Sebuah Ikatan Hati
"Na, duluan ya!" Pamit seorang gadis dengan kaos biru muda ketika berada di tempat parkir sebuah kampus.
"Oh iya Dam, hati-hati!" Sahut gadis di sampingnya yang masih membenarkan helmnya.
Gadis berkaos biru pun lantas melajukan motornya meninggalkan dia yang masih membenarkan helmnya. Saat hendak menyalakan motor, ponsel gadis itu berbunyi, tanda panggilan masuk. Ia segera meraih benda kotak pipih miliknya yang sudah retak layar depannya itu. Ia selipkan ponselnya di dalam helm untuk menjawab telfon.
"Assalamu'alaikum. Iya Pakdhe?"
"....."
"Uti jatuh di kamar mandi? Nggeh Pakdhe, Naina segera ke rumah sakit."
Tut, tut, tut. Panggilan pun langsung terputus.
Gadis itu segera menyalakan motor kesayangannya yang selalu menemaninya kemana saja. Motor milik ayah tercintanya yang telah tiada sepuluh tahun lalu. Motor jadul yang kata orang joknya mendul-mendul dan sudah dipenuh tambalan di sana-sini. Gadis itu langsung menyalakan motornya dan menuju rumah sakit di sore yang cukup terik itu.
Dia Naina Andini. Seorang gadis yatim piatu yang baik nan ceria. Ia hidup bersama neneknya setelah kedua orang tuanya meninggal dalam sebuah kecelakaan yang telah direncanakan oleh kakak dari ayahnya, alias pamannya sendiri. Dia iri dengan kesuksesan ayah Naina dan berniat menguasai seluruh kekayaannya.
Naina yang waktu itu masih berusia sepuluh tahun, belum faham tentang hal seperti itu. Ia hanya tahu bahwa kedua orang tuanya telah meninggal. Dan dari sanalah kehidupan pahitnya dimulai.
Naina yang semula hidup berkecukupan karena sang ayah yang memiliki beberapa kios penjual ayam segar yang tersebar di tiga pasar tradisional laku keras, tiba-tiba ia harus hidup sangat sederhana dengan sang nenek dari pihak ibu. Semua usaha sang ayah diambil alih oleh kakak ayahnya sendiri. Naina hanya diberikan sebuah rumah yang sampai kini masih ia tinggali bersama sang nenek. Neneknya yang selama ini mencukupi kebutuhan hidup mereka dengan bekerja sebagai ART di rumah tetangganya.
"Uti gimana Pakdhe?" Tanya Naina dengan nafas yang tak beraturan karena berlari dari tempat parkir rumah sakit ke ruang IGD.
"Masih ditangani dokter. Kamu sabar ya Na!" Ucap seorang laki-laki yang tak lain adalah majikan dari nenek Naina.
Hampir satu jam Naina menunggu. Ia kini ditemani oleh Sekar. Seorang 'kupu-kupu malam' yang nyawanya pernah ditolong Naina lima tahun yang lalu. Dan sejak saat itu, mereka berhubungan baik. Sekar pun sudah seperti ibu bagi Naina. Majikan dari nenek Naina sudah pulang karena ada urusan.
"Anda wali pasien nenek yang jatuh di kamar mandi?" Tanya seorang laki-laki dengan jas putih yang masih mengenakan masker medis.
"Iya, saya cucunya. Bagaimana kondisi nenek saya?" Tanya Naina panik seraya berdiri dari duduknya.
"Mari ikut saya!" Pinta sang dokter. Naina pun mengikuti langkah dokter itu ditemani oleh Sekar.
"Apa anda tahu nenek anda punya penyakit ginjal?" Tanya dokter itu setelah mereka duduk berhadapan terhalang meja.
"Ginjal? Tidak dokter. Nenek saya jarang mengeluh sakit apapun." Jawab Naina jujur.
"Nenek anda harus segera dioperasi. Salah satu ginjalnya sudah rusak dan harus diangkat, jika tidak, akan sangat membahayakan nyawanya."
Deg. "Operasi Ginjal?"
Naina berkonsultasi dengan dokter cukup lama. Ia kini terduduk lemas di salah satu kursi yang ada di koridor rumah sakit. Ia terngiang ucapan sang dokter. Air mata pun telah membasahi pipi mulusnya.
"Naina harus gimana Bu'? Naina tidak mau Uti pergi." Ratap Naina sambil menunduk dalam.
"Sabar Na, kita pikirkan dengan tenang!" Ucap Sekar sambil mengangkat wajah Naina. Melepaskan kacamata tebal yang menempel di hidung Naina dan mengusap air matanya.
"Sebentar Na, Ibu terima telepon dulu!" Sekar sedikit menjauh dari Naina. Tak lama ia kembali ke samping Naina.
"Bu Sekar ada tabungan kan? Naina pinjam ya Bu' untuk biaya operasi!" Pinta Naina tanpa basa-basi.
"Ada Na, tapi nggak sampai 200juta Na." Jujur Sekar.
"Lalu Naina harus bagaimana Bu'?"
"Nanti Ibu bantu carikan ya! Ibu sekarang harus pergi, Romo minta dicarikan perawan istimewa malam ini." Jujur Sekar.
Naina hanya mengangguk. Ia faham, jika sudah menyangkut 'Romo', sang Mucikari, Sekar tak bisa banyak membantah.
"Cari dimana lagi udah sore gini?" Gerutu Sekar.
"Naina. Naina mau Bu'." Ucap Naina setelah mendengar ucapan Sekar.
"Mau apa Na?" Tanya Sekar bingung.
"Naina mau ikut Ibu malam ini. Berapa yang bisa Naina dapat Bu' jika Naina menjual keperawanan Naina?" Ucap Naina getir.
"Kamu jangan gila Na!" Bentak Sekar dengan sangat keras.
"Naina butuh uang Bu'. Naina nggak mau kalau sampai Uti kenapa-napa." Tangis Naina kembali pecah.
"Tapi bukan dengan cara itu Na, Ibu nggak rela!" Sekar langsung memeluk tubuh Naina. Ia ikut menangis karena bisa merasakan kesedihan Naina.
"Lalu Naina harus cari uang kemana Bu'? Dokter bilang harus segera, dan 200juta itu nggak sedikit Bu'."
"Nanti Ibu bantu cari."
"Ibu sudah biayain kuliah Naina, dan itu nggak sedikit Bu'. Naina nggak mau merepotkan Ibu terus."
"Sudah tenangkan pikiranmu. Kamu jaga Uti ya, Ibu harus pergi! Kalau ada apa-apa telepon Ibu!" Ucap Sekar.
Naina hanya mengangguk. Sekar pun segera meninggalkan Naina dengan wajah yang tak kalah sembab dari Naina.
Naina berkutat dengan pikirannya. Ia benar-benar tak punya ide untuk mendapatkan uang sebanyak itu dalam dua hari. Lama ia berpikir, hingga kumandang adzan maghrib menelusup ke telinganya. Naina lalu beranjak dari duduknya dan berjalan gontai ke mushola rumah sakit. Ia ingin meminta pada Sang Kuasa agar segera diberi jalan keluar.
Pukul delapan malam, dan disinilah Naina sekarang. Di sebuah ruangan yang tak begitu besar dengan penerangan yang minim. Ia sedang berdiri dihadapan seorang laki-laki paruh baya. Meski umurnya sudah memasuki kepala enam, tapi masih terlihat tampan dan gagah.
"Kamu yakin mau melakukannya? Kamu terlihat tidak meyakinkan." Tanya laki-laki itu.
"Saya, saya yakin Tuan. Saya benar-benar butuh uang." Jawab Naina dengan wajah tertunduk.
"Panggilkan Intan kemari!" Perintah laki-laki itu pada pengawalnya.
Dia Romo. Ia memilih panggilan itu untuk dirinya sendiri di kelab malam miliknya, kelab tempat Sekar bekerja. Naina nekat mendatangi kelab malam tempat bekerja Sekar tanpa sepengetahuannya. Ia langsung mencari sang Mucikari.
"Lumayan Romo, boleh juga penampilannya. Tinggal dipoles sedikit saja sudah sangat menggoda. Tapi, sepertinya aku pernah lihat kamu. Tapi dimana?" Ucap seorang wanita dengan pakaian yang,,, entahlah apa namanya. Tapi yang jelas kurang bahan disana-sini.
"Baiklah. Poles dia, dan bawa ke Rose Gold Hotel lantai 7! Sebelum jam sembilan, dia harus sudah siap disana." Perintah Romo.
"Siap Romo!" Intan segera mengajak Naina meninggalakan ruangan itu. Mereka keluar dari kelab malam dengan di awasi oleh Romo.
"Naina? Na! Naina, Naina!" Panggil Sekar ketika ia melihat Naina masuk ke dalam mobil pengawal Romo bersama Intan.
Sekar berlari sekencangnya mengejar Naina sebelum pergi. Ia dicegat oleh Romo.
"Romo, Naina mau dibawa kemana?" Tanya Sekar panik karena mobil sudah melaju membawa Naina.
"Siapa dia?"
"Dia penolongku dan sudah kuanggap seperti putriku."
"Dia bilang butuh uang, dan dia mau menjual keperawanannya."
"Apa? Romo, tolong hentikan mereka! Saya akan carikan gadis lain segera! Tolong hentikan mereka! Hanya Romo yang bisa!" Sekar bersimpuh di hadapan Romo dengan linangan air mata. Ia sungguh tak rela jika Naina kehilangan keperawanannya untuk seorang hidung belang.
"Saya akan lakukan apapun untuk Romo, tapi tolong hentikan mereka!" Mohon Sekar lagi.
"Bangunlah, jangan seperti ini!" Romo membantu Sekar untuk berdiri.
Romo sebenarnya menaruh hati pada Sekar. Dia sering memberikan bonus untuk Sekar. Bahkan, rumah yang ditinggali Sekar saat ini, adalah pemberian Romo. Meski Sekar selalu menolak, Romo tak pernah lelah dengan hal itu. Ia hanya ingin memberikan perhatian lebih pada 'kupu-kupu malam' yang menjadi primadona di kelab malam miliknya.
"Aku tak bisa menarik ucapanku pada tamu. Jika kamu bisa menghentikannya sebelum dia bertemu dengan tamu, aku yang akan berbicara dan mengganti rugi pada tamu kita." Ucap Romo tulus karena tak tega melihat Sekar begitu bersedih.
"Siapa tamu kita? Aku akan melobinya!" Tanya Sekar sedikit semangat.
"Dia tamu baru dari luar kota. Dan dia membayar mahal untuk permintaannya."
"Apa?"
"Aku sendiri tak tahu siapa identitas aslinya. Tapi setahuku, dia masih muda."
"Kemana Naina akan dibawa Romo?"
"Rose Gold Hotel."
Sekar kebingungan. Ia tak tahu harus bagaimana akan melobi pada orang yang asing baginya. Tapi ia bergegas pergi meninggalkan Romo, dengan harapan bisa menyelamatkan Naina dari tamu asing itu.
"Maafkan aku Sekar, aku tak bisa kehilangan bisnisku jika aku tak membiarkan dia pergi sekarang juga." Gumam Romo setelah melihat Sekar berlalu dari hadapannya.
BRUK. Sekar menabrak seorang gadis cantik tepat di pintu depan kelab. Dia terlihat seusia dengan Naina, namun sangat modis dan anggun.
"Dimana pemilik kelab ini?" Tanya gadis itu.
"Dia ada di dalam. Roy, antar nona ini ke ruangan Romo!" Pinta Sekar pada salah satu penjaga di pintu depan.
"Aku mau, kau yang mengantarku!" Bentak gadis itu.
"Saya ada urusan penting Nona. Saya harus segera pergi! Maaf,," Sekar melangkahkan kakinya meninggalkan wanita itu.
Belum sempat satu langkah Sekar berjalan, tangannya dicekal oleh seorang laki-laki yang berdiri di belakang wanita itu.
"Turuti permintaannya!" Ucap seorang pria dengan perawakan tegap berseragam hitam rapi.
Sekar tak punya pilihan. Ia akhirnya menuruti permintaan gadis itu. Ia mengantar gadis itu ke ruangan Romo bersama seorang pengawalnya. Setelah sampai, Sekar bergegas pergi untuk menolong Naina.
Seperginya Sekar dari ruangan Romo, gadis itu langsung menyatakan tujuannya setelah memperkenalkan diri.
"Apa kau bisa menjamin bisnisku aman jika aku menuruti permintaanmu?" Tantang Romo.
"Aku jamin! Dan ini bonus untukmu!" Gadis itu menyodorkan sebuah cek bernilai fantastis di meja yang menghalangi dirinya dan Romo.
"Aku tak butuh banyak uang. Aku hanya butuh bisnisku berjalan lancar." Romo menyodorkan kembali cek itu.
"Baiklah! Kita sepakat!" Gadis itu mengulurkan tangannya untuk menjabat Romo sebagai tanda persetujuan. Romo pun menyambutnya.
Romo segera mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang. Gadis itu menunggu Romo selesai menelepon. Setelah tujuannya terpenuhi, ia segera meninggalkan kelab.
Setelah gadis itu pergi, asisten pribadi Romo datang dengan tergesa-gesa. Ia segera membisikkan sesuatu di telinga Romo.
"Maaf Tuan, ada yang minta gadis perawan lagi."
Romo terlihat berfikir keras. Ia lalu tersenyum kecil. Bayangan Sekar ketika memohon padanya tadi kembali mengusik. Tapi ia berusaha tak mengindahkannya. Ia kembali mengambil ponselnya, lalu menelepon pengawalnya lagi.
Di sisi lain,
"Ya Tuhan, selamatkan Naina! Tunggu Ibu Na, Ibu akan menyelamatkanmu!" Gumam Sekar di sepanjang jalan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
Kidung Mesra
awal yang bagus..
2022-01-09
4