Kisah Awan, Hujan, Dan Matahari

Kisah Awan, Hujan, Dan Matahari

I. Saat Hujan Bertemu Matahari

Cekrek!

Varsha tak henti-hentinya menggambil berbagai swafoto di tebing cantik tempatnya berdiri. Namun begitu dia hendak mengambil selfie berikutnya, ia malah jadi salah fokus dengan seseorang yang berdiri jauh di belakangnya. Varsha berbalik dan mengamati orang itu. Seorang pria. Berperawakan tegak dan tinggi. Dilihat dari jarak Varsha berdiri, sepertinya cukup tampan. Yah, mungkin setelan jasnya juga membantu meningkatkan ketampanan beberapa persen.

Pria misterius itu tiba-tiba berjalan selangkah mendekati pinggir tebing. Jangan bilang kalau pria itu mau...

...

...

“Maaf Kak, boleh minta tolong fotoin?” Tanya Varsha nyaris berteriak. Napasnya tersengal-sengal sehabis melakukan sprint barusan.

Pria itu terdiam sejenak dan akhirnya mengangguk sambil mengambil ponsel Varsha. Kemudian dia melangkah menjauhi tebing untuk mendapatkan sudut yang bagus. Melihat itu, Varsha diam-diam menarik napas lega. Pria itu akhirnya mendapat jarak yang baik dan bersiap mengambil foto. Ia mengulurkan tangannya ke atas membentuk angka satu…

Lalu berubah menjadi dua…

Varsha tersenyum lebar berpose dengan membuat simbol hati kecil dengan kedua tangannya di depan dadanya.

Tiga… cekrek!

JEDAR!!

Petir berbunyi keras disertai dengan hujan yang tiba-tiba turun dan lama-kelamaan semakin deras. Varsha pun mengambil ponselnya dari pria itu lalu mengucapkan terima kasih dan berlari menjauhi tebing mencari tempat berteduh.

Varsha tiba-tiba teringat sesuatu dan membalikkan badannya. Pria itu masih berdiri di dekat tebing dan tidak bergerak, membiarkan hujan membasahi sekujur tubuhnya. Varsha pun berbalik arah dan berlari mendekati pria itu.

Dalam hujan deras Varsha berteriak, “Ayo, cari tempat berteduh!”

Lalu tanpa banyak berpikir dia meraih tangan pria itu, menuntunnya untuk mengikutinya. Varsha sempat mengira pria itu akan melawan tapi ternyata tidak. Mereka berdua pun berlari bergandengan tangan menuju karavan tempat Varsha menginap.

***

Varsha menyodorkan handuk ke arah pria itu dan dia mengambilnya. Untung saja ada dua handuk yang disediakan karavan. Kalau tidak, Varsha harus mengorbankan salah satu bajunya untuk dijadikan handuk.

“Terima kasih.” Ucapnya pelan yang direspon dengan anggukan dari Varsha.

Varsha mengangguk lalu masuk kembali ke dalam karavan mengambil satu lagi kursi lipat dan meletakkannya di dekat pria itu.

“Karena kita jelas asing dengan satu sama lain dan kemungkinan ke depannya sepertinya juga begitu. Ditambah lagi hujan deras yang sepertinya masih lama akan berhenti….” Ucap Varsha memulai percakapan.

“Bagaimana…. jika berkenalan dengan nama samaran?” Lanjutnya ragu-ragu.

“Aku mulai ya. Namaku…hmmm… Rain.”

“Hai, namaku Rain.” Ucap Varsha sekali lagi.

Pria itu tersenyum tipis, “Karena hujan?” Tanyanya kemudian.

“Karena hujan.” Respon Varsha sambil mengangguk.

Dalam hati Varsha lega karena sepertinya idenya berhasil. Ditambah lagi senyum tipis pria itu juga lumayan manis. Kalau boleh jujur sesungguhnya Varsha tidak memilih ‘Rain’ sebagai nama samarannya karena sedang hujan, tapi memang 'Varsha' dalam Bahasa Sansekerta artinya hujan. Varsha tiba-tiba teringat bagaimana orangtuanya menjelaskan asal nama 'Varsha' padanya.

“Namamu?” Tanya Varsha cepat sebelum dia terenyuh lagi ke dalam memorinya.

Pria itu tampak berpikir sejenak sebelum akhirnya berkata, “Sun.”

“Son? Anak laki-laki?” Tanya Varsha memastikan.

“Sun. Matahari.” Jawab pria itu.

“Karena kamu berharap segera ada matahari?” Canda Varsha yang dibalas dengan senyuman tipis lain dari Sun.

“Jadi, Sun, kenapa kamu berkunjung ke Tebing Purwa?” Tanya Varsha.

Sun tampak meremas pelan handuknya sebelum akhirnya menjawab, “Pelarian.”

“Rain sendiri?” Tanyanya balik.

“Sebenarnya tadi aku mau teriak-teriak melepas stres, tapi takut kamu kaget terus nyemplung ke jurang.”

Mendengar jawaban Varsha, Sun tertawa kecil panjang. Bahkan dia sampai meletakkan satu tangannya ke mulut berusaha untuk menahan tawanya. Varsha pun otomatis juga ikut tertawa, wajahnya menampakkan dua lesung pipit manis.

“Pelarian dari?” Varsha memberanikan diri bertanya lagi.

“Hmmm….” Sun terdiam. “Aku pun tidak yakin dari apa...” Sambungnya pelan.

Melihat ekspresi wajah Sun mengingatkan Varsha sewaktu ia kehilangan orangtuanya. Sedih, kesal, marah, sakit bercampur aduk menjadi satu dan dia tidak bisa mengungkapkannya sehingga ia hanya bisa diam dan menghilang…

“Semuanya akan baik-baik saja.”

Sun sudah sering mendengarkan kalimat itu diucapkan orang-orang di sekitarnya padanya. Namun entah mengapa kali ini kedengarannya berbeda. Sun tidak yakin apakah itu karena raut wajah gadis di sampingnya atau nada suaranya yang tercekat seolah dia pernah mengalami hal yang serupa dengannya. Seakan dia sudah berhasil melalui masa kelam itu dan bersungguh-sungguh dengan tiap perkataannya. Bahwa semuanya akan baik-baik saja. Dan Sun ingin mempercayai gadis itu.

“Apapun itu, Sun. Jangan menyerah.” Lanjut Rain.

Sun ingin mempercayai gadis itu.

...

...

“Kamu tidak akan menyesalinya.”

Sun sungguh ingin mempercayai gadis itu.

...

...

“Aku janji.”

Sun mempercayai gadis itu. Gadis bernama Rain. Sun tersenyum lebar dan mengangguk pelan.

***

Gruuuuk…

Tiba-tiba terdengar suara dari perutnya. Siang tadi Varsha memang belum makan karena ingin segera cepat-cepat sampai ke karavan. Begitu sampai ke karavan ia ingin cepat-cepat ke tebing. Alhasil, suara perutnya ini lah.

“Sun, mau makan mi?” Tawar Varsha dari dalam karavan.

“Boleh.” Sun akhirnya menjawab.

“Mau rasa apa, Sun? Ada kari ayam, ayam bawang, soto ayam…” Teriak Varsha.

“Apa aja.” Jawab Sun.

“Campur aja semua deh kalau gitu. Hehe. Laper ini.” Ucap Varsha sambil menuangkan ketiga mi ke dalam panci.

Varsha mengaduk mi setelah memasukkan semua bumbunya. Kemudian ia memasukkan dua telur ke dalam. Setelah penampilan mi-nya meyakinkan, Ia mengambil sendok dan mencicipi kuahnya.

‘Kebanyakan air…’ pikir Varsha.

Berhubung Varsha sudah memasukkan semua bumbunya, airnya tidak bisa dibuang. Ia pun membuka-buka lemari pantri berharap dapat menemukan bumbu-bumbu dapur dasar guna menolong masakannya. Dan benar saja sepertinya ada garam di dalam sebuah toples kecil di pojok lemari atas.

Varsha meraih toples kecil itu dan mengocok-ngocok isinya yang tinggal sedikit. Kalau dilihat dengan mata telanjang si sepertinya garam. Ia kemudian membuka tutup toples dan memiringkannya sedikit untuk memastikan apakah itu benar garam.

BRUK!!

Tiba-tiba pintu karavan terbuka. Menampakkan sesosok makhluk tampan di depan matanya. Rambutnya basah, di ujung-ujungnya masih ada tetesan air yang jatuh ke kemeja putihnya. Dan kemeja putihnya….

Varsha tanpa sadar menelan ludah. Kemeja putihnya tampak transparan menampakkan remang-remang lekuk tubuh pria di depannya yang sepertinya suka berolahraga. Varsha tahu kalau pria ini memang tampan dan berperawakan bagus tapi karena situasi yang mereka alami tadi ditambah lagi rasa canggung, dengan berdiri sedekat inilah dia baru menyadari kalau pria ini memang BENAR-BENAR tampan dan memang BENAR-BENAR berbadan bagus. Varsha merasa wajahnya memerah menundukkan kepalanya dan terbatuk.

“Maaf Rain, boleh pinjam kamar mandi?” Izin Sun dari balik pintu karavan.

“Boleh-boleh. Kamu jalan aja ke arah sana yang di pojok kiri.” Jawab Varsha masih sambil menunduk berusaha menyembunyikan rona merah di pipinya.

“Thanks.”

Sun naik ke atas karavan dan membungkukkan tubuhnya sedikit saat melewati pintu kamar mandi. Sun terlihat seperti raksasa di dalam karavan pikir Varsha sebelum menengok kembali  ke masakannya dan terkejut. Semua garam di dalam toples sudah masuk ke dalam panci dan melebur menjadi satu dengan kuah sup.

Varsha mengaduk kembali mi-nya dan mencicipinya lagi. Paling tidak kalau keasinan bisa ditambah air kan. Namun yang Varsha rasakan justru bukannya keasinan melainkan rasa yang sangat enak dan pas sekali. Sempurna. Varsha menutup pancinya membiarkan semua bumbunya meresap sedikit lagi.

Varsha membawa ‘mi tiga rasa’-nya ke depan karavan dan meletakkannya di atas meja lipat. Tak lama, Sun bergabung dengannya membawa dua mangkuk dan dua set sendok-garpu. Varsha membuka tutup panci membuat kepulan uap di antara mereka berdua.

“Sudah lama sekali aku tidak makan mi.” Ucap Sun.

Varsha memasang ekspresi terkejut lalu meletakkan satu tangan di dadanya dan berkomentar “Anak horang kaya ya, Mas?”

Sun hanya tersenyum pendek dan mulai memasukkan mi ke dalam mangkuknya. Varsha pun melakukan hal yang sama. Baru di hadapan makananlah keduanya sadar mereka lapar. Dalam diam mereka melahap satu panci mi tanpa menyisakan apapun. Hujan pun berhenti dan langit berubah menjadi gelap.

“Biar aku yang cuci.” Ucap Sun menawarkan.

“Sudah seharusnya.” Canda Varsha yang dibalas dengan tawa kecil Sun sebelum dia masuk ke dalam karavan untuk mencuci piring.

Rasanya Varsha bisa sangat terbiasa dengan senyum tipis dan tawa kecil Sun. Mereka sangat membuat ketagihan. Varsha memandang langit malam dan mengaguminya. Mungkin karena habis hujan, belum banyak bintang yang bisa terlihat. Tiba-tiba terlintas sebuah ide di benak Varsha.

Sun keluar dari karavan setelah selesai mencuci piring tetapi tidak melihat Rain.

“Sun!”

Tiba-tiba terdengar suara Rain dari arah atasnya.

“Sun! Sini! Di atas!”

Rain terlihat sedang duduk di atas karavan dialasi alas tenda. Kemudian dia menunjuk tangga di sisi karavan mengisyaratkan Sun untuk naik. Sesampainya di atas dia disambut dengan senyum lebar Rain serta berbagai makanan ringan di sampingnya.

“Duduk sini, kita lihat bintang,” kata Rain.

Sehabis memasukkan satu marshmallow ke dalam mulutnya Rain berbaring menatap langit. Entah apa yang merasuki Sun pada saat itu, tapi dia juga memasukkan satu marshmallow ke mulutnya dan ikut Rain berbaring menatap langit di sebelahnya. Sun menertawakan dirinya sendiri di dalam hati,  padahal dia sangat tidak suka makanan manis tetapi mengapa hari ini rasa marshmallow yang dibawa gadis ini sangat enak. Terasa menghangatkan bahkan.

“Cita-citaku adalah menjadi penulis.” Ucap Rain tiba-tiba.

Sun menoleh ke arah Rain dan menatap gadis itu. Meski baru mengenalnya beberapa jam lalu, Sun merasa seolah sudah mengenalnya bertahun-tahun.

“Aku juga begitu beruntung telah mendapatkan beasiswa penuh untuk studi ke Australia demi mencapai cita-citaku itu.” Lanjutnya lagi.

Sun tersenyum ke arah Rain lalu mengepalkan tangannya dan meninju ke udara, “Semangat!” teriaknya.

Rain tertawa mendengar respon Sun dan segera menirunya, “Semangat!” teriak Rain lebih keras.

Sun sangat menikmati tawa renyah Rain. Apalagi jika kedua lesung pipit di kiri-kanan pipi gadis itu memutuskan untuk muncul, menjadikannya semakin manis.

“Kalau kamu?” Tanya Rain menatap Sun. Sisa senyum masih terhias di wajahnya.

Sun menghela napas panjang dan menatap langit. Memorinya terbuai ke kehangatan sebuah keluarga yang ia rindukan. Jika ada satu hal yang dia inginkan, yang benar-benar dia inginkan…

“Menjadi Ayah.”

“Kudoakan semoga kamu jadi ayah yang hebat.” Kata Varsha.

“Ku harap begitu.” Ujar Sun pelan, lebih mirip seperti gumaman.

Mereka pun terus bercengkerama hingga malam semakin larut. Tiba-tiba saja hujan turun kembali dan dengan cepatnya menjadi deras. Varsha dan Sun segera mengemasi sisa-sisa makanan ringan dan membungkusnya ke dalam alas tenda.

Sun turun lebih dahulu dari karavan sementara Varsha mengoper balutan makan ringan padanya dari atas. Terakhir, Sun mengangkat kedua tangannya dan membantu Varsha turun dari atap karavan. Ketika Varsha menuruni anak tangga, kakinya terpeleset namun dengan sigap Sun sudah di bawah menangkapnya. Varsha pun berakhir dalam pelukan Sun.

Varsha dan Sun saling menatap dalam hujan. Air dingin mengalir membasahi sekujur tubuh mereka berdua namun entah mengapa Varsha justru merasa suhu badannya memanas. Varsha merasakan tatapan Sun padanya semakin intens. Sun masih menopang tubuhnya karena kaki Varsha masih belum menyentuh lantai. Jantung Varsha berdebar keras dan pikirannya kabur.

Tidak jelas siapa duluan yang memulai, tiba-tiba bibir Varsha dan Sun sudah saling bersentuhan. Aroma manis marshmallow masih terasa di mulut keduanya. Mereka bercumbu dalam hujan selama beberapa saat hingga Sun yang masih menggendong Varsha menuntunnya masuk ke dalam dan menutup pintu karavan.

***

Rrrrr…

Rrrrrr…

Sun terbangun dan duduk di pinggir kasur. Ia memijat pelan dahinya merasakan sakit kepala hebat. Sun sudah lama tidak pernah merasakan sensasi ini. Walau beberapa tahun lalu bisa dibilang dirinya sangatlah familier. Namun semenjak Bumi…

Sun berusaha untuk tidak terhanyut dalam pikirannya. Sambil mengernyit dan mengalahkan rasa pengarnya, Sun mencari sumber bunyi yang membangunkannya. Meraba-raba dalam gelap, akhirnya dia berhasil menemukan celananya yang tergeletak di lantai. Dia memeriksa saku celana dan mengeluarkan ponselnya. Nama ‘Dewa’ terpampang pada layar.

“Halo.”

Tak lama setelah menerima telepon, Sun terdiam. Raut wajahnya tak bisa dibaca.

“Aku segera ke sana.” Jawab Sun singkat sebelum menutup telepon.

Sun bergegas memakai pakaiannya dan melesat keluar pintu. Namun tiba-tiba kakinya terasa tertahan, dia menolehkan pandangannya ke arah siluet seorang perempuan di tempat tidur. Kemudian Sun meraba-raba meja tampak sedang mencari sesuatu.

Setelah beberapa saat dia menemukan sebuah pamflet lalu merobek pinggiran yang kosong. Tangan Sun masuk ke dalam saku dalam jasnya dan mengeluarkan sebuah pena. Sun lalu menuliskan sesuatu di atas potongan kertas itu dan meninggalkan pena yang ia pakai di atasnya.

Mata Sun kembali lagi tertuju pada siluet Rain. Akhirnya dia berjalan ke arah perempuan yang masih terlelap itu dan duduk di pinggir kasur. Sun menggeser sehelai rambut yang jatuh di depan wajah Rain ke telinganya. Setelah memandangnya beberapa saat, Sun mendekatkan wajahnya ke wajah Rain, mengecup lembut dahinya, dan berbisik pelan di telinganya. Kemudian Sun pun pergi meninggalkan Rain.

***

***

Curcol Author:

Halo semuanya sebelumnya Author mau minta maaf yang sebesar-besarnya. Karena KAHM merupakan karya untuk dilombakan, makanya seringkali mengalami revisi atas saran editor. Untuk itu jika ada perbedaan cerita terutama pada bab-bab awal, Author mohon maaf sekali.

Ini merupakan versi revisi terbaru dan sudah Author potong panjangnya jadi setengah. Namun inti ceritanya tetap sama. Kalau kebetulan pembaca ingin mengecek versi lama yang panjang tolong tulis di kolom komentar saja ya. Nanti akan Author beri linknya. Sekali lagi Author mohon maaf. Terima kasih banyak sudah mampir dan membaca ;D

Jangan lupa love, komen, dan jempolnya, ya :)

Nuhun~

-Bawang

Terpopuler

Comments

Vinoya Chan

Vinoya Chan

aku mampir kak, semangat ya 💪😊

2022-12-11

0

Rizky prasetyor862@gmail.com

Rizky prasetyor862@gmail.com

mampir thor 🙏🙏🙏

2021-11-16

2

Gajah berenang 😭🤙🥵

Gajah berenang 😭🤙🥵

mampir Thor 😆🤳

2021-11-15

3

lihat semua
Episodes
1 I. Saat Hujan Bertemu Matahari
2 II. Lima Tahun Kemudian
3 III. Matahari Melirik Awan
4 IV. Hujan Berawan Pergi Menyambut Mentari
5 V. Hujan
6 VI. Hari Awan
7 VII. Reuni Keluarga?
8 VIII. Surya dan Dewa
9 IX. Elang Merah
10 X. Bersama (I)
11 XI. Bersama (II)
12 XII. Matahari Memanggil Hujan
13 XIII. Kenangan dari Masa Lalu
14 XIV. Girl's Day?
15 XV. Festival Akasa Game (I)
16 XVI. Festival Akasa Game (II)
17 XVII. Sebuah Kado
18 XVIII. Ulang Tahun Awan
19 XIX. Panas Matahari
20 XX. Malam Penting (I)
21 XXI. Malam Penting (II)
22 XXII. Malam Panjang
23 XXIII. Dilema Dua Wanita
24 XXIV. Rain
25 XXV. XXX
26 XXVI. Hadir
27 XXVII. Dua Hati
28 XXVIII. Bumi
29 XXIX. Keraguan
30 XXX. Firasat
31 XXXI. Sebuah Pena
32 XXXII. Missing
33 XXXIII. Kejutan
34 XXXIV. Pikir
35 XXXV. Surya vs Axel
36 XXXVI. Hari Hujan Wisuda
37 XXXVII. Cemas
38 XXXVIII. Stay
39 XXXIX. Saat Hujan Bersama Matahari
40 XL. Kepastian
41 XLI. Tentang Mereka
42 XLII. Besok Malam (I)
43 XLIII. Besok Malam (II)
44 XLIV. Besok Malam (III)
45 XLV. Dua Sisi
46 XLVI. "Truth"
47 XLVII. Merpati Putih
48 XLVIII. Dua Putra dan Wanita
49 XLIX. Closure
50 L. Hadiah
51 LI. Kabur (I)
52 LII. Kabur (II)
53 LIII. Pria Beruntung
54 LIV. Knowing
55 LV. Sambut
56 LVI. Almost
57 LVII. Selangkah Mendekat
58 LVIII. Menjemput Restu
59 LIX. Usaha Ke-III
60 LX. Persiapan
61 LXI. Wedding Day
62 LXII. Honey Moon?
63 LXIII. Epilog
64 LXIV. Ekstra I: Tessa dan Dewa
65 Istri Hot Sang Mafia Promo
Episodes

Updated 65 Episodes

1
I. Saat Hujan Bertemu Matahari
2
II. Lima Tahun Kemudian
3
III. Matahari Melirik Awan
4
IV. Hujan Berawan Pergi Menyambut Mentari
5
V. Hujan
6
VI. Hari Awan
7
VII. Reuni Keluarga?
8
VIII. Surya dan Dewa
9
IX. Elang Merah
10
X. Bersama (I)
11
XI. Bersama (II)
12
XII. Matahari Memanggil Hujan
13
XIII. Kenangan dari Masa Lalu
14
XIV. Girl's Day?
15
XV. Festival Akasa Game (I)
16
XVI. Festival Akasa Game (II)
17
XVII. Sebuah Kado
18
XVIII. Ulang Tahun Awan
19
XIX. Panas Matahari
20
XX. Malam Penting (I)
21
XXI. Malam Penting (II)
22
XXII. Malam Panjang
23
XXIII. Dilema Dua Wanita
24
XXIV. Rain
25
XXV. XXX
26
XXVI. Hadir
27
XXVII. Dua Hati
28
XXVIII. Bumi
29
XXIX. Keraguan
30
XXX. Firasat
31
XXXI. Sebuah Pena
32
XXXII. Missing
33
XXXIII. Kejutan
34
XXXIV. Pikir
35
XXXV. Surya vs Axel
36
XXXVI. Hari Hujan Wisuda
37
XXXVII. Cemas
38
XXXVIII. Stay
39
XXXIX. Saat Hujan Bersama Matahari
40
XL. Kepastian
41
XLI. Tentang Mereka
42
XLII. Besok Malam (I)
43
XLIII. Besok Malam (II)
44
XLIV. Besok Malam (III)
45
XLV. Dua Sisi
46
XLVI. "Truth"
47
XLVII. Merpati Putih
48
XLVIII. Dua Putra dan Wanita
49
XLIX. Closure
50
L. Hadiah
51
LI. Kabur (I)
52
LII. Kabur (II)
53
LIII. Pria Beruntung
54
LIV. Knowing
55
LV. Sambut
56
LVI. Almost
57
LVII. Selangkah Mendekat
58
LVIII. Menjemput Restu
59
LIX. Usaha Ke-III
60
LX. Persiapan
61
LXI. Wedding Day
62
LXII. Honey Moon?
63
LXIII. Epilog
64
LXIV. Ekstra I: Tessa dan Dewa
65
Istri Hot Sang Mafia Promo

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!