Menikahi Anak Majikan

Menikahi Anak Majikan

Satu. Anak berbakti

Selesai subuh, Kania pergi menyiapkan sarapan di dapur. Tapi dia sudah di dahului Ibu Sumi. Ibu Kandung Kania

Sedikit kesal, Kania menegur.

' Ibu..!?"

Bu Sumi menoleh dan tersenyum lembut kepada Kania.

"Sudah bangun, sayang."

" Ibu masak apa? Sini, biar Kania yang lanjutin. Sudah di bilangin, nggak boleh kerja. Ibu nggak pernah dengerin omongan Nia...".Kania manyun.

Ibu kembali tersenyum menanggapi protes Kania

" Tidak apa. Sekali- kali, Ibu kangen juga ingin memasakkan sesuatu untukmu."

Menepis pelan tangan kania yang ingin mengambil alih spatula.

Wajah kania langsung cemberut. Ibu pura- pura tidak melihatnya.

"Lebih baik kamu mandi, Sebentar lagi nasi goreng kesukaanmu siap disantap." saran Ibu.

Kania masih enggan beranjak.

" Yakin, Ibu nggak perlu bantuan Kania?"

Ibu mengangguk

"Yakin, Sayang... lekas mandi!" Mencubit gemas pipi Kania dan mengusir paksa Kania pergi.

Kania terkekeh.

"Ya sudah. Nia mandi dulu, Bu."

Setelah menyelesaikan ritual mandi, Kania masuk kamar untuk bersiap.

Mengenakan kaos longgar lengan panjang warna abu- abu, dipadu rok kulot, dan hijab sebatas dada dengan warna senada. Kania terlihat sederhana dan pantas memakainya.

Keluar kamar, aroma nasi goreng menyambut.

Ibu Sumi tersenyum lucu ketika melihat hidung Kania kembang kempis mengendus aromanya

" Hmmmm...enak, nih!"

"Kalau enak, jangan dilihatin saja, Ayo dimakan, dong, sayang." ajak Ibu.

" Ok. Ibu. Siapa juga yang bisa nolak nasi goreng enak buatan Ibuku, yang cantik. Hehe." Kania menggoda Ibu

" Kamu itu? bisa aja merayu ibu." cibir Bu Sumi seraya terkekeh pelan.

Kania Ikut tertawa, menggeser kursi pelan Ikut duduk manis di meja makan berhadapan dengan Ibu.

Setelah berdoa sebentar Kania sarapan dengan lahap.

Dia rindu sekali dengan rasa masakan ibu. Bahkan matanya berkaca- kaca saat makan.

"Ayo tambah lagi! katanya enak, tapi makannya sedikit sekali." Ibu melihat piring Kania yang sudah kosong melompong.

"Alhamdulillah. Kania sudah kenyang. Sumpah! enak banget. Nasi goreng buatan Ibu memang tak ada duanya." Mengacungkan dua jempol pada Ibu.

Setelah membereskan meja makan dan mencuci piring kotor, Kania pamit untuk bekerja.

"Hati- hati di jalan, Ingat Jangan mengebut..." pesan Ibu, Saat Kania menyalami dan mencium pipinya sebelum pergi.

"Iya... Kania kan cuma bawa sepeda. Ibu suka berlebihan!.

Ibu juga, jaga diri baik- baik. Selama Kania tinggal. Ingat nggak boleh kerja yang berat- berat. Nanti sakit di perut Ibu kambuh karena kecapean."

Kania menatap wajah ibu tegas

Ibu sangat keras kepala. Demi membuat Kania tenang, beliau kerap berbohong tentang sakitnya.

Yang paling membuat Kania tak habis pikir. Ibu juga enggan sekali bila di ajak periksa ke dokter.

"Jangan cemaskan Ibu. Ibu bisa jaga diri sendiri"

"Ibu selalu bicara begitu. Kania cuma nggak mau, ibu kenapa- kenapa."

Tangan ibu terjulur membelai kepala Kania penuh kasih.

"Lihat! Ibu sehat, bukan?kamu cerewet sekali. Sudah pergi sana! nanti hari keburu siang, Panas lagi" usir Ibu.

Kania mendengus.

" Ibu ini..!? macam nggak Senang aja, Kania lama- lama di rumah." protesnya.

Ibu menjawil hidung mungil tapi mancung Milik Kania.

" Soalnya, Kamu cerewet seperti nenek- nenek." Gurau Ibu, menahan senyuman ketika wajah ceria Kania berubah cemberut.

Tentunya Kania hanya pura- pura.

Kania menaiki sepeda dan mengayuhnya perlahan.

Ibu masih berdiri didepan pintu menatap kepergian Kania hingga menjauh dari pandangan.

Terbit sedih di hati Ibu Sumiati.

Kania. Anak yang sangat baik, penurut, tidak neko- neko,sangat berbakti padanya. Ayahnya meninggal saat Kania berumur Empat tahun setelah itu, Ibu Sumi menjalani hidup yang berat untuk membesarkan Kania seorang diri. Ibu Sumi akan bekerja apa saja asal halal dan tidak merugikan orang lain.

Menjadi Janda tidak mudah Gunjingan dan fitnah pasti ada dari mulut- mulut yang usil. Hingga bertemu dengan keluarga Sanjaya Wicaksono, Bekerja sebagai pelayan di rumah keluarga terpandang itu sedikit merubah Perekonomian Bu Sumi.

Hingga Kania bisa menamatkan sekolahnya.

Tapi masalah kembali datang saat Kania Masuk universitas.

Di tahun pertama kuliahnya Ibu Sumi mulai sakit- sakitan dan tak mampu lagi bekerja. Apalagi pekerjaan yang menguras tenaga.

Kania yang tidak ingin merepotkan Ibu Sumi memilih berhenti kuliah, menggantikan Ibu Sumi bekerja di rumah keluarga Sanjaya. Kania butuh uang untuk membawa ibu berobat saat sakitnya kambuh.

Pagi yang lembab sisa hujan semalam tak menghalangi semangat kania pergi bekerja.

Pohon di pinggir jalan yang di lewati membuat Udara pagi menjadi bersih dan segar.

Kania menghirupnya dalam- dalam mengisi paru- paru dengan rakus. Udara yang bersih sangat baik untuk kesehatan. Kania menikmati Alam bebas dengan penuh rasa syukur.

Sisa- sisa embun menetes di atas dedaunan hijau, berkiliau tertimpa cahaya matahari yang mengintip di ufuk timur.

Orang- orang lalu lalang mulai sibuk dengan aktivitas masing- masing.

Beberapa orang yang di kenal, melambaikan tangan menyapa Kania ramah.

Sepeda Kania terus menyusuri jalan beraspal.

Butuh jarak sekitar tiga

Kilo meter lagi untuk tiba di kediaman keluarga Sanjaya.

Kania berharap hari ini akan berlalu dengan indah dan manis.

Tiba- tiba Kania memperlambat laju sepeda.

Karena beberapa meter di depan melihat seseorang yang sering membuatnya jengkel.

Astaga! Kenapa- pagi- pagi sudah bertemu dengannya.

Sementara, Pria itu justru bersemangat melihat Kania.

Kania dalam masalah besar.

Kania berniat untuk berbalik arah dan mencari jalan lain. Tapi jarak tempuh yang lebih jauh, Otomatis membuat Kania bisa terlambat.

Kepala Pelayan di rumah itu sangat tegas dan disiplin.

Kania semakin cepat mengayuh, musti mengebut agar bisa kabur dari laki- laki mesum itu.

Pura- pura tak melihat.

Berharap pria itu tidak sempat menghentikan Kania.

Dengan Jantung berdebar seraya berdoa....

Dekat, semakin dekat, lebih dekat. Sosok itu makin jelas, dia menyeringai.

Tiba- tiba....

Pria itu sudah ada di tengah jalan, merentangkan tangan lebar- lebar.

Hampir saja menabraknya

Andai... dia tidak sigap mengerem.

Kania bernafas lega,

dan terpaksa berhenti dengan muka masam.

Dasar tidak peka, Pria itu malah senyum- senyum berjalan mendekat

"Pagi Kania.... Hari yang cerah, bukan? secerah dirimu, bidadariku yang cantik." Dia tertawa lebar memperlihatkan giginya yang kecoklatan karena pengaruh nikotin dan kopi.

Seperti biasa Laki- laki itu, mulai mengeluarkan jurus andalannya.

Menggombal.

Ingin sekali Kania berkata kasar. Sayangnya, pria itu sudah tua. Dia juga mantan preman pasar yang terkenal Garang dan kejam. Yang katanya sudah insaf..

Orang- orang memanggilnya dengan sebutan, Amang Jaja.

Konon katanya, dia adalah Pria yang suka mencari keributan, Suka mencari masalah dan memancing perkelahian.

Amang Jaja, pria perkasa,

Tubuhnya kekar, kulit hitam, Bertato, rambut lebat, ikal keriting, sebelah telinga di tindik, seluruh jari- jarinya di penuhi cincin bertahtakan batu akik sebesar jempol kaki dengan ragam warna.

" Aa perhatikan, Adik Kania makin hari makin cantik saja.." Imbuh Jaka melanjutkan rayuan pulau kelapanya.

Huek! Perut Kania mual tiba- tiba.

Tak berniat merendahkan orang lain.

Tapi Laki- laki ini sungguh membuat Kania tak bisa menahan diri.

Umurnya sudah 50 tahun.Punya dua istri, memiliki enam orang anak. Salah satunya sebaya dengan Kania.

Sudah setua itu, dia masih bersikap seperti remaja yang puber.

Padahal Kania lebih pantas jadi putrinya.

"Makasih Mang, Atas pujiannya. Tapi, maaf. Saya sedang buru- buru ingin kerja!" Kania berkata sopan memaksakan diri tersenyum.

Enggan sekali beramah tamah dengan mantan preman sok cassanova itu.

Amang Jaja, sudah sering datang ke rumah, melamar Kania untuk di jadikan istri ke tiga.

Untung Ibu dan Kania selalu punya alasan yang tepat menolak.

Tetapi dasar muka badak, Jaja seperti tak ada kapoknya. Bila ada kesempatan masih suka mengganggu Kania.

Kania cepat- cepat menginjak pedal sepeda, belum sempat sepeda itu bergerak, Jaja sudah memegangi stang sepedanya kuat- kuat.

" Tunggu, Sayang... Mau kemana? buru- buru sekali."

Deg!

Kania menelan ludahnya

Deg!

Deg!

Deg!

Detak jantung Kania sangat cepat, Jaja menyeringai dan berdiri semakin dekat dengan nya, Kania bisa mencium bau tembakau dari mulut Jaja saat bicara.

amemejamkan mata Kania sekali lagi berdoa dalam hati.

" Tuhan...tolonglah hamba... Bebaskan aku dari pria tak tahu diri ini."

Memasang wajah memelas, Kania memohon.

" Tolong Lepasin Nia, Mang. Nia mau kerja, lain kali saja kita bicaranya..."

Bujuk Kania baik- baik.

" lya, Aku tahu. Neng mau kerja. Aa hanya butuh waktu Sebentar.." suara nya lembut membujuk.

Ck!

Kania berdecak kesal dengan suara lirih.

" Bicara apa lagi, sih. Mang?" tanya Kania malas.

"Menepi dulu, masa bicara di tengah jalan begini?" Bujuk Jaja

Masih dengan hati jengkel Kania mengalah dan menepikan sepedanya.

Kini Kania dan pria itu berdiri berhadapan. Kania berusaha mengatur jarak aman.

Kania benar- benar tak sabar, menunggunya bicara.

Jaja sengaja mengulur- ngulur waktu, agar bisa berlama- lama berduaan dengan kania.

Dia terus memandangi gadis itu, dengan tatapan mesum. kania risih sekali.

"Neng Kania yang Macan..."

Kania mendelik

" Macan!?" Kania membatin melihat Jaja bingung.

Apa dia terlihat mengerikan seperti Macan?

Melihat tampang bingung Kania, Jaja tertawa.

"Maksudnya, Neng Kania Manis dan Cantik" jelas Jaja

Kania mengumpat dalam hati.

Kania diam saja, mengabarkan diri, mendengarkan gombalan garing, hingga Jaja membebaskannya.

Lima belas menit berlalu begitu saja.

Matahari semakin meninggi Kulit Kania sedikit hangat.

Jaja masih betah dan belum ada tanda- tanda akan bicara langsung intinya.

Waktu sudah terbuang percuma. Kania menegur, sedikit memaksa berkata,

"Sebenarnya, Amang, mau bicara apa? Tolong cepat sedikit. Saya tidak mau kena tegur karena terlambat."

Amang Jaja tersenyum.

"Maaf, Melihat Adik Nia, Aa jadi lupa waktu" katanya sok polos ambil mengusap rambut keritingnya.

Jaja menarik nafas, melihat Kania serius

"Soal tawaran Aa... Neng Kania sudah memikirkan matang- matang? Yakin menolak lamaran nya?"

Kania mengeluh dalam hati.

"Sudah jelas sudah ditolak kok masih maksa,sih!?"

Kania diam sejenak berpikir, Alasan apa lagi yang harus ia katakan, agar bebas dari laki- laki tak punya malu ini.

Lihat saja dia masih melihat Kania penuh...

Na- f- su

Sejak awal kania menghindari kontak mata dengan Jaka, matanya justru lebih tertarik melihat penampilan Jaja yang nyentrik

Memakai Topi bertuliskan Red Bulls dengan gambar banteng itu

Kaos hitam bergambar tengkorak,di lapisi Jaket kulit hitam di padu Celana jeans biru murahan yang robek dilutut, Muka kasar dengan brewok tebal.

Bila dilihat lebih seksama tampilan Jaja, seperti gabungan dukun dan penyanyi rock metal.

Kania menahan rasa ngerinya dalam hati.

Jaja seperti penjahat.

Melihat Jaja dalam mode diam sudah seram. Apalagi jika sedang dalam mode marah. kania pasti akan lari terbirit- birit menjauhinya. Kini Pria itu justru berniat menjadikan Kania Isteri ketiga.

Bisa mati Kania sebelum menikah.

Belum lagi mengingat Dua istri Jaka yang kabarnya jauh lebih menakutkan dari Jaka sendiri. Kania sendiri tak berani membayangkan kehidupannya kelak

Bisa jadi perkedel Kania setiap harinya.

Menurut kabar bukan hanya Kania yang pernah di dekati Jaja. Dia sering

memilih gadis- gadis paling cantik yang ada di kawasan tempat tinggal mereka untuk didekati.

Sialnya Kania menjadi salah satu targetnya.

Padahal Kania tidak yakin apa yang dilihat Jaja darinya.

Pakaian Kania tertutup, tak pernah memakai riasan. Bahkan kesehariannyq sangat sederhana.

"Maaf Mang, Sebelumnya. Apakah kedua istri Amang tahu, Mang Jaja melamar Kania menjadi Istri ketiga? Apa mereka setuju?" tanya Kania hati- hati memancing Jaja.

Mendengar istrinya disebut Jaja menjadi gugup.

Dia nyengir kuda sambil menggaruk kepala.

" Tentu saja tidak, Neng... Bisa mengamuk dua banteng itu.

Rencananya, kita nikahnya diam- diam dulu. Kalau sudah sah dan resmi baru kita jujur ke mereka."

Kita? Ish! ogah.!!

Sudah di tebak, mana berani si mesum gila ini, jujur pada istrinya.

"Tapi...Kania tidak mau jadi istri ketiga. Kania tidak mau di anggap pelakor." pancing Kania

Ucapan Kania membuat Jaja salah paham.

Dengan berbinar dia meyakinkan Kania.

"Setelah kita menikah. Aku janji akan menceraikan Kedua benteng itu. Neng akan menjadi satu- satunya.

Hiks, Siapa yang butuh...

batin Kania.

Dasar tidak peka! padahal jelas- jelas sedang di tolak. percaya sekali diri ini orang tua

Kania mengumbar senyum palsu.

" Lalu, bagaimana anak- anak? Mang nggak kasihan pada mereka? Bagaimana Hidup mereka, setelah Amang bercerai nanti? "

" Gampang itu, Anak- anak sudah besar. Aku pasti tetapn tanggung jawab pada anak- anakku, Neng tenang saja." Kata Jaka enteng.

Dasar buaya! keras kepala. Tak punya otak dan hati.

Diam- diam menatap Jaja sinis

Kania ingin menampar mulutnya saking kesalnya. Enteng sekali dia bicara. tanpa beban.

"Maaf, Mang, Kania bukan pelakor, Ibu selalu mengajarkan untuk menjaga martabat dan marwah sebagai seorang wanita terhormat. Kania tidak mau menghancurkan rumah tangga orang lain..."

Tapi Jaja masih kokoh dengan dengan niatnya.

"Siapa bilang kania pelakor....!?. Siapa orangnya, aku akan bikin perhitungan dengannya

"Bukan begitu, maksud Kania.."

" Lantas apa!? Kania takut, Aa, tidak bisa memenuhi kebutuhan Kania??"

Jaja melihat Kania tajam.

"Orang tua Aa, punya banyak peternakan sapi, Di kampung. Kita semua bisa menjual sapi- sapi itu, menikmati hasilnya bersama- sama. Tentunya, Adik Nia tersayang, mendapatkan bagian terbanyak dari harta Aa. "

Kania mengepalkan tangannya.

kehabisan cara mengusir pria itu pergi.

" Maaf Mang,Kania tetap tidak bisa..Maaf.."

Kania sudah berusaha pelan dan sehalus mungkin menolak nya.

Takut juga jika bersikap terlalu bar- bar dengan mantan preman insaf, Bisa- bisa masuk rumah sakit dia. Siapa tahu saat mendesak jiwa preman Jaja muncul pula. Selama ini Jaja bekerja menjaga tempat parkir umum di pasar tradisional.

Sementara Kedua istrinya berjualan nasi uduk dan ayam potong di sana. Di pasar itu, Jaja bertemu dengan kedua istrinya.

Ngaku- ngaku juragan sapi, untuk makan saja mereka harus kerja keras bersama.

Jaja yang belum sadar di tolak, masih berusaha membujuk

Sambil tertawa, menepuk dada pongah berkata,

"Pokoknya tak perlu Khawatir soal uang, Adik Kania pasti hidup senang. Tidak perlu repot- repot jadi pembantu di rumah orang kaya. Justru Kania yang mejadi Nyonya." tutur Jaja

Kania meringis .

"Aduh.....! Gimana ya? Sebenarnya, Kania masih belum punya niat buat nikah. Lagipula harus jadi istri ketiga. Kania ogah di poligami. Tolong Amang jangan memaksa Kania."

Sepertinya jawaban Kania kena sasaran. Jaka Langsung bungkam menunjukan ekspresi marah sekaligus kecewa.

Sepertinya memang perlu sebuah ketegasan dan keberanian untuk pria seperti Jaja, Kania muak di teror terus olehnya.

"Permisi Mang, kania benar- benar telat."

Mohon Kania Menyadarkan Jaja dari Lamunan.

Dengan berat hati Jaja menyingkir memberi jalan bagi Kania.

Wajahnya kecewa sekali.

Sambil tertawa dalam hati, kania bergegas pergi.

Syukurlah aku selamat...

Terpopuler

Comments

🧭 Wong Deso

🧭 Wong Deso

salam kenal Kakaka author fames☺️

2021-11-11

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!