Si Cantik Dan Si Buruk Rafa
Cantika Abigail berjalan melewati lorong panjang yang terlihat seperti tak berujung. Sekarang ia berada di lantai tiga sebuah perusahaan start up yang bergerak di bidang flight and travel. PT. Traveflight Corporindo merupakan salah satu perusahaan start up baru berusia empat tahun, namun akhir-akhir ini popularitasnya naik drastis semenjak diiklankan oleh artis terkenal. Aplikasinya telah diunduh lebih dari seratus juta pengguna hingga sekarang.
Cantika berniat melamar di perusahaan ini karena butuh uang. Ayahnya kena tipu hampir satu milyar di investasi online, satu setengah bulan yang lalu. Padahal, uang investasinya hasil dari pinjam dengan Om Michael, rentenir yang paling terkenal di kompleknya dan waktu itu Ayahnya berjanji akan mengembalikan uang Michael beserta bunganya enam bulan lagi. Parahnya, enam bulan lagi dari waktu itu adalah dua bulan lagi dari hari ini.
Cantika kecewa, sama seperti Mamanya dan adiknya. namun, bagaimana pun Ayah tetaplah Ayah. Mau protes bagaimana pun semuanya sudah terjadi. Mau menyalahkan pun tak ada gunanya lagi.
Sebagai anak tertua, Cantika ikut-ikutan pusing. Karena selain Mamanya yang lebih sensitif jika ditanya, ia juga butuh uang untuk bayar UTS bulan depan. Makanya, ketika melihat lowongan kerja sebagai Manajer Finansial di PT. Traveflight Corporindo dari Internet dua minggu yang lalu, ia langsung mengirim Curriculum Vitae dan mempromosikan diri sebaik mungkin. Beruntungnya, ia lolos seleksi dan seminggu yang lalu sudah melakukan wawancara daring.
Di sinilah Cantika sekarang. Berdiri di depan sebuah pintu yang dicat warna putih bertuliskan 'RUANG OWNER', sambil memeluk amplop cokelat berisi berkas-berkas yang diperlukan. Sambil mengingat-ingat ulasan baik pegawai yang ia baca di internet, Cantika mengatur napas. Jantungnya berdegup tak biasa. Barangkali karena ini adalah pengalaman pertamanya melamar kerja.
Mempersiapkan diri mengetuk pintu, Cantika ragu karena tak ada siapa pun di sini. Hanya ada dirinya dan beberapa orang yang lalu-lalang. Apakah hanya dirinya yang melakukan pemberkasan hari ini? Ah, pesetan dengan yang lainnya. Bukannya lebih bagus jika Cantika hanya sendiri? Harusnya ia senang jika kandidat yang terpilih untuk pemberkasan di kantor pusat hanya dirinya. Artinya, ia berpotensi besar untuk diterima, kan?
Mengatur napas. Tenangkan diri Cantika. Kamu pasti bisa. Kamu butuh uang banyak. Perjalanan pendidikan kamu pasih panjang. Empat semester lagi. Dua tahun lagi. Selama itu kamu perlu uang yang tidak sedikit.
Mengumpulkan keberanian untuk mengetuk pintu, tiba-tiba pintu bercat putih itu terbuka. Menampakkan sosok lelaki muda, sangat tampan, tinggi, bersih, bertubuh atletis, memakai kaus putih dan bomber marun, celana chinos panjang dan sepatu kates putih, berdiri di hadapan Cantika dengan senyum ramah mengembang di bibirnya yang kecil.
Lelaki itu menyipit, memandang Cantika dari ujung kepala, hingga ujung kaki, " Cantika Abigail?" tanyanya.
Cantika terbengong melihat definisi malaikat di dunia nyata dan tersadar ketika lelaki itu menggoyang-goyangkan tangannya di depan mata Cantika. Perempuan sembilan belas tahun itu mengerjap berkali-kali. Berusaha menyadarkan diri dari malaikat sungguhan ini.
" Cantika Abigail?" tanyanya sekali lagi.
Kali ini, Cantika mengangguk, serba salah. Entah apa yang membuatnya serba salah, yang jelas wajah lelaki itu berhasil membuatnya terkesima di pertemuan pertama.
" Silahkan masuk. Kamu ngobrol dengan yang lain dulu. Nanti saya nyusul," ucapnya ramah, kemudian berjalan melewati Cantika yang masih bengong. Ia berbalik, memandangi punggung tegap lelaki itu dengan dada berdebar.
" Siapa itu? jangan berdiri di depan pintu gitu dong, Mbak."
Cantika tersadar lagi dan berbalik. Ia membuka pintu semakin lebar, kemudian masuk. Baru selangkah, Cantika terkejut mendapati ruangan luas yang lebih terlihat seperti kamar dibanding ruang kerja. Alih-alih terdapat kursi yang bisa berputar dengan meja persegi di depannya dan lemari-lemari arsip di dekat dinding, Cantika justru melihat kasur berukuran sangat besar dengan dipan yang tak terlalu tinggi di sisi ruangan sebelah kiri dari tempatnya berdiri. Di sebelah kasur, terdapat dua lemari kayu berwarna dan bercorak seragam, namun ukurannya berbeda. Yang satu lebih ramping dan satunya lagi lebih lebar. Menoleh ke kanan, Cantika melihat sofa panjang berhadapan dengan meja kayu persegi panjang di tengahnya. Dispenser air minum dan sebuah toilet.
Di sofa tampak tiga orang lelaki muda memandang ke arahnya. Cantika dapat mendengar suara tawa mereka dari luar. Tapi, ketika ia masuk, semuanya terasa hening dan mencekam. Barangkali inilah sisi mengerikan di hari pemberkasan. Dimana tiba-tiba debaran dada Cantika semakin menggila.
" Yang mau pemberkasan ya?" tanya seorang lelaki yang rambutnya di cat abu-abu dan berkacamata. Kulitnya putih dan matanya cukup sipit.
Cantika mengangguk, membuat si lelaki berkacamata yang tadinya duduk sendiri di salah satu sofa, berpindah ke sofa yang ditempati dua temannya.
" Silahkan duduk," kali ini lelaki berbadan tegap, besar, kekar, berkulit gelap dan berambut keriting yang dicukur nyaris botak. Matanya yang besar dan bibirnya yang tebal mengingatkannya dengan Will Smith, salah satu aktor kesukaan Mamanya yang meskipun berkulit gelap, tetapi tampan mempesona.
Cantika menurut. Ia duduk di hadapan tiga orang lelaki yang memiliki warna kulit berbeda-beda. Lelaki yang duduk di tengah, mengamati Cantika tak berminat. Wajahnya yang paling terlihat garang di antara semuanya. Barangkali karena lelaki itu memiliki jambang yang tak dicukur sampai habis. Kemejanya berwarna hitam dan kancingnya dilepas dua. Apakah begini gaya seorang yang akan melihat-lihat berkas calon karyawan? Atau... apakah Cantika salah masuk ruangan?
Rasanya tidak. Jelas-jelas resepsionis bernama Siska mengatakan jika ia harus masuk ke ruang owner di lantai tiga. Apakah mereka pemilik perusahaan ini?
" Nama lengkap kamu, Cantika Abigail?" tanya si kacamata berambut abu.
" Ya. Nama saya Cantika Abigail."
" Panggilan?" tanya si kulit gelap.
" Cantika."
Si kacamata tersenyum dan meminta berkas yang dibawa Cantika, " nggak usah kaku begitu. Biasa aja."
" Santai aja. Kita nggak akan ngapa-ngapain kamu kok, Cantika," lanjut si kulit gelap.
" Kamu lulusan SMK Akuntansi, dua tahun yang lalu?" si rambut abu bertanya lagi.
Apakah ada sesi wawancara lagi? Mengapa Cantika merasa jika ia sedang diadili? " Iya. Saya lulusan SMK Akuntansi. Dua tahun yang lalu." Jujur, Cantika tak tahu harus menjawab apa. Karena ini adalah pengalaman keduanya melakukan wawancara kerja. Dengan perusahaan yang sama dan orang berbeda. Yang pertama daring dan kali ini langsung bertatap muka.
" Belum pernah kerja di manapun. Selama dua tahun setelah lulus kamu ngapain aja?" Si abu masih belum menyerah untuk mengorek informasi Cantika.
" Saya kuliah, Pak."
" Pak?" Si rambut abu, melirik dua orang temannya. Seperti ada yang salah dengan sebutan Cantika terhadap si rambut abu, sehingga membuat si kulit hitam tertawa terbahak-bahak.
" Pantas kok kamu panggil dia begitu. Dia emang udah tua."
Si rambut abu tampak tak terima dengan ucapan si kulit gelap. Namun ia menahan untuk tak melakukan apa-apa terhadap si kulit gelap.
" Nama saya Brian Saputra, di sebelah saya Rafa Permana dan yang paling ujung Dion Manuputi. Panggil saya Brian, Rafa dan Dion sudah cukup. Nggak perlu embel-embel Pak."
Cantika mengangguk paham, " baik, P... Brian."
" Jadi, langsung saja ya. Apa motivasi kamu mau melamar posisi ini?" kali ini Brian memandang Cantika serius. Berbeda dengan Rafa yang sejak tadi tak banyak bicara dan Dion yang lebih banyak bercanda, bahkan sesekali berbisik kepada Rafa.
" Saya ingin mencari pengalaman di bidang yang saya tekuni semenjak SMA sampai sekarang. Karena menurut saya, belajar akuntansi bertahun-tahun tidak akan ada gunanya kalau saya tidak memberanikan diri untuk terjun langsung ke dunia kerja."
" Jadi, kamu kuliah jurusan akuntansi juga? semester berapa?" Dion bertanya, sepertinya mulai tertarik dengan wawancaranya.
" Ya. Saya melanjutkan untuk kuliah akuntansi juga, karena saya merasa sudah punya pondasi untuk lanjut dengan jurusan yang sama. Sekarang saya semester empat."
" Gimana cara kamu bagi waktu antara kuliah kamu dan pekerjaan, seandainya saya terima?" Rafa bersedekap. Ia menyandarkan punggung di sofa, memandang Cantika penuh intimidasi.
Agak aneh mendengar kata 'saya' dari kata-kata Rafa barusan. Seolah, Cantika bekerja hanya untuknya, bukan perusahaan ini. " Kebetulan saya kuliah di universitas swasta yang sangat welcome dengan karyawan. Jadi, untuk urusan itu saya bisa atur."
" Kalau gitu, saya mau tanya. Kalau kamu punya uang satu milyar, apa yang mau kamu lakukan dengan uang itu?"
Cantika menoleh mendengar pertanyaan itu. Di belakangnya sudah berdiri lelaki tampan yang tadi ia temui. Lelaki itu berjalan mendekat ke arah tiga orang kawannya, kemudian duduk di sebelah Brian. Ketampanan lelaki itu membuat Cantika salah fokus. Lagi-lagi ia harus sadar jika ini bukanlah saat yang tepat untuk berpikiran macam-macam.
Cantika menelan ludah dan menjawab, " kalau seandainya punya uang satu milyar, saya akan membeli kebutuhan pangan secukupnya dan benda lain yang diperlukan. Sisanya, mungkin akan saya tabung."
" Selamat, kamu diterima!" ucap si tampan dengan senyum ramah khasnya sambil mengulurkan tangan yang langsung Cantika jabat dengan senang hati.
Cantika tidak salah dengar, kan? Ia benar-benar diterima kerja di sini? Astaga ini seperti mimpi!
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments
Diah Fiana
aku mampir kkak 😘
2021-09-16
2
Mommy Gyo
lanjut thor semangat buat karya barunya ya, salam cantik tapi berbahaya
2021-08-23
2