Varsha menatap pria dari masa lalunya. Tidak ada ekspresi terkejut, kaget, atau apapun seperti yang Varsha perkirakan pada wajah Surya. Hanya ada sebuah senyum sopan di sana. Varsha yang masih tak bisa mencerna apa yang terjadi di depannya secara tak sadar akhirnya menjabat tangan Surya.
“Varsha Ametarka.” Jawabnya pelan. “Mamanya Teja.” Tambahnya lagi dengan suara lebih jelas.
“Senang bertemu dengan Anda, hmm… Mamanya Teja.” Respon Surya ragu-ragu memutuskan panggilan mana yang akan ia pakai.
“Sama-sama Pak Surya.”
Surya pun mempersilakan Varsha duduk di sofa tepat di sebelah Teja. Minuman yang tadi dipesannya sudah tersedia di meja. Di depan Surya dan Teja terdapat minuman yang sama. Susu cokelat panas dengan taburan marshmallow di atasnya.
“Saya tadi sudah berbincang sedikit dengan Teja mengenai performanya yang luar biasa.” Ucap Surya memulai pembicaraan.
“Saya sungguh tidak menyangka bahwa Teja baru berumur empat tahun.” Surya Tersenyum sementara Teja tersipu.
“Teja memang anak yang spesial.” Ucap Varsha merespon.
“Benar. Teja sungguh anak yang spesial. Saya tidak sabar untuk berdiskusi lebih lanjut jika Mama Teja tidak berkeberatan.”
Surya kemudian menjelaskan panjang lebar mengenai Akasa Game atau game atau DRF atau sesuatu mengenai game. Sementara Teja mendengarkan dan terkadang merespon dengan antusias. Intinya Varsha tidak bisa memproses apa yang sedang terjadi di dekatnya. Pikirannya sedang kacau.
Kenapa… Apa dia sungguh tak mengenalinya? Apakah dia terlalu begitu mudahnya untuk dilupakan? Kenapa Surya bersikap seperti orang asing pada dirinya?
Deg.
Tiba-tiba Varsha merasa ada yang meninju keras ulu hatinya. Ia baru menyadarinya sekarang. Varsha dan Surya memanglah orang asing. Mereka pun tidak mengetahui nama asli masing-masing. Kalau dipikir-pikir, Ia bahkan baru mengenal Surya kurang dari satu hari…
Mungkin sungguh wajar jika Surya tidak mengenali dirinya. Bagi Surya mungkin Varsha hanyalah salah satu dari sekian banyak wanita yang pernah berhubungan dengannya. Salah satu wanita yang pernah menghabiskan malam bersamanya…
Meskipun bagi Varsha Surya adalah seseorang yang spesial dalam hidupnya. Yang mempertemukan dia dengan Teja, buah hati yang sangat dicintainya. Itu semua mungkin tidak ada artinya bagi Surya…
“Mama Teja?”
Suara berat Surya membuyarkan pikirannya dan menarik Varsha kembali ke kantor Akasa Game.
“Maaf Pak Surya. Jika Pak Surya tidak keberatan, saya dan Teja minta waktu beberapa hari untuk mempertimbangkannya.” Jawab Varsha akhirnya merespon Surya.
“Tentu saja saya tidak keberatan. Tidak perlu terburu-buru, meskipun tentu saja saya ingin sesegera mungkin bisa bekerja sama dengan Teja.” Ucap Surya sambil tersenyum.
“Sekarang pun sudah merupakan kehormatan bagi saya bisa dikunjungi oleh LittleCloudy.” Tambahnya lagi yang membuahkan rona merah di wajah Teja.
“Terima kasih, Pak Surya.” Kata Varsha lalu memberi kode pada Teja untuk mengucapkan hal yang sama.
“Terima kasih, Om Surya.” Ucap Teja.
“Saya yang harusnya berterima kasih.” Jawab Surya.
Ia kemudian berjongkok di depan Teja sambil menyodorkan tangannya sebelum akhirnya berkata, “Terima kasih, Teja.”
Teja tersenyum pada Surya lalu meraih tangannya untuk berjabat tangan. Setelahnya, Surya kembali berdiri dan menawarkan tangannya pada Varsha. Wanita cantik itu berusaha memasang senyum, lalu menjabat tangan Surya.
Surya lalu mengantarkan Varsha dan Teja sampai ke depan elevator. Kemudian ia menunggu bersama keduanya sampai elevator datang dan membawa pasangan ibu dan anak itu turun. Begitu mereka pergi, Surya melihat telapak kanannya. Mengepalkan lalu membukanya lagi.
Ada yang aneh saat dia berjabat tangan dengan Mamanya Teja. Ia merasa seperti ada getaran listrik kecil yang menyetrumnya. Herannya, itu tidak menyakitkan. Justru malah menyebarkan kehangatan ke seluruh tubuhnya. Surya tersenyum lalu berjalan kembali ke kantornya. Tiba-tiba Ia merasa seluruh harinya akan luar biasa.
***
Hari telah berganti dan suasana hati Surya masih terasa baik sekali. Sejak kedatangan Teja dan mamanya ke Akasa Game kemarin, entah mengapa segala sesuatunya berjalan dengan amat sangat lancar. Ia berhasil menandatangani beberapa deal. Semua proyek game yang sedang dikerjakan pun menghasilkan progress yang menjanjikan.
Makanya ketika Dewa datang membujuknya untuk menemaninya pun, Surya langsung mengiyakan. Beberapa pekan terakhir ini Dewa tak henti-hentinya berbicara mengenai kopi buatan suatu kafe yang tidak sengaja ia temukan. Ia sudah sangat tidak sabar ingin Surya untuk mencobanya.
Dewa ingin meminta pendapat sepupunya itu, karena dia tertarik untuk membuat versi kaleng dari kopi tersebut dan menjualnya secara retail. Meskipun titelnya adalah CEO Akasa Food, Dewa belum banyak menghasilkan terobosan berarti dan ia merasa kopi inilah yang bisa membuatnya sampai ke jenjang itu.
“Rasa kopinya luar biasa, Sur.”
“Bukannya harusnya kau menurunkan ekspektasiku terlebih dahulu?” Respon Surya tertawa kecil.
“Oh tidak perlu. Kopi ini seenak itu.” Jawab Dewa sangat menekankan pada kata ‘enak’.
Dewa menyetir sementara Surya duduk di sampingnya. Tiba-tiba ponsel Surya bergetar. Ia merogoh saku celana dan meraihnya. Rupanya asistennya mengirimkan pesan padanya. Tidak terlalu urgent.
Surya menghela napas panjang. Satu-satunya yang membuat hari indah Surya tidak sempurna adalah fakta bahwa ia belum mendengar kabar dari Teja dan mamanya.
“Kenapa Sur? Kekasih yang dinanti-nanti belum balas pesan?” Ledek Dewa.
“Semacam itu.”
“Seriously? For real?”
Dewa yang niat awalnya cuma bercanda jadi kaget sendiri. Meskipun banyak wanita yang berusaha masuk ke dalam kehidupan sepupunya itu, Surya tetap seperti batu kokoh yang tidak tertaklukan. Surya begitu fokus pada kariernya dan hanya menghabiskan waktunya untuk menambah kesuksesan Akasa Group. Terutama sejak lima tahun ke belakang.
“Ada gamer jenius yang sangat ingin kurekrut. Tapi aku masih belum mendengar kabar darinya.” Jelas Surya.
“Ah… tentu saja.”
Dewa mengangguk-anggukan kepalanya. Tentu saja itu soal pekerjaan bagi sepupunya. Bagaimanapun juga, seluruh hidup Surya adalah pekerjaan dan Akasa Group.
“Tapi ngomong-ngomong soal kekasih. Apa mamamu tidak mengusikmu dengan calon pendamping?” Tanya Dewa.
“Sepertinya mamaku sudah mulai menyerah.” Jawab Surya.
“How lucky! Mamaku terus-menerus menyuruhku berkenalan dengan banyak gadis. Anak Keluarga Malini, cucu Keluarga Badhra, keponakan Keluarga Diraya, dan masih banyak lagi. Aku bahkan tidak bisa mengingat semua namanya.” Ucap Dewa meluapkan kekesalannya.
“Mungkin mamamu sudah tidak sabar ingin menimang cucu.” Ledek Surya.
Dewa memutar kedua bola matanya. Mamanya adalah wanita lemah lembut yang begitu memanjakan dirinya. Namun sejak beberapa tahun lalu, ia terus berusaha keras untuk menjodohkan Dewa dengan anak perempuan keluarga konglomerat rekanan mereka. Sementara yang Dewa inginkan adalah untuk jatuh cinta secara natural tanpa harus dipaksakan.
Tak terasa mereka pun akhirnya tiba di kafe favorit Dewa. Pada salah satu gelas kaca besarnya tertulis 'Private Cafe' yang merupakan nama kafe tersebut. Surya dan Dewa membuka pintu dan langsung disambut dengan bunyi lonceng di atas kepala mereka.
Suasana kafe ini begitu nyaman, hampir semua perabotnya memakai kayu. Ada beberapa sofa besar dan kecil berwarna-warni memadukan warna warm tone. Selain itu juga ada meja tinggi dan stool yang dialasi bantalan bercorak. Lagu akustik dengan pelan melantun menambahkan nuansa homey. Tempat ini mengingatkan Surya dengan kafe 'Central Perk' dari film TV seri ‘Friends’.
“Selamat datang di Private Cafe. Mau pesan apa, Kak?”
Sapa seorang wanita muda yang berdiri di belakang meja konter. Jelas sekali terlihat ia sedang berusaha memaksakan senyum pada Dewa.
“Sudah kubilang panggil Dewa saja. Dua regular black coffee, please.” Dewa tersenyum. “Kuharap kamu tidak bosan melihatku.” Tambahnya lagi sambil memberikan kartu kreditnya.
“Tentu saja tidak. Kami menyambut semua pelanggan dengan tangan terbuka.” Ucap wanita itu berusaha menahan keinginan untuk memutar kedua bola matanya.
“Dua regular black coffee, totalnya Rp 40.000,00. Membawa teman rupanya kali ini?”
“Ah, ini Surya sepupuku.”
“Halo.” Sapa Surya.
“Surya ini Tessa, pemilik Private Cafe.”
“Halo.” Ucap Tessa balik menyapa.
“Silakan duduk, kami akan segera membuat pesanan Kakak.” Kata Tessa lagi sambil mengembalikan kartu kredit Dewa.
Tessa mulai membuat kopi sementara Dewa dan Surya duduk di sofa dekat konter. Tidak lama kemudian, dua mug besar berisi kopi panas telah tersaji di depan mereka.
Begitu sudah tidak terlalu panas, Surya mengangkat mug dan menyium aroma kopinya. Lalu ia menyeruput minumannya sedikit dan benar saja rasa kopi hitam itu sungguh nikmat. Dewa memicingkan kedua matanya menatap Surya menanti komentar dari sepupunya itu.
“Enak.” Ucap Surya sambil mengangguk menyetujui.
“Ya, kan?”
“Kalau kamu bisa menemukan formula untuk menjaga rasa kopi ini tetap sama meskipun dikalengkan, kurasa produk ini akan cukup hits.”
“Aku setuju.” Timpal Dewa. “Tetapi yang pertama-tama harus dilakukan adalah membujuk pemilik kafenya.” Tambahnya lagi dengan nada sedikit muram.
“Aku sudah kemari beberapa kali dan berusaha untuk meyakinkannya namun masih gagal.”
“Apa kau akan menyerah?” Tanya Surya.
“Tentu saja tidak, Cousin.” Jawab Dewa dengan senyuman penuh percaya diri. “Permisi sebentar.”
Dewa membawa mug kopinya, kemudian berjalan menuju kasir. Ia lalu duduk di stool yang berada tepat di samping konter. Berusaha mengajak Tessa berbicara.
Surya menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah Dewa. Sepupunya yang satu ini memang tidak pantang menyerah. Jika dia punya satu tujuan, maka akan terus dia kejar sampai ia dapatkan. Tapi kalau dipikir-pikir lagi mungkin itu bukan hanya sifat sepupunya, sepertinya kebanyakan Abhiyoga memiliki bawaan seperti itu.
Dewa masih asyik membujuk Tessa sementara Surya menikmati kenyamanan Private Cafe. Ada cukup banyak pilihan bacaan yang disediakan di sini. Majalah, koran, novel, dan lain sebagainya.
Surya juga bisa melihat beberapa board games yang disusun rapi di dalam lemari kayu. Bisa diakses oleh semua pelanggan secara cuma-cuma. Jika kafe ini ada di dekat kantornya mungkin ia juga akan menjadi pelanggan tetap.
Surya kembali meneguk kopinya dan menikmati suasana. Puas mengagumi bagian dalam kafe, ia pun menatap ke luar. Tanpa ia sadari hujan telah turun. Waktu yang sempurna sekali untuk meminum secangkir kopi panas, pikir Surya dalam hati.
Tiba-tiba dia melihat sesosok siluet di balik hujan yang semakin deras. Seorang wanita. Semakin lama berjalan semakin mendekat. Ia tidak memakai payung atau apapun untuk menghalangi hujan membasahi tubuhnya. Hanya kedua tangannya saja yang terangkat ke atas melindungi kepalanya.
Entah mengapa pemandangan saat ini terasa begitu tidak asing bagi Surya. Ia merasa seperti sedang mengalami dejavu. Sosok itu akhirnya sampai di depan pintu kafe. Ia terdiam sejenak lalu berusaha memeras air pada pakaiannya yang basah.
Surya tiba-tiba terpaku. Dia mengenali wanita itu.
Varsha. Mamanya Teja.
Varsha memasuki kafe sambil menghela napas panjang. Seluruh tubuhnya basah dan wajahnya pucat. Surya awalnya hendak menyapa Varsha namun memutuskan untuk tidak melakukannya. Ia merasa Varsha mungkin tidak ingin dilihat dalam keadaan seperti ini.
“Varsha!”
Suara Tessa tiba-tiba terdengar dari balik konter. Ia membungkuk lalu mengambil sebuah handuk putih dari dalam lemari.
“Maaf Dewa, kafenya hari ini tutup. Kita diskusikan lagi lain kali.”
Tessa kemudian berjalan mendekati Varsha, wajahnya tampak khawatir. Kemudian ia letakkan handuknya ke bahu sahabatnya itu. Entah mengapa jantung Surya terasa teremas melihat pemandangan di depannya. Jika ia boleh memilih, rasanya dia juga ingin berdiri di sebelah Varsha dan menghiburnya.
Dewa melirik Surya dan memberi kode padanya. Karena sepupunya itu tidak bergeming, Dewa pun akhirnya menyenggol tubuhnya. Surya mengangguk merespon lalu keduanya pun akhirnya pergi meninggalkan kafe.
***
Tessa membawa Varsha untuk duduk di salah satu sofa. Lalu pergi mengunci pintu kafe dan membalikkan papan yang awalnya bertuliskan ‘Open’ menjadi ‘Closed’. Kebetulan selain Surya dan Dewa, tidak ada lagi pelanggan di dalam kafenya.
“Var? Kamu kenapa?”
Seluruh wajah dan bibir Varsha pucat. Kedua matanya sedikit berkaca-kaca namun tidak ada air mata yang keluar. Atau mungkin sudah tersapu hujan, Tessa juga tidak yakin. Kondisi sahabatnya sekarang entah bagaimana mengingatkan Tessa saat lima tahun lalu Varsha keluar dari kamar mandinya dan mengatakan bahwa dirinya hamil.
“Dia kembali, Tes. Pria itu telah kembali...”
Tessa terdiam. Dia tahu benar siapa pria yang dimaksud Varsha. Sahabatnya itu pasti sedang membicarakan ayah dari Teja.
“Tak kusangka akan semudah itu menemukannya Tes...”
“S… K… A…” Lanjut Varsha menekankan setiap hurufnya.
…
...
Sahabatnya itu terbatuk lalu tertawa kecil sebelum menambahkan, “Aku bahkan hanya perlu mengetikkan tiga huruf itu di internet dan gambar dia akan muncul.”
“Pria misteriusku lima tahun lalu...”
…
...
Kini setetes air mata jatuh di pipi Varsha.
“Surya Kingkin Abhiyoga.”
***
Curcol Author:
Aduh rasanya udah ga sabar pengen nulis yang hepi2, kenapa yang keketik jadi sedih terus ya :(((
Baiklah, semoga suka ya sama bab ini. Ah, salam kenal juga untuk kalian semua dari Dewa UwU
Oke deh men-temen. Jangan lupa love, komen, dan jempolnya ya. Makasih xD
Nuhun\~
-Bawang
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments
Rizky prasetyor862@gmail.com
ko Surya ga ingat gitu sama sekali sama Varsha apa amnesia ya pak S K A 🤔🤔
2021-11-16
2
"my love..ireng"
Masa surya lupa wajah rain????..ljt thorr
2021-10-31
2
Ririn Rohman N
lanjuuut kakak
2021-10-14
1