoknya.

“Ah, kamu benar. Ada pilihan yang lebih baik dari pada mati cepat.” ucap Truppe pasrah.

“Ah! Bukankah itu! Halo kalian berdua!!”

Truppe dan Orso kompak terkejut melihat siapa yang menyapanya, ternyata dari kejauhan seorang wanita yang mengenakan jubah khas biarawati berwarna hitam dan putih serta diikuti oleh wanita muda yang sedang hamil besar. Kedua wanita itu semakin mendekat dan Truppe serta Orso kompak tersenyum hangat membalas senyuman ramah biarawati yang merupakan suster Iriana.

“Suster Iriana! Apa kabar?” tanya Truppe langsung membuang puntung rokoknya dan diikuti oleh Orso ketika menyadari keadaan dari wanita yang ikut dengan suster Iriana yaitu Reani itu sendiri.

Reani dan suster Iriana baru tiba dari pusat kota dengan menggunakan kereta dan berjalan dari stasiun menuju biara, saat ini mereka kebetulan bertemu dengan kenalan Truppe dan Orso.

“Kabar saya luar biasa, apa yang kalian berdua lakukan disini?” tanya suster Iriana berbasa-basi.

“Hehehe… hanya menjalankan tugas seperti biasa. Nampaknya kalian banyak belanja, kami akan mengantar kalian pulang.” Tawar Orso ketika melihat kedua tangan suster Iriana dan Reani penuh dengan barang-barang terlebih ketika melihat Reani yang sedang mengandung dan usia suster Iriana yang tidak lagi muda.

“Itu sepertinya akan merepotkan kalian, apalagi kalian sedang bekerja.” ujar suster Iriana tidak enak dan Reani hanya tersenyum saja.

“Tidak apa-apa!! Ayo naik saja! Tenang saja! Mobil kami tidak bau karena bos kami tidak menyukai mobilnya bau!”

Mau tidak mau Reani dan suster Iriana masuk ke dalam mobil milik Truppe dan Orso. Tentu saja seperti yang dikatakan, mobil tersebut tidaklah bau dan terasa nyaman ditumpangi.

Tak lama Orso dan Truppe mengantar ke biara dan membawakan barang-barang sampai ke depan gerbang karena mereka tidak dibolehkan masuk pagar biara.

“Kami sangat berterima kasih.” ujar suster Iriana.

“Terima kasih sudah mengantar.” ucap Reani.

“Tidak apa-apa, kami pergi dulu.”

Orso dan Truppe langsung pergi dan masuk ke dalam mobil dengan raut wajah yang sedikit resah. Keduanya terdiam sesaat ketika melihat Reani dan suster Iriana sudah masuk ke dalam gerbang dari dalam mobil lalu kembali menatap satu sama lain seolah memiliki pemikirannya yang sama.

Truppe yang berada di kursi setir mulai menyalakan mesin mobil dan meninggalkan biara.

“Baiklah, ciri-ciri yang tuan berikan memang sangat sulit untuk dicari. Bagaimana mungkin ada satu wanita yang hanya menggunakan aroma daun mint dan jeruk. Aroma itu sangat pasaran.” ucap Truppe.

“Tapi lebih tidak masuk akal ada wanita hamil disebuah biara biarawati yang mana tidak ada yang menikah.” sambut Orso.

Tiba-tiba Truppe mengerem mendadak mobil yang mereka kendarai hingga masing-masing kening keduanya terbentur ke depan.

“Truppe, apa yang harus kita lakukan?” tanya Orso.

“Wajah bos ketika membicarakan wanita yang ia cari lebih menyeramkan dari apapun karena bos selalu berada di level tertinggi kemarahannya.”

Truppe dan Orso pun sepakat untuk membanting setir menuju kediaman pemimpin organisasi besar Venigais mereka yaitu Dominic Venigais.

Akan tetapi, nampaknya bukan hanya mobil Truppe dan Orso yang meninggalkan biara. Tak jauh dari keberadaan mobil Orso dan Truppe, di dalam mobil misterius itu mereka mengambil arah berbeda dari Truppe serta Orso.

*

*

*

Kediaman utama Venigais atau tempat tinggal Dominic berada dipinggiran kota Acqua yang mana seluruh akses masuk memiliki penjagaan sangat ketat dengan banyak titik penjagaan yang memiliki senjata api, luas lahan dipenuhi pepohonan rindang dan hanya terdapat satu jalan selebar dua meter untuk akses masuk-keluar. Benar-benar lokasi kediaman yang terisolasi dari dunia luar dan tidak tertembus oleh orang biasa.

“Apa pak tua itu benar-benar datang?” tanya Dominic pada Michael yang merupakan asisten pribadi sekaligus merupakan sepupunya itu mengenai kedatangan banyaknya upeti di depan halaman rumahnya yang dipimpin oleh seorang pria yang Dominic panggil ‘pak tua’ itu dari ruang kerjanya yang berada di lantai dua gedung utama kediamannya.

“Benar, selain ingin mengirim upeti ke katedral, beliau ingin bicara denganmu.” ucap Michael.

“Baiklah, aku akan turun.” ucap Dominic memutuskan untuk turun menemui tamu yang tidak ia undang di ruang tamu.

Sementara itu di ruang tamu Dominic sudah dipenuhi berbagai macam peti kayu berisi barang-barang pangan dan sandang yang sedang diperiksa kembali oleh seorang pria paruh baya yang dipanggil Dominic ‘pak tua.

“Baiklah, apa semua sudah pas?” tanya pria paruh baya itu pada para bawahannya dan mereka semua kompak menjawab,

“Sudah.”

Pria itu merupakan Sicurezza Iupo, seorang Duke kerajaan Elemento yang memiliki wilayah kekuasaaan dan pengaruh cukup besar dibawah keluarga kerajaan juga sekaligus merupakan paman dari Dominic dan ayah dari Michael.

“Jadi apa tujuanmu adalah untuk membuat ruang tamuku ini sesak? Pak tua?” tanya Dominic dingin saat menuruni tangga ingin menghampiri Sicurezza.

“Ini adalah barang-barang katedral yang akan aku kirim. Beberapa sudah aku kirimkan, ini adalah susulan.” ujar Sicurezza.

“Kegiatan rutinmu itu apa harus aku selalu dengarkan? Karena kedatanganmu nampaknya ingin memberitahu sesuatu.” Selidik Dominic karena pamannya itu hanya menyengir.

Sebelum Sicurezza kembali berbicara ia mengisyaratkan pada seluruh bawahannya untuk mengosongkan ruangan dan meninggalkan ia, Dominic serta Michael. Tanpa menunggu lama, ruangan yang ramai itu senyap tanpa suara satupun orang.

“Dengar Dominic, Kubu Barat berencana mengangkatmu menjadi pangeran mahkota di bawah perintah Redel itu sendiri.” ucap Sicurezza.

“Situasi politik macam apa ini?” ucap Michael.

“Tidak seperti yang dibayangkan, raja memang mengangkat Coragiosso menjadi putra mahkota namun ia ingin mengubah itu sebelum ia meninggal.” jelas Sicurezza.

Ya itu benar, situasi politik macam apa ini? Dominic sendiri bukanlah seseorang yang haus akan takhta kerajaan karena ia sudah sibuk dengan urusannya sendiri.

“Ak-.”

Ucapan Dominic terpotong

“Bos!!! Kami menemukannya!!”

Pintu ruang tamu tiba-tiba terbuka lebar menampakkan Truppe dan Orso tanpa wajah berdosanya.

“Wanita itu!! kami yakin dia!!”

Suasana pembicaraan mereka berubah dari serius menjadi sedikit berantakan karena kepanikan Truppe dan Orso.

“Apa!? Wanita! Dominic!!” suasana hati Sicurezzo tiba-tiba berubah dan bersemangat menatap Dominic.

*

*

*

“Hmm… baiklah, aku mengerti.” ucap Sicurezza menatap Dominic setelah pria itu menjelaskan apa yang terjadi.

“Lalu, kamu ingin membunuhnya?” tanya Sicurezza penuh selidik dan cukup serius.

Truppe dan Orso hanya diam dibelakang melihat Dominic di interogasi oleh Sicurezza.

“Truppe! Orso!” panggil Dominic cukup keras.

“Iya bos!!”

Dominic melempar tatapan tajam pada kedua bawahannya.

Lalu sebelum Dominic memarahinya, Sicurezza menepuk bahu pria itu cukup kuat.

“Kita harus melihatnya secara langsung.” saran Sicurezza ingin mengambil jalan tengah dan kepastian.

Sicurezza pun keluar dari ruang tamu dengan siulan yang cukup ceria, menandakan perubahan hati pria tua itu menjadi sedikit bersemangat.

“Nampaknya dia senang.” Michael menyikut lengan Dominic dan menyusul langkah ayahnya.

*

*

*

Reani dan para suster yang tinggal di biara ternyata sedang melakukan bersih-bersih lingkungan di sekitaran biara sore itu. Tidak ingin berdiam saja, Reani ikut bersama suster Iriana menyapu halaman depan bagian gerbang sembari mengangkut beberapa kantong sampah di tong sampah pinggir jalan.

Reani yang tidak mampu mencium bebauan tajam seperti sampah hanya bisa bekerja dengan menutup wajahnya menggunakan masker untuk menutupi wajahnya. Saat Reani ingin menaruh kantong sampah pada tong, ujung matanya menatap sesuatu yang menarik perhatian.

Benda itu adalah sebuah sapu tangan berwarna perak terbuat dari sutra dan terasa lembut. Reani menoleh ke kanan dan kiri karena nampaknya sapu tangan ini tidak lama terjatuh hingga matanya menangkap sebuah punggung pria yang belum jauh melangkah.

“ Hey!” panggilan Reani yang pertama tidak digubris pria itu dan sedikit membuat Reani kesal hingga kembali Reani maju melangkah dan menurunkan maskernya sembari menghirup napas dalam.

“Hey!!! Pria dengan kemeja hitam dan celana hitam, putih, tinggi menjulang!!!” benar saja, langkahnya berhenti ketika Reani menyerukan.

Reani masih melangkah mendekati dan menyebutkan bahwa pria itu menjatuhkan sapu tangan yang sedang Reani pegang.

Tampan, begitulah yang Reani pikirkan ketika pria yang ia panggil menoleh menghadapnya dengan wajah datar tanpa ekspresi.

Reani pun menyerahkan sapu tangan yang ia temukan dan pria itu hanya menerima tanpa membuka mulut sedikitpun.

“Ini milikmu bukan? Ada namanya disitu, tuan Venigais.” ucap Reani menunjukkan inisial dalam sapu tangan bertuliskan Venigais.

Bagaimana ini? Bukankah selama beberapa bulan ini, seluruh hati Dominic dipenuhi rasa benci yang ingin meledak dan menyelesaikannya dengan cepat. Mudah saja kedua tangannya mengakhiri wanita yang ada di depannya saat ini, namun Dominic malah merasa bahwa dirinya tidak ada bedanya dengan para pembunuh keji yang merenggut nyawa ibunya.

To Be Continued.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!