Malam makin larut Tetapi Ibu belum juga sadarkan diri. Bu Ros dan Ratna juga sudah pulang atas paksaan kania. Karena tak enak hati merepotkan kedua wanita itu
" Besok Ibu dan mbak Ratna pasti datang kembali. Jaga kesehatanmu dan banyak- banyak berdoa " ucap Bu Ros sebelum pergi.
Bu Ros benar.
Seharusnya Kania memang perlu banyak berdoa untuk kesembuhan Ibu.
Kania memilih menghabiskan waktu di mushala rumah sakit.
Berdoa sepanjang malam untuk kesembuhan wanita yang ia cintai serta memohon pertolongan agar Kania dimudahkan rezeki untuk melunasi biaya rumah sakit.
Lelah dan letih
Seharian bekerja dirumah keluarga Sanjaya, Lanjut menungui Ibu hingga larut sama sekali tak dirasakan oleh Kania, tersapu bersih oleh rasa sedih mendalam yang ia rasakan saat ini.
Selesai melaksanakan shalat subuh Kania tertidur tanpa sadar di mushala.
Ia terbangun ketika seseorang mengguncang tubuhnya.
"Maaf, bu. Mushola mau di bersihkan.." Kania membuka mata, Seorang laki- laki tua berjongkok di depannya sambil tersenyum ramah.
" Astagfirullah!"seru kania kaget.
"Ah, maaf pak. Saya ketiduran.." Kania merasa malu sekali karena tidur sembarangan.
Meski bapak tua itu maklum padanya
Kania segera membereskan perlengkapan sholatnya dan kembali ke ruangan tempat Ibu dirawat.
Terdengar suara decitan sepatu yang beradu dengan lantai saat ia berlari di lorong.
Sedikit terengah Kania memperlambat laju kaki saat hampir sampai di ruangan itu
" Ya Tuhan, Semoga saja Ibu sudah sadar."
Harapnya.
Kehadiran Dua perawat berseragam di ruangan Bu sumi cukup mengejutkan Kania.
" Ada apa dengan Ibu saya, Sus?"
Tergesa Kania masuk dengan wajah pucat dan tubuh gemetar.
Tetapi wajahnya langsung berubah senang saat melihat Ibu sudah membuka mata sedang melihat ke arah Kania.
" Ibu!? ibu, sudah sadar?"tanya nya dengan mata berkaca
Ibu menjawab dengan kedipan mata dan senyuman.
Kania langsung berlari memeluk Ibu.
" Kania..." lirih Ibu
" Ibu, akhirnya ibu sadar..Kania takut sekali.." Tersedu- sedu dalam dekapan wanita yang sudah melahirkannya.
Kania menyeka air mata dan bertanya pada kedua perawat itu,
"Bagaimana kondisi ibu saya, Sus?"
Perawat itu mengatakan akan ada dokter yang akan memeriksa kondisi ibu lebih lanjut.
" Kita, nggak punya uang, kamu malah nekat masukin Ibu ke rumah sakit"
"Siapa nanti yang akan membayar biayanya?"
" Nia yang bayar, Bu. udah Ibu tenang ada. Nia udah siapin uangnya, Kok." Bohong gadis itu.
" Kamu dapat uang darimana? Nia, Ibu tahu persis siapa kamu, lebih baik kita pulang saja"
Tubuh ringkih ibu bergerak perlahan. Susah payah wanita itu bangun dari ranjang putih rumah sakit.
kedua tangan Nia sigap menahan
"Kondisi Ibu sudah parah, kata dokter Ibu harus di operasi"
wajah pucat Ibu semakin pias
" Operasi!?"
Nia mengangukan kepala, menahan tangis.
"Usus Ibu harus segera di buang, karena sudah membusuk" Lanjut Nia lagi.
"Pantas selama ini Ibu sering mengeluh sakit perut."
Seketika Ibu diam tanpa suara.
Nia duduk di sisi ranjang memegang bahu Bu Sumi pelan.
mata mereka bertemu.
"Tolong Bu, Jika tidak Di lakukan operasi, kondisinya makin memburuk. Nia takut ibu kenapa- kenapa"
Bu Sumi menundukan kepala.
" Bu, jangan pikirkan soal biaya atau apa pun itu. Yang paling penting Ibu sehat."
Ibu Sumi menitikkan air mata dan kembali memeluk Nia.
" Maafin Ibu, Nak. Ibu selalu nyusahin Nia"
" Ibu ngomong apa? Ibu nggak pernah nyusahin Nia,kok. Yang benar, Nia lah yang suka bikin Ibu susah dan repot."
" Kamu memang anak baik Nia." Ibu menatap Nia berkaca-kaca.
" Semoga kamu dapat jodoh yang baik kelak" doa Ibu
Kania tersenyum
" Amiinn..." jawabnya
Jam delapan pagi, Dokter, di iringi beberapa perawat muda mendatangi kamar Ibu.
" Apa Anda wali pasien dari Ibu Suamiati?"
" Iya, dok.Saya putrinya."
"Ibu Sumi dalam kondisi baik, Tekanan darah, denyut jantung semua normal. Bersiaplah, beliau akan segera di operasi"
Sekujur tubuh Kania meremang mendengarnya. meski sudah mengetahui sejak semalam tetap saja ia merasa takut saat mendengarnya kembali. Membayang kan peralatan bedah membelah tubuh Ibu.
Kania merasa Ngilu.
" Sekarang, dok?"
Dokter mengangguk.
"Iya, perutnya juga sudah kosong. karena sejak kemarin sore beliau tidak makan apa pun. jadi beliau tak perlu lagi puasa."
" Oh, ya sebelum operasi dilakukan, Anda harus menanda tangani surat persetujuan operasi. Nanti seorang perawat akan membawa surat itu pada anda,Nona."
" Baik, dok. Terima kasih"
Rombongan dokter itu meninggalkan Kania untuk memeriksa pasien lain.
Meski perasaannya kacau dan sedih Kania tak ingin Ibu melihatnya.
"Darimana kita dapat uang untuk biaya rumah sakit ini, Kania? lebih baik pulang saja. kamu dengar, bukan?. Kondisi Ibu sudah normal, Jadi nggak perlu operasi"
" Ibu, Kania udah ada uangnya, Ibu ikuti saja prosedurnya ya? tenang kan pikiran, siapkan fisik, Jangan Pikirkan hal lain.Yang lain biar jadi urusan Kania."
Jam sembilan pagi, Ibu dibawa masuk ke ruangan Operasi.
" Jangan lupa segera Lunasi Administrasinya mbak.." Pesan suster yang mengantar surat Persetujuan operasi.
Wajahnya sedikit ketus dan angkuh.
" Apa itu tadi? Judes banget! Jangan- jangan semalam nggak di kasih jatah sama suaminya atau...hmmmm, bisa jadi lagi PMS kali, Makanya jadi kasar begitu."
Kania jadi main tebak- tebakan sediri sambil geleng- geleng kepala karena perawat itu.
Selama operasi berlangsung Kania menunggu sendirian.
jangan ditanya bertapa takut dan gelisahnya dia. Duduk salah, berdiri salah sesekali bersandar di dinding sambil memejamkan mata.
Tak ada yang bisa membuatnya nyaman.
Bahkan ia menghela nafasnya berulang ulang. Karena merasa dadanya sangat sesak.
Hatinya ingin menangis tapi tak setetes pun air mata keluar.
" Bagaimana kondisi Ibu Sumi?"
Sebuah suara membuyarkan rasa takut Kania.
" Bu Ros!? Mbak Ratna?" Sambut Kania senang.
Lega sekali melihat dua tetangganya itu datang
Sekarang dia tidak sendirian menghadapi hal yang paling sulit dalam hidup.
" Maaf kita telat, Ini Ibu bawakan sarapan. Kamu pasti belum makan sejak semalam"
Meletakan sebuah rantang susun bahan Aluminium di samping Kania
"Makasih, Bu. Tapi Kania tidak selera makan"
"Makanlah sedikit, Jangan menahan lapar, Jika kamu sakit, siapa yang akan menjaga Ibu" Ratna menasehati.
" Baik, Terima kasih mbak, Bu Ros.."
"Iya, sama- sama. sejujurnya Ibu merasa bersalah dan ingin minta maaf padamu. karena tidak menjadi tetangga yang baik. Kami sampai tidak tahu jika ibu Sumi sakit dan pingsan dirumah sendirian."
"Bukan salah Ibu dan mbak, Kok. Saat Kania tinggal untuk bekerja kemarin, Ibu sehat- sehat saja. Mungkin lagi naas saja, ambil hikmahnya saja, Bu"
Ibu Ros menatap.Kania kagum sekaligus iba.
Bertapa baiknya putri Sumiati di saat gadis lain sedang sibuk pacaran dan hura- Hura gadis ini malah jadi tulang punggung keluarga.
" sudah dapat uang untuk biaya operasi?" Tanya mbak Ratna mengalihkan Rosdiana.
Wajah kania langsung berubah serius dan sendu.
"Belum, mba..nanti setelah operasi selesai Kania akan cari pinjaman.." Jawab Kania singkat sambil menunduk sedih.
"Sudah coba pinjam ke majikanmu? Bukannya mereka keluarga yang sangat kaya raya?"
" Bodoh!" batin Kania memaki diri sendiri.
" Kenapa bisa tidak ingat untuk meminjam pada mereka, Lima puluh juta bukanlah hal yang sulit mereka berikan."
Wajah Kania berbinar
Dia tak pernah terpikir untuk meminjam pada keluarga Sanjaya.
Terbit senyum di bibir Kania
Tiba- tiba memeluk Ratna
"Maksih mba, kalau bukan karena mba Rayana saya masih bingung mikirin mau cari pinjaman kemana"
Bukannya Kania tidak punya famili. Hanya saja mereka tak terlalu perduli pada Kania dan Ibu.
Karena Miskin.
keluarga Ibu jauh di propinsi lain sedangkan keluarga Ayah nyaris tak perduli pada Kania dan Ibu sejak ayah meninggal sekian lama.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments
~Nessa
likefedback
2021-09-10
0