Married With Stranger
Hidup menuntutnya untuk bekerja di usia yang masih belia. Tinggal berdua dengan sang Ibunda yang memiliki penyakit parah membuatnya harus bekerja sedikit lebih giat untuk bisa memenuhi kebutuhan.
Sepulang sekolah, ia pasti akan pergi ke sebuah kelab malam di kawasan kota New York, USA, untuk bekerja sebagai bartender. Namun, terkadang ia dipaksa untuk menyanyi jika tidak ada yang menghibur para pelanggan di sana. Dan yang pasti, ia akan memperoleh tip dari beberapa pelanggan tetap tempat hiburan itu.
Dia adalah Agnese Camila Fernandez. Gadis berusia tujuh belas belas tahun, blasteran Indonesia-Spanyol yang bermukim di USA. Statusnya masih sebagai seorang pelajar di sebuah sekolah ternama di sana. Sejak sang ayah meninggal, ia harus membiayai sekolah sendiri. Setiap pulang kerja, ia akan menyisihkan uang yang didapatkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan juga masa depannya.
Saat ini, Agnese sedang berada di sekolah. Ia memanfaatkan waktu luang untuk menyalurkan hobi. Jarinya dengan lihai menari di atas kertas gambar sehingga membentuk sebuah gambar yang sangat Indah. Gambarannya tampak begitu rapi dan hampir seperti dengan bangunan yang asli. Hanya berbeda di skala dan warna saja. Saat tengah menggambar, ia dikagetkan dengan suara teman sekelas yang memanggil namanya dengan heboh.
"Agnese!"
Teriakan itu membuat Agnese mendongak untuk menatap teman sebangkunya. Sebelah alis terangkat menandakan ia sedang bingung kenapa temannya berteriak seperti tadi.
"Ada apa? Kau membuatku kaget!" seru Agnese dan kembali lanjut menggambar.
Yoana Xalvadora adalah satu-satunya teman yang masih mau berteman dengan Agnese sejak keluarga Agnese mengalami kebangkrutan.
Yoana mendudukkan bokongnya di kursi yang berada di samping Agnese lalu menghela napas pendek. "Kau harus tahu berita besar ini!"
"Berita besar seperti apa yang kau maksud, Yoan?" Agnese yang berhasil menyelesaikan gambarnya langsung menutup buku gambar dan fokus pada topik yang akan disampaikan Yoana.
"Anak dari pemilik sekolah akan datang dalam waktu dekat, Agnese!"
Agnese memutar bola mata dengan malas saat mendengar ucapan Yoana yang menurutnya sangat tidak penting. Ia memilih mengambil ponsel di saku kemeja lalu memainkannya. Ponsel lebih menarik perhatiannya saat ini daripada harus mendengar ucapan tidak penting Yoana.
"Ck! Kenapa kau tidak antusias mendengar berita ini? Sungguh, semua murid di sekolah tengah membahas berita ini sekarang."
Yoana kembali berbicara untuk menyita perhatian Agnese. Namun, semuanya sia-sia karena Agnese hanya fokus menatap wajah tampan dari para anggota boyband favoritnya, One Direction. Ia mengembuskan napas kasar. "Kau menyebalkan sekali, Agnese! Dari tadi aku berbicara padamu, tapi kau tak mendengarnya."
Agnese beralih menatap Yoana yang sedang memasang wajah kesal. Biarlah sekarang ia mengerjai sahabatnya itu. Karena Yoana tak kunjung mengubah mimik wajah, ia mencubit kedua pipi Yoana dengan gemas. "Memangnya pemilik sekolah ini memiliki wajah bak Dewa Yunani? Kenapa kau sangat antusias memberitahuku berita tentangnya?"
Yoana tersenyum sebab Agnese sudah merespons ucapannya. Ia membalikkan badan lalu menatap Agnese dengan penuh semangat.
"Memangnya kau tidak pernah melihat pemilik sekolah ini?" Agnese menggeleng karena memang sama sekali tidak tahu-menahu tentang pemilik sekolah itu. "Ya ampun! Pantas saja kau bersikap biasa saja saat aku memberi tahu tentangnya," lanjut Yoana seraya terbelalak.
"Untuk apa aku tahu soal pemilik sekolah ini? Yang aku tahu, aku hanya harus belajar dengan sungguh-sungguh untuk mencapai cita-cita yang diinginkan Ayah melalui sekolah ini."
Setiap menyebut kata 'Ayah', Agnese pasti akan mengingat kejadian di mana nyawa sang ayah melayang karena melindungi dirinya. Sosok yang selalu menjaganya sewaktu kecil telah pergi untuk selama-lamanya. Tak ada lagi tawa dan kasih sayang dari seseorang yang begitu disayangi. Bahkan ia belum sempat membalas budi atas semua yang telah beliau lakukan untuknya walaupun ia tidak akan pernah bisa membalas apa yang sudah dilakukan oleh almarhum ayahnya.
"Maafkan aku, Agnese," lirih Yoana karena benar-benar merasa bersalah pada Agnese.
Yoana tidak bermaksud untuk membuat Agnese merasa sedih dan mengingat semuanya. Ia hanya ingin Agnese ikut merasakan kebahagiaan yang tengah dirasakan semua murid yang ada di sekolah. Ia merentangkan tangan dan dengan senang hati, Agnese langsung memeluk tubuh sahabatnya itu.
"Tidak apa, Yoan. Aku sudah berjanji pada mendiang Ayah untuk tidak terus larut dalam kesedihan yang mendalam. Karena aku tahu, dia juga pasti akan merasa sedih di sisi-Nya."
Ucapan Agnese membuat Yoana merasa iba. Saat pertama kali Agnese berkunjung ke rumah Yoana, ia pasti akan selalu memberi tahu jika Agnese boleh menganggap kedua orang tuanya sebagai orang tua Agnese juga.
Air mata yang sedari tadi tertampung di kelopak mata Agnese, akhirnya tumpah juga. Namun, dengan segera ia menyeka air mata itu. Ia melerai pelukan lalu beralih tersenyum untuk mengelabui orang di sekitarnya jika ia sedang baik-baik saja. Padahal jika terus memerhatikan matanya, terserat sebuah kesedihan dan juga ketakutan di sana. Ia berusaha tegar untuk terus melanjutkan hidup. Biarlah kejadian kelam di masa lalu menjadi kenangan untuk kehidupan yang lebih layak ke depannya.
"Agnese, apa kau merasa lapar?"
Agnese menggeleng lalu menyunggingkan senyum. "Aku tidak merasa lapar sama sekali," kata Agnese dengan tenang.
Yoana mengangguk. "Kalau begitu, aku pergi ke kantin, ya?"
Agnese hanya tersenyum menanggapi pertanyaan Yoana. Setelah itu, Yoana berlalu pergi meninggalkan Agnese yang masih setia memandangi ponsel. Mulutnya memang mengatakan jika ia tidak merasa lapar. Namun, hulu hatinya sudah terasa perih sejak tadi pagi karena dari semalam ia belum menyentuh makanan sedikit pun.
...🍒🍒🍒...
Tidak lama lagi, jam pulang akan segera tiba. Para murid sudah bergegas mengemasi buku termasuk Agnese. Bertepatan dengan Agnese yang selesai berkemas, bel pulang berbunyi.
Agnese menyampirkan tas di kedua bahunya lalu beranjak keluar kelas bersama dengan Yoana. Mereka berjalan seraya berbincang dengan topik yang sangat tidak penting.
Yoana yang mendapat julukan Mrs. Up To Date, terus saja menceritakan berbagai kejadian yang terjadi di sekolah. Tentu saja berdasarkan pengamatannya sendiri yang disebar melalui aplikasi Instagram.
Saat asyik tertawa, ada yang meneriaki nama Agnese. Dia adalah Mrs. Ernesta, guru yang aktif dalam bidang kesenian. Guru itu berjalan menghampiri Agnese dan Yoana yang berdiri di ujung koridor.
"Agnese, semua orang tahu kemampuanmu dalam bernyanyi. Jadi, kau terpilih untuk menampilkan bakat bernyanyimu di depan pemilik sekolah nanti. Kau mau, 'kan?"
Agnese terlihat menghela napas. Ia tidak suka jika menunjukkan bakat yang dimiliki. Ia lebih memilih untuk memendam bakatnya daripada harus disaksikan oleh orang lain. Sebab ia mengalami trauma yang suka menghantui dirinya jika sedang menunjukkan bakatnya.
Yoana menyikut lengan Agnese agar sahabatnya itu segera menerima tawaran yang diajukan Mrs. Ernesta.
"Akan kuusahakan, Mrs. Ernesta," jawab Agnese dengan senyum yang tercetak di bibir mungilnya.
Mrs. Ernesta mengangguk seraya tersenyum. "Kuharap, kau tidak mengecewakanku sebagai guru kesenian, Agnese."
Setelah mengatakan itu, guru kesenian berlalu meninggalkan Agnese yang masih berpikir tentang penawaran yang berlaku untuknya.
"Terima saja, Agnese! Ini kesempatan yang sangat langka. Aku saja mau mendapat tawaran seperti ini, tapi kau tahu sendiri bagaimana suaraku, he-he!" Yoana berusaha memengaruhi Agnese agar mau tampil dalam acara penyambutan pemilik yayasan sekolah.
"Huft! Baiklah, aku akan tampil di acara itu."
"Kau memang sahabat terbaikku, Agnese. Aku yakin, setelah penampilanmu nanti, haters-mu akan berkurang drastis."
Yoana mengatakan itu dengan penuh keyakinan. Namun, Agnese tidak bisa yakin dengan apa yang diucapkan sahabatnya itu. Karena bisa saja orang yang membencinya semakin bertambah.
"Aku tidak yakin dengan hal itu," kata Agnese lalu berjalan mendahului Yoana.
Yoana tak tinggal diam, ia segera menyusul Agnese yang sudah sedikit jauh dari tempatnya sekarang. "Jangan bicara seperti itu, Agnese! Kau dan semua orang juga tahu kalau haters adalah penggemar rahasia. Mereka hanya iri pada kemampuan yang kau miliki karena mereka belum tentu dapat melakukan apa yang kau lakukan. Lagi pula, mereka hanya bisa mengandalkan mulut, bukan otak."
Agnese berhenti melangkah lalu kembali merengkuh tubuh Yoana. "Aku tidak tahu lagi harus berbuat apa kalau kau tidak ada di sisiku, Yoan. Hanya kau yang mau berteman denganku setelah kemalangan menimpa keluargaku. Terima kasih, Yoan."
"Hei! Kau tidak perlu berterima kasih seperti ini, Agnese. Aku tidak akan pernah meninggalkanmu hanya karena kau sudah hidup dalam kekurangan. Sudah tugasku sebagai seorang sahabat untuk menguatkan dan membantumu bangkit dari keterpurukan yang menimpamu."
Ucapan Yoana kembali membuat Agnese meneteskan air mata. Namun, kali ini bukan air mata kesedihan, melainkan air mata kebahagiaan yang. Ia sangat bahagia dan bersyukur mendapatkan sosok sahabat seperti Yoana Xalvadora.
Yoana selalu membantu saat dirinya mendapat kesusahan. Yoana tidak pernah meninggalkan dirinya dalam kesedihan. Jika Yoana pergi dari hidupnya, entah apa yang akan ia lakukan.
Agnese sudah menganggap Yoana sebagai saudara perempuannya. Jadi, jika Yoana meninggalkan dirinya, ia akan merasa sangat sedih. Namun, ditinggalkan oleh Ayah dan Kakak lelakinya jauh lebih sedih.
Setelah pelukan mereka terurai, keduanya kembali mengayunkan kaki untuk pulang ke rumah masing-masing.
"Agnese, kau pulang denganku, ya?" Yoana kembali mengajak Agnese untuk pulang bersama.
"Tidak perlu, Yoan, aku bisa pulang sendiri. Kau pulang saja!"
Agnese menolak ajakan Yoana bukan tanpa alasan. Ia tidak mau terus-terusan menyusahkan Yoana. Sudah beberapa tahun belakangan ini, ia terus saja meminta bantuan pada Yoana dan keluarganya. Dengan berat hati, Yoana kembali pulang ke rumah dengan menaiki mobil yang dikendarai oleh sopir pribadinya.
Agnese mulai berjalan menyusuri jalan yang lumayan ramai sore itu. Berjalan kaki bukanlah hal yang menakutkan. Justru dengan berjalan kaki, ia merasa lebih sehat. Meskipun ia lelah berjalan, ia tetap bersemangat mengayunkan kaki melewati trotoar yang mengarahkannya kembali ke rumah.
Ia berjalan sambil sesekali bersenandung mengikuti alunan lagu melalui earphone yang terpasang di kedua telinganya. Hitung-hitung sekalian berlatih untuk penampilannya nanti di acara penyambutan pemilik yayasan sekolah.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments
helga
kemari
karena oenasaran dgn kisah cinta zach sepupu alexander kemal malik
novel kak tya gunwan favorit gue
2021-06-01
0
Sella
like
2021-05-18
0
💫💞💫
like
2021-05-17
0