"Hai!" Sapa seorang laki-laki yang berdiri di samping meja Naina.
"Suara ini,,"
Naina mengangkat wajahnya tanpa ekspresi, melihat laki-laki itu.
"Boleh saya duduk di sini?" Tanya laki-laki itu sembari menunjuk kursi kosong yang ada di depan Naina. Tak lupa senyuman termanis ia hadirkan untuk Naina.
Laki-laki tampan dengan tampilan formal tapi terkesan santai. Seorang laki-laki dengan tinggi 187cm nan gagah. Rambut hitam yang ditata rapi, mata biru nan indah, hidung mancung serta dua buah lesung pipi yang membuatnya nampak semakin manis.
Laki-laki dengan setelan kemeja berwarna maroon dan blazer hitam tanpa dasi itu, menjadi pusat perhatian beberapa pengunjung wanita di kafe. Tapi tidak Naina. Dia bersikap biasa saja.
Naina mengambil kacamata lamanya. Kacamata kuda, itu kata teman-temannya dulu. Ia mengenakannya begitu saja tanpa menjawab pertanyaan sang laki-laki. Sang laki-laki menatap penuh tanya.
"Bukan dia."
Naina pun segera melepaskan kacamatanya dan menyimpannya kembali. Hatinya sedikit kecewa. Tapi ia segera menghilangkan kekecewaan dalam hatinya.
Naina mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kafe. Ia melihat apakah tak ada tempat kosong lain. Tapi ternyata ada beberapa meja dan kursi yang kosong. Naina menarik nafas panjang lalu menghembuskan perlahan.
"Silahkan!" Sahut Naina tanpa ekspresi.
Sang laki-laki pun segera duduk dengan wajah yang berbinar. Naina segera mengemasi tab serta ponselnya yang ada di meja. Ia segera berdiri.
"Mau kemana?" Tanya laki-laki tadi seraya berdiri mengikuti Naina.
"Bukan urusan Anda." Naina segera melangkahkan kakinya.
"Tunggu sebentar Nona!" Laki-laki itu berlari kecil dan mencegat Naina.
Naina berhenti dan menatap tajam pada laki-laki itu. Ia sangat kesal jika ada yang mengganggunya seperti saat ini, terlebih jika dia seorang laki-laki.
"Anda bisa menempati meja itu!" Jawab Naina sedatar mungkin, berusaha menahan emosinya.
"Aku Dean. Dean Pratama."
Laki-laki itu mengulurkan tangannya untuk berkenalan dengan Naina tanpa basa-basi. Dia sangat percaya diri.
Dan apa yang Naina lakukan? Ia kembali melangkahkan kakinya dengan angkuh melewati Dean tanpa membalas uluran tangannya. Ia menuju kasir untuk membayar pesanannya. Sang pegawai kasir pun melayaninya layaknya pembeli pada umumnya.
Banyak pasang mata melihat kejadian itu. Mereka terbengong melihat sikap angkuh Naina. Bahkan para karyawannya pun terkejut melihat sikapnya. Mereka tak pernah melihat sikap Naina yang seperti itu.
Naina kembali melangkahkan kakinya menuju pintu keluar setelah membayar. Tapi, Dean kembali mencegatnya sebelum ia sampai di pintu.
"Aku ingin berkenalan denganmu. Boleh aku tahu siapa namamu?" Dean sungguh gigih untuk berkenalan dengan Naina.
"Maaf, saya ada urusan!" Jawab Naina datar.
"Sombong sekali dia." Celetuk beberapa pengunjung kafe. Celetukan beberapa pengunjung membuat telinga Naina panas.
Seorang wanita berpakaian rapi terlihat memasuki kafe dengan tergesa-gesa. Dengan rok span maroon selutut dan blouse hitam longgar, berjalan mendekati Naina dengan wajah sedikit panik. Dia Sinta, asisten pribadi Naina.
Naina menggelengkan kepala ke arah Sinta. Sinta pun dengan sigap berhenti. Ia menuruti setiap perintah dari Naina, meski hanya isyarat. Naina kembali melangkahkan kakinya.
"Tunggu Nona!" Cegah Dean.
Naina meghentikan langkahnya lagi. Ia menoleh ke arah Dean yang tepat berada di sampingnya. Manik mata hitam Naina bertemu dengan manik mata biru Dean.
"Kenapa sepertinya aku mengenali mata itu?" Batin Dean.
"Bukankah Anda biasanya akan menghabiskan waktu hingga pukul tiga siang di sini?" Tembak Dean.
Naina mengerutkan dahinya. Ia cukup terkejut mendengar ucapan Dean. Sinta pun kembali maju satu langkah, tapi dicegah kembali oleh Naina.
"Bukan urusan Anda Tuan Dean!"
Naina melangkah keluar dengan kesal. Ia kesal karena waktunya diganggu oleh laki-laki yang entah tahu dari mana kebiasaannya. Dan lagi, gara-gara sikap laki-laki itu, ia jadi bahan tontonan di kafenya sendiri. Ia meninggalkan Sinta yang masih tak tahu menahu awal kejadian itu. Naina segera memacu mobilnya meninggalkan kafe.
"Aku tak akan menyerah!" Gumam Dean setelah tak dapat mengejar Naina dan melihat mobil Naina berlalu pergi.
Dean Pratama Diedrich. Atau orang-orang lebih mengenal Dean Pratama D. Nama sang ayah yang berasal dari Jerman, cukup sulit bagi lidah orang dinegeri ini. Mereka lebih suka menyebutnya Dean D.
Dean merupakan anak sulung dari pasangan Jonathan Diedrich dan Jelita Dewangga. Ia sebenarnya memiliki seorang adik perempuan bernama Rhea. Tapi ia telah tiada enam tahun lalu karena bunuh diri.
Dean kini menjadi anak tunggal yang akan meneruskan semua usaha, bisnis dan kekayaan yang dimiliki oleh kedua orang tuanya. Sang ayah merupakan seorang pebisnis di bidang expor dan impor terbaik di Jerman. Ia juga memiliki bisnis properti yang dirintis sejak muda, hingga akhirnya mempertemukannya dengan Jelita yang juga menggeluti bisnis properti meneruskan usaha keluarganya. Keluarga Dewangga.
Dan kini, semua bisnis dan usaha itu di pegang oleh Dean. Sang ayah hanya sesekali membantu jika memang dibutuhkan.
Diusianya yang kini menginjak usia 28 tahun, ia sudah menjadi salah satu pebisnis handal di negeri ini. Dan menjadi sosok yang ditakuti dan disegani karena gaya hidupnya yang cukup mengerikan. Ia tak segan-segan menghabisi siapa saja yang mengusik bisnis, keluarga atau kehidupannya. Bahkan jika itu masih terhitung keluarganya sendiri.
Flashback On
"Siapa yang melakukannya Rhe? Jawab Kakak! Aku akan membuatnya menyesal karena melakukan ini padamu!" Dean terbakar emosi. Amarahnya meledak tidak karuan. Dean memang memiliki tempramen cukup buruk.
Dean baru saja tiba dari Jerman bersama sang ayah, Jonathan. Mereka mendadak pulang cepat karena mendapat kabar dari mama Dean bahwa Rhea sedang hamil. Adiknya itu baru berusia dua puluh tahun, beda dua tahun dengannya.
"Jangan Kak! Aku mencintainya." Ucap Rhea sedikit ketakutan menghadapi amarah sang kakak.
"Katakan padaku, siapa dia?" Tanya Dean lagi.
"Katakanlah Rhe! Kita bisa bicarakan pelan-pelan!" Rayu Lita.
"Tapi Kakak dan Papa janji, nggak akan apa-apakan dia!" Pinta Rhea.
"Iya nak! Nanti kita temui dia dan minta pertanggung jawabannya!" Rayu Lita lagi.
Lama Rhea berfikir. Ia takut jika ia mengatakannya, maka ayah dari bayinya akan mendapat hal buruk akibat amarah kakaknya. Tapi, ia juga ingin bisa bersama dengan pujaan hatinya itu.
"Delvin Ma." Ucap Rhea lirih.
"Apa? Tapi dia itu sepupumu Rhe? Bagaimana bisa kamu melakukan itu dengannya?" Lita sedikit membentak Rhea.
"Tapi Rhea mencintainya Ma." Sahut Rhea jujur.
Lita dan Jonathan berusaha menahan amarahnya. Tapi tidak Dean. Ia segera berjalan meninggalkan kedua orangtua dan adiknya.
"Dean, stop right there!" Bentak Jonathan. Ia tahu jika sang putra akan bertindak diluar kendali jika tak dihentikan.
"Pa, I'm going to meet Delvin now!" Jawab Dean singkat.
"Kita akan menemuinya nanti! Kamu jangan menemuinya sendiri!" Perintah Jonathan.
"Tapi Pa,,"
"Nggak ada tapi De!" Tegas Jonathan.
Dean akhirnya mengalah. Ia mengurungkan niatnya menemui laki-laki brengs*k yang sudah menghamili adik kesayangannya itu.
Malam harinya, seluruh keluarga Jonathan berkunjung ke kediaman Dewangga, rumah Jelita dulu ketika belum menikah. Jelita memiliki seorang kembaran, Jenita Dewangga, ibu Delvin. Ia menikah dengan asisten pribadi ayahnya, Jason. Pria berdarah Indo-Inggris yang telah lama menetap di Indonesia sebagai asisten pribadi ayah Jelita dan Jenita.
"Dia yang memaksaku melakukannya! Aku sudah berusaha menolaknya waktu itu, tapi dia memaksa." Sanggah Delvin ketika Rhea menceritakan bagaimana dia bisa melakukan hubungan intim dengannya.
"Tapi bukankah kamu mau bertanggung jawab waktu itu Del? Kamu bilang kamu juga mencintaiku." Jelas Rhea dengan bibir bergetar. Ia tak menyangka Delvin akan menyanggahnya.
"Kamu sendiri yang masuk ke kamarku waktu itu, entah darimana kamu dapat kunci hotelnya. Aku sudah memesan seorang gadis pada mucikari tersohor di kota itu, tapi malah kamu yang ada di kamarku. Tak mungkinkan jika kamu jadi salah satu gadisnya?"
Semua keluarga tahu, jika Delvin adalah seorang cassanova. Jadi dia bisa dengan entengnya mengatakan semua itu.
"Apa malam sebelum kita bertemu pagi di depan kamar di Hotel Rose Gold?" Terka Dean setelah mendengar ucapan Delvin dan mendengar usia kehamilan Rhea.
"Iya. Aku sempat melihat kakak pagi itu berjalan bersama Delvin keluar hotel." Sahut Rhea di sela tangisnya.
"Baj*ngan! Brengs*k kau!"
BUGH. Pukulan keras Dean mendarat tepat di wajah Delvin. Ia memukuli Delvin tanpa kendali. Delvin tak bisa melawan karena kalah kuat dan kemampuan. Dean yang memiliki beberapa keahlian bela diri, benar-benar mengeluarkan semua tenaganya untuk menghajar Delvin.
Jason dan Jonathan kewalahan melerai Dean. Dean akhirnya berhenti karena Rhea pingsan melihat pujaan hatinya babak belur.
Ya, Rhea memang sudah lama jatuh hati pada Delvin. Ia tahu jika Delvin adalah sepupunya, tapi rasa itu terlanjur tumbuh dan berkembang. Hingga ia nekat memberikan tubuhnya pada Delvin sebagai ganti 'gadis malam' yang telah Delvin pesan. Dengan harapan, ia akan bisa memiliki Delvin seutuhnya.
"Baiklah, aku akan bertanggung jawab!" Ucap Delvin seraya menahan sakit di beberapa bagian tubuhnya akibat dihajar Dean.
Semua keluarga merasa lega, tapi tidak Dean. Dean paham betul bagaimana sifat licik Delvin. Dean akhirnya hanya bisa diam untuk sementara ini demi kondisi Rhea yang sedang hamil.
Keluarga Jonathan akhirnya pulang setelah perundingan panas dan mencekam karena ulah Dean. Mereka pun sudah menetapkan tanggal pernikahan Delvin dan Rhea. Entah bagaimana nanti pernikahan itu akan berlangsung. Secara, mereka adalah saudara dekat.
Amarah Dean belum cukup sampai disitu. Ia diam-diam menyuruh asisten pribadinya, Niko, untuk mencari mucikari yang sudah menyerahkan Rhea pada Delvin malam itu.
Tak butuh waktu lama bagi Niko yang sudah sangat berpengalaman itu untuk mendapatkan informasi yang ia inginkan. Ia mendapat sebuah nama yang tak asing baginya. Hartono alias Romo. Mucikari yang sama yang pernah diminta Niko mencarikan gadis perawan untuk bosnya. Niko segera melaporkan temuannya pada Dean.
Sejenak Dean termenung kala mendengar Niko memberikan laporannya. Ia teringat gadis polos yang mengganggu pikirannya akhir-akhir ini.
Tapi Dean tetaplah seorang kakak yang menyayangi adiknya. Ia kembali memerintahkan Niko untuk menghancurkan semua yang berkaitan dengan Romo dan juga,,
"Bunuh dia!" Perintah Dean tegas.
Niko pun segera melaksanakan perintah Dean. Ia menghancurkan kelab malam milik Romo dan membunuh semua anggota keluarga Romo di hadapannya. Dan yang terakhir, membunuh Romo dengan sangat tragis.
Niko dan anak buahnya melakukannya dengan sangat rapi, hingga polisi tak bisa menemukan bukti apapun yang mengarah pada mereka. Polisi hanya mengira, ini ulah dari rival bisnis Romo yang tak suka dengan kesuksesan bisnisnya.
Flashback Off
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments