Setelah turun dari mobil pria yang telah menolongnya, Agnese masuk ke dalam rumah dan bergegas membuat sarapan untuk sang ibu. Ia juga tak akan melewatkan kebiasaan untuk menyuapi Briza dengan telaten sebelum berangkat ke sekolah. Untung saja wanita itu tidak bertanya banyak hal, sehingga ia tidak perlu repot memberi alasan yang tepat.
Setelah melakukan beberapa pekerjaan kecil lainnya, Agnese bergegas berganti baju dan membawa keperluan belajar di dalam tas. Sambil menggendong tas, ia berpamitan pada Briza lalu melangkahkan kaki keluar dari rumah. Namun, ia terkejut saat melihat mobil pria itu masih terparkir mulus tepat di depan pagar rumahnya.
Agnese berjalan untuk menghampiri pria itu dan ia berdeham sejenak untuk mengalihkan perhatian pria yang tertuju pada ponsel. "Kau? Kenapa kau masih di sini, Tuan? Apa aku memiliki utang padamu?" cecar Agnese dengan wajah yang kebingungan.
Dengan cepat si pria memasukkan ponselnya ke dalam saku lalu beralih menatap Agnese. Ia tersenyum singkat kemudian menyenderkan punggungnya ke pintu mobil.
"Tentu. Bukannya kau sudah menyentuh barangku tanpa izin?" Agnese mengangguk mengiakan. "Maka dari itu, kau harus membayar utang padaku. Aku takkan meminta uang padamu, tapi kau harus menuruti permintaanku. Itu saja. Mudah, bukan?"
Agnese tampak memikirkan perkataan si pria. Dengan mantap, ia mengangguk sebelum si pria berubah pikiran dan menyuruhnya membayar dengan nominal uang yang tidak sedikit.
Pria itu kembali tersenyum lalu berjalan memutari mobil. Ia masuk ke dalam dan menyalakan mesin. Sementara Agnese hanya bergeming di luar seperti patung yang menghiasi kota.
Klakson mobil yang ada di hadapan Agnese terus berbunyi hingga membuat ia terlunjak kaget. Tak lama kemudian, jendela mobil diturunkan dan menampakkan si pria dengan kacamata yang bertengger di hidung mancungnya.
"Apa kau betah berdiri seperti patung kuda, huh? Masuklah, aku akan mengantarmu ke sekolah."
"Ta ... tapi, aku tidak mau merepotkanmu, Tuan ...." Ucapan Agnese sedikit menggantung karena tidak tahu nama pria itu, apalagi ia memang belum pernah berkenalan dengannya.
"Masuklah! Nanti akan kuberi tahu siapa nama dan bagaimana asal muasalku turun ke bumi," ucap si pria tanpa menatap Agnese.
Agnese menyempatkan diri untuk menghela napas panjang sebelum masuk ke dalam mobil karena merasa sangat gugup setiap berada di dekat pria yang telah menolongnya. Tak terjadi apa pun selama perjalanan, hanya ada suara lenguhan napas berat yang terdengar karena salah satu di antara mereka merasa bosan dengan keheningan yang tercipta.
Pria itu telah membohonginya. Agnese meyakinkan diri untuk ikut karena berharap akan segera mengetahui siapa sosok pria yang telah membantunya. Mereka hanya bercakap mengenai alamat sekolah. Selebihnya, tak ada yang mengeluarkan suara lagi hingga terdengar suara ban berdecit yang menjadi penanda jika mereka telah tiba.
Sungguh. Ingin rasanya Agnese bertindak seperti Squidward Tentacles saat Tuan Crab menjanjikan liburan bagi siapa saja yang berhasil menghapal nama setiap pelanggan yang datang makan di Krusty Crab dan Squidward sampai berusaha mengambil dompet pelanggan terakhir untuk mengetahui namanya.
Ah, lupakan soal itu. Saat ini, Dalton High School sedang mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk menyambut sang pemilik yayasan sekolah yang bisa datang kapan saja. Mereka juga telah mempersiapkan beberapa murid untuk menampilkan bakatnya di hadapan anak pemilik perusahaan besar, Tomlinson's Group.
Sebenarnya tanpa menyiapkan sambutan pun bisa. Namun, karena ini kali pertama sang pemilik sekolah ingin menginjakkan kaki di sana, mau tidak mau, semua warga sekolah membuat sambutan yang cukup meriah untuk menyambut Zach William Tomlinson. Siapa yang tidak mengenal dirinya? Karena wajah dan kasta yang dimiliki sangat baik, ia dikenal hingga ke penjuru dunia.
Telah banyak pesaing bisnis yang dikalahkan di usia yang belum memasuki angka tiga. Ia pun bersekolah dengan mengikuti jalur akselerasi karena memiliki kepandaian yang lebih tinggi daripada teman sebayanya. Dan karena itu, ia dipercaya oleh Andy Tomlinson untuk mengurus perusahaan.
"Hei! Kenapa kau terburu-buru?" Agnese turun dari mobil setelah berterima kasih pada pria itu. "Gadis kecil!"
Agnese segera berlari setelah turun tanpa memedulikan teriakan beliau. Ia merasa harus segera menjauh dari pria itu karena takut akan menjadi korban pedofilia jika terus bersamanya.
Sama seperti kemarin, hari ini ia kembali ditatap dengan tatapan mengejek dari para murid yang dilalui. Namun, berbeda dengan hari kemarin karena orang yang menatapnya justru bertambah tiga kali lipat daripada sebelumnya. Ia mempercepat langkah agar bisa segera tiba di kelas. Saat tinggal beberapa langkah lagi untuk tiba di kelas, seseorang meneriaki namanya hingga harus memutar balik guna bisa menatap orang yang memanggilnya.
"Kau dari mana saja, Agnese? Syukurlah aku menemukanmu di sini." Yoana mengatur napasnya yang sedikit tersengal. "Kau harus bergegas mengganti pakaianmu, pria tampan itu baru saja memberi tahu pihak sekolah kalau ia mau mengunjungi sekolah hari ini. Bergegaslah, Agnese!"
Agnese mengernyit. "Pria tampan? Siapa?"
"Astaga, Agnese! Pemilik yayasan sekolah ini!"
Agnese membulatkan mata karena terkejut. "Kau bercanda, 'kan? Aku harus bagaimana?"
Raut wajah Agnese berubah menjadi resah. Bagaimana bisa sang pemilik yayasan sekolah datang di saat ia belum siap untuk tampil? Kenapa semua terjadi begitu mendadak?
Tuhan, tolong ulur waktu menjadi lebih lama.
Tak hanya Agnese, seisi sekolah tengah kalang kabut mempersiapkan segala sesuatu yang belum terselesaikan untuk menyambut kedatangan tamu yang tidak disangka-sangka itu.
Setelah mengenakan dress berwarna merah dengan panjang di atas lutut, Agnese mengambil jaket kulit berwarna hitam untuk menutupi bagian bahunya yang terekspos. Selepas itu, ia merapikan rambut dan memolesi bibirnya dengan sedikit lipstick untuk mempercantik tampilan.
Tak banyak yang dilakukan selepas itu, Agnese hanya duduk di belakang panggung sederhana sambil menunggu giliran tampil. Dari sana, ia bisa mendengar meriahnya tepuk tangan yang ada di luar. Degup jantungnya sangat cepat karena merasa sangat gugup untuk tampil di hadapan orang penting.
Sambil memainkan jari, ia menggigit bibir bawah guna mengurangi rasa gugupnya. Namun, di saat yang bersamaan, ia mendengar seseorang memanggil namanya dari luar. Ia berdiri lalu berulang kali menghela napas panjang. Ia berjalan pelan dan terus menunduk sembari menaiki panggung. Setelahnya, ia duduk di sebuah kursi yang telah disediakan untuk menunjang penampilannya nanti dengan bermain piano.
Sebelum memulai, Agnese mencabut mikrofon yang telah terpasang di stand mic. Ia kembali menghela napas panjang lalu tersenyum dan mulai memperkenalkan diri. Selepas itu, ia kembali meletakkan mikrofon pada tempatnya.
Dengan lihai, jari Agnese menekan satu per satu tuts piano hingga menghasilkan nada yang sangat menghanyutkan hati. Tak lama kemudian, ia mulai bernyanyi hingga menyita perhatian banyak orang, termasuk sang pemilik yayasan yang menyunggingkan senyuman kala mendengar lantunan nada dan lagu yang dinyanyikan oleh Agnese.
Seems like it was yesterday when I saw your face
You told me how proud you were, but I walked away
If only I knew what I know today, ooh, ooh
I would hold you in my arms, I would take the pain away
Thank you for all you've done, forgive all your mistakes
There's nothing I wouldn't do to hear your voice again
Sometimes I wanna call you but I know you won't be there
Oh, I'm sorry for blaming you
For everything I just couldn't do
And I've hurt myself by hurting you
Some days I feel broke inside but I won't admit
Sometimes I just wanna hide 'cause it's you I miss
And it's so hard to say goodbye when it comes to this, ooh
Would you tell me I was wrong? Would you help me understand?
Are you looking down upon me? Are you proud of who I am?
There's nothing I wouldn't do to have just one more chance
To look into your eyes and see you looking back
Agnese mengembuskan napas panjang dan berusaha menahan air mata. Ia menoleh ke arah sang sahabat yang sedari tadi heboh meneriakkan kata-kata yang menyemangatinya.
Oh, I'm sorry for blaming you
For everything I just couldn't do
And I've hurt myself by hurting you
If I had just one more day
I would tell you how much that I've missed you
Since you've been away
Oh, it's dangerous
It's so out of line
To try and turn back time
Oh, I'm sorry for blaming you
For everything I just couldn't do
And I've hurt myself by hurting you
Tanpa disadari, Agnese menitikkan air mata meski sudah berusaha menahannya saat menyanyikan lagu yang dipopulerkan oleh Cristina Aguilera itu. Namun, tangis tidak dapat memengaruhi penampilannya. Ia terus saja bernyanyi sambil mengingat beberapa kenangan bersama sang ayah yang telah pergi meninggalkan dirinya dan juga Briza.
"Lumayan," kata seseorang saat Agnese selesai bernyanyi.
Sambil terus menunduk, Agnese membungkukkan badan dan mengucapkan terima kasih sebelum turun dari panggung. Ia berlari kencang sekuat yang ia bisa. Menangis. Itulah yang dapat dilakukan saat kembali mengingat kenangan demi kenangan yang terputar di kepalanya bagai sebuah kaset yang memutar sebuah film dengan alur yang sangat rapi.
Tak banyak yang bisa dilakukan selain pergi menyendiri untuk menyembunyikan luka. Bukan karena ia malu dilihat menangis. Bukan. Ia hanya tak ingin jika orang yang melihatnya bersedih akan merasa kasihan. Ia tak ingin terlihat lemah di hadapan siapa pun, tak terkecuali sang ibunda, Briza.
Jika diberi sebuah kekuatan khusus, ia pasti akan meminta agar waktu di mana pahlawannya pergi jauh dapat kembali. Ia menghapus jejak air mata dengan tangannya lalu menghela napas panjang. Lihatlah, matanya sedikit sembab akibat menangisi sesuatu yang takkan pernah kembali.
Agnese membasuh wajahnya agar terlihat lebih segar. Ia kembali menghela napas panjang sebelum keluar dari dalam kamar mandi. Namun, saat baru membuka pintu, mendadak seseorang mendorongnya hingga menyentuh tembok. Ia memejamkan mata karena takut jika itu adalah seorang hantu yang menculiknya.
"Suaramu bagus juga ternyata."
Lidah Agnese keluh mendengar suara itu. Dengan perlahan, ia membuka mata dan terlunjak kaget saat mengetahui siapa orang itu. "Kau? Sedang apa kau di sini?"
"Menemuimu."
Tanpa ingin membalas perkataan orang itu, Agnese memutar bola mata dengan malas lalu berusaha melepaskan lengan kekar yang menguncinya di dinding. Namun, ia tetaplah seorang gadis yang kekuatannya tak bisa disamakan dengan kekuatan pria itu.
Agnese bisa merasakan deru napas yang menerpa wajahnya. Aroma mint bercampur sesuatu yang tak asing, terus ia hirup setiap orang itu menghela napas. Ia menyadari jika jarak di antara mereka hanya beberapa senti saja, bahkan ia bisa melihat jika orang itu memajukan kepalanya.
Agnese merasakan sesuatu yang dingin menempel di bibirnya. Ia tak dapat berbuat apa pun, bahkan kakinya terasa seperti jelly. Begitu benda itu terlepas, ia lunglai karena tak dapat merasakan kakinya lagi. Ia mematung dan kembali mengingat apa yang telah terjadi beberapa detik yang lalu padanya.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments
Reanza
baca sampai sini dulu
2021-01-09
0
Man
semangat nulis nya
2020-07-06
0
PotatoYubitisfira
Visualnya bagus thor! Lagi, authornya membuat aku belajar berbagai kata-kata yang belum aku temukan sebelumnya, atau yang tidak aku ingat 😂 Semangat thor! Aku udah baca sampai sini, aku akan lanjutkan sampai habis karena aku tipe-tipe orang yang kalau ketemu bacaan, aku akan baca sampai habis 😏
2020-07-05
1