Jalanan mulai ramai dengan hiruk pikuk deru kendaraan bermotor. Mobil dan motor saling memacu mesinnya untuk menuju tujuan masing-masing.
Disebuah mobil sedan mewah, seorang laki-laki tengah sibuk memeriksa beberapa laporan perusahaannya. Ia sedang menuju bandara untuk kembali ke ibukota. Tiba-tiba, konsentrasinya buyar tatkala sekelebat bayangan muncul dibenaknya.
"Ah, kenapa aku memikirkannya?" Gumam laki-laki itu, yang tak lain adalah sang Cassanova yang telah menghabiskan malamnya bersama Naina.
"Ternyata rasanya beda jika bermain dengan yang masih perawan." Batinnya agar sang asisten pribadi dan sopir tak mendengar ucapannya.
Untuk mengalihkan lamunannya, ia mengambil ponsel yang ada di saku celananya. Tanpa sengaja ada sesuatu yang ikut keluar dari sakunya.
"Apa ini?" Ia mengambil sebuah bungkusan plastik kecil yang keluar dari sakunya.
"Astaga! Apa aku semalam tidak memakai pengaman? Ceroboh kau D!" Rutuknya pada diri sendiri.
"Aku terlalu terpesona padanya semalam. Semoga Nandini tak hamil karena kecerobohanku." Do'anya dalam hati.
Tak ada manusia yang sempurna. Pasti ada saja kesalahan dan keluputannya. Meski hidupnya nyaris sempurna, tapi pasti ada hal yang menjadi kekurangannya.
Sang Cassanova, Mr. D. Ia awalnya hanya laki-laki biasa yang tak mengenal 'dunia gelap' itu. Hingga akhirnya, ketika empat tahun lalu ia dicampakkan oleh cinta pertamanya dan dicap 'cemen', karena tak berani melakukan hubungan *** dengan kekasihnya. Ia tertantang untuk membalas ucapan sang mantan kekasihnya.
Terlebih, ia sedang menyelesaikan studi S1 dan S2 di luar negeri. Yang notabene, kehidupannya lebih bebas dan liar daripada di negeri ini. Ia yang memang memiliki otak cerdas, ia hampir menyelesaikan S1-nya di usia dua puluh tahun, di salah satu kampus ternama di Jerman, tempat asal sang ayah. Dan saat itulah ia memulainya. Dan akhirnya, berlanjut hingga kini.
Karena pesonanya, saat kembali ke negeri ini dua tahun lalu, banyak wanita yang rela menawarkan diri padanya. Hanya untuk menjadi kekasihnya atau bahkan istrinya. Ia akan menerimanya dengan syarat, jika wanita itu mau memuaskannya di ranjang. Namun, hubungannya hanya akan bertahan sebentar, paling lama tiga hari. Karena semuanya sudah tak perawan lagi.
Apa bedanya dengan pelac*r?
Itu anggapan sang Cassanova ketika ia mendapati para wanita itu sudah tak perawan. Ia pun akhinya tak ingin jatuh cinta atau menjalin hubungan serius pada wanita. Apalagi untuk menikah, ia tak pernah terpikirkan sedikitpun. Ia lebih memilih berkutat dengan pekerjaannya, membantu sang ayah mengurusi perusahaannya yang makin hari makin berkembang pesat.
Harta memang tak menjamin kebahagiaan. Sang Cassanova telah membuktikannya. Meski ia hidup dilimpahi banyak kelebihan, tapi ia belum merasakan apa itu kebahagiaan yang hakiki.
Wajah yang tampan, dengan mata biru yang indah. Tubuh yang tinggi dan tegap, sangat proporsional. Otak yang sangat cerdas. Harta yang berlimpah. Dan kini, ia mulai menjadi seorang pebisnis yang menjadi ancaman besar para pebisnis lain. Kurang apa coba?
Cinta. Ia belum bisa merasakan lagi cinta yang tulus. Cinta yang mampu meruntuhkan tembok besar yang ia buat demi membalaskan dendam pada sang mantan cinta pertamanya. Tembok yang menghalangi hatinya merasakan kasih sayang seorang wanita seutuhnya. Adakah yang bisa meruntuhkan tembok itu? Biar waktu yang menjawab.
...****************...
Di hotel.
"Maafkan Ibu Na! Ibu nggak bisa jaga kamu." Ucap Sekar dengan airmata yang mengalir deras sembari memeluk tubuh Naina.
"Sudah Bu'. Ini sudah menjadi keputusan Naina. Naina harus bisa membalas kebaikan Uti yang udah merawat Naina selama ini." Ucap Naina berusaha menahan air matanya.
Naina sebenarnya juga sangat sedih karena ia kehilangan mahkota berharganya. Hatinya sakit bak teriris pisau tajam. Tapi ia kembali menguatkan hatinya bahwa ini untuk menyelamatkan nyawa orang yang telah merawatnya. Ia pun harus bisa menerima, jika nanti suatu saat, keputusannya ini akan membuat masa depannya lebih suram.
"Ibu, Naina boleh minta tolong?" Ucap Naina berusaha menutupi kegetirannya.
"Iya Na."
"Tolong cairkan cek ini di bank. Naina akan langsung ke rumah sakit untuk mengurus administrasi Uti. Ibu nanti bisa menyusul ke rumah sakit kan?"
"Iya Na, Ibu akan cairkan. Nanti kamu tunggu Ibu di rumah sakit ya!" Sekar menerima selembar kertas yang Naina temukan di saku jaketnya tadi.
"Ini dari tamu Na?" Ucap Sekar terkejut ketika membaca nominal uang yang ada di cek.
"Iya Bu'. Sudah Bu', nanti saja kita bicara banyak, Naina harus segera ke rumah sakit."
Naina telah memakai baju yang dibawakan Sekar. Ia segera berdiri dengan seluruh sakit di badannya. Langkahnya terlihat aneh karena sakit setelah permainannya semalam. Sekar pun segera mengikuti langkah Naina. Mereka segera keluar kamar dan meninggalkan hotel. Sekar mengantar Naina ke rumah sakit lebih dulu, barulah ia ke bank untuk mencairkan ceknya.
"Utii,, Utii,, Utii,, bertahanlah! Naina sudah dapat uangnya Tii. Utii harus bertahan!" Gumam Naina panik karena melihat sang nenek yang tengah ditangani oleh beberapa petugas medis.
Naina terduduk lemas menyaksikan sang nenek kondisinya memburuk. Para petugas jaga ICU berusaha maksimal menstabilkan kondisi nenek Naina.
Hampir tiga puluh menit mereka menangani sang nenek. Naina pun tak henti berdo'a untuk sang nenek agar bisa bertahan. Tapi takdir berkata lain. Nenek Naina tak bisa bertahan.
Kondisi tubuh yang sudah renta, serta penyakit yang sudah parah, membuat kondisinya semakin parah meski hanya terjatuh tak begitu keras.
Naina menangis sekencangnya di samping tubuh dingin neneknya.
"Uti, jangan pergi Tii! Naina sudah dapat uangnya untuk operasi. Uti harus bangun. Uti harus bertahan. Uti jangan tinggalin Naina sendirian Tii,,"
"Dokter, tolong selamatkan nenek saya! Dia tak boleh meninggal! Saya sudah dapat biaya untuk operasinya, jadi tolong selamatkan dia. Jangan biarkan dia pergi Dokter!" Mohon Naina sembari bersimpuh di hadapan seorang laki-laki dengan jas putih dan masker medis menutupi wajahnya.
"Maafkan kami Mbak! Kami sudah berusaha semaksimal mungkin. Sabarlah Mbak, ikhlaskan kepergiannya!" Ucap dokter itu mencoba menguatkan Naina.
"Enggak, Uti nggak boleh ninggalin Naina! Naina nanti sama siapa Tii kalau Utii pergi?? Hiks, hiks,," Naina semakin tersedu karena ia harus menerima kenyataan bahwa sang nenek sudah benar-benar tak bisa menemaninya lagi.
Sekar tiba dengan nafas yang sedikit tak beraturan. Ia sangat terkejut tatkala melihat tubuh nenek Naina sudah tak dipasangi alat apapun. Dan Naina menangis di sampingnya tak karuan sembari memeluk tubuh neneknya. Ia segera menghampiri gadis malang itu. Merengkuhnya dalam pelukan yang dalam dan berusaha menenangkannya.
"Utii! Utii! Utii Bu',," Ucap Naina di sela tangisnya yang belum mereda.
Sekar berusaha menenangkan Naina. Setelah Naina tenang, ia mengurusi segala administrasi rumah sakit. Lalu mengantar Naina pulang bersama dengan datangnya jenazah nenek Naina ke rumah.
Para warga terkejut dengan berita meninggalnya nenek Naina. Mereka mulai berdatangan mendatangi rumah Naina untuk membantu.
"Itu kan wanita malam di kelab yang biasa kita datangi. Kenapa dia bisa sama Naina? Atau jangan-jangan, Naina selama ini juga kerja sama dia?" Bisik salah seorang laki-laki tetangga Naina.
"Wah, diam-diam menghanyutkan ya Naina itu. Wajahnya aja polos, tingkahnya ternyata liar." Jawab laki-laki lain.
Gosip menyebar cepat karena kehadiran Sekar. Bahkan mereka sudah bisa menerka bahwa Naina sudah tak lagi perawan. Sekar dan Naina memilih diam. Mereka masih terlalu lelah untuk menanggapi gosip yang beredar.
"Aku tadi pagi juga lihat mereka keluar dari hotel tempatku kerja." Ucap seorang wanita berusia tiga puluhan yang memang bekerja sebagai cleaning servis di hotel.
Hati Naina terasa sangat sakit. Meski gosip itu ada benarnya, bahwa ia kini sudah tak lagi perawan, tapi bukankah itu sangat kejam. Ia masih sangat terpukul dengan kepergian neneknya, dan kini ia juga harus mendengar gunjingan beberapa warga tentang dirinya.
Sekar yang faham kondisi Naina, ia selalu berada disamping Naina untuk menguatkannya. Ia dan Naina tak mempedulikan pandangan orang-orang yang mulai terlihat jijik pada mereka.
Setelah pemakaman, Sekar menginap dulu di rumah Naina. Ia tak ingin meninggalkan Naina sendirian dengan kondisi seperti itu.
"Kenapa takdir kejam padaku Bu'? Aku sudah merelakan harta berhargaku demi Uti, tapi bahkan kini dia juga telah pergi. Aku kehilangan semuanya. Bahkan para tetangga pun tahu Naina sudah tak perawan. Naina harus bagaimana lagi Bu'?"
Naina meratap pilu dipelukan Sekar. Ia benar-benar tak pernah menyangka, jika dalam satu hari saja, hidupnya hancur berantakan. Ia kehilangan hal-hal berharga dalam hidupnya. Bahkan ia pun harus menerima cemooh dan hinaan dari orang-orang karena tindakan nekatnya.
Sekar menasehati Naina sembari menenangkannya. Ia memilih tidak berangkat bekerja demi menemani Naina di rumah. Ia tak ingin Naina pendek akal karena terlalu tertekan dengan keadaan.
"Kamu mau makan apa Na? Kita beli aja ya!" Sekar tak tega melihat Naina terus diam terpaku tak makan apapun sejak pagi.
Naina hanya menggeleng pelan. Ia benar-benar tak berselera untuk makan. Ia seakan tak peduli lagi dengan tubuhnya yang mulai lemas. Pikirannya sungguh kacau dan kalut. Ia tak punya lagi semangat menjalani hidup.
Sekar pun memesan makanan secara online. Ia benar-benar takut meninggalkan Naina sendiri. Tak lama, makanan pesanannya telah tiba. Ia memindahkan makanannya ke piring.
"Hidupku hancur." Batin Naina pilu.
Naina duduk termenung di atas kasurnya. Ia melirik sebuah gunting kecil yang ada di atas meja kamar yang ada di sebelah kasurnya. Tangannya mulai mengulur.
"Utii, tunggu Naina!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
Lilis Lestari
bagus ceritanya Thor.
2021-10-17
1