Rafa mengendarai mobilnya ke arah rumahnya di komplek perumahan Georgia di Tangerang Selatan. Setelah dua hari menginap di kantor, akhirnya ia memutuskan untuk pulang. Jam sepuluh pagi. Sambil memutar otak, apa yang harus ia makan selama seminggu dengan dana tujuh puluh ribu sehari.
Membelok, perutnya keroncongan melihat logo ayam makanan siap saji. Memarkirkan mobil, melihat price list yang dipajang pada bagian depan restoran, membuat Rafa mengurungkan niatnya. Rata-rata harganya tiga puluh lima sampai seratus ribu. Dan Rafa tidak bisa jika sehari hanya makan dua kali. Ia akan kurus jika makan dua kali sehari.
" Makan apa..." ucapnya sambil berpikir. Jika ia punya dana tujuh puluh ribu untuk makan tiga kali sehari, artinya Rafa hanya punya dana dua puluh tiga ribu untuk makan.
Kembali melajukan mobilnya lagi, sambil melihat-lihat warung di pinggir jalan di sepanjang jalan menuju ke rumahnya, akhirnya Rafa memutuskan menghentikan mobilnya di warung makan padang yang baru saja buka. Melihat menunya, melihat Rendang sepertinya enak.
" Satu porsi. Rendangnya dua ya." Ucapnya, melihat daging rendangnya cukup kecil.
" Dua puluh lima ribu."
Rafa terkejut. Dua puluh lima ribu? Dengan sangat terpaksa, akhirnya Rafa mengeluarkan uang seratus ribuan dan menerima kembalian.
Ia melanjutkan perjalanan pulang. Dalam hati memaki Cantika berkali-kali karena ia telah membuat Rafa menjadi kesal begini. Membeli seporsi nasi di warung makan padang saja ia menghabiskan dua puluh lima ribu. Bagaimana ia bisa makan dengan dua puluh tiga ribu? Jika begini, Rafa harus mengurangi kuantitas makannya. Paling tidak, ia bisa makan dua kali sehari. Semoga berat badannya tidak sekurus dulu.
Memasukkan mobil ke garasi, Rafa mengirim pesan singkat kepada Cantika agar ia datang ke rumahnya saja. Jangan ke kantor. Sekaligus mengirim peta rumahnya.
***
Cantika berdiri di depan gerbang bercat hitam yang tinggi menjulang. Ia memencet bel yang tersedia di sebelanya dan tak lama kemudian gerbang terbuka. Rafa berdiri di sana dengan tampang masam dan pandangan menikam. Cantika merasa ngeri menerima pandangan itu, ia mundur dua langkah dan pergalangan tangannya dicengkeram oleh Rafa. Tak terlalu kencang, namun cukup membuat Cantika terkejut, karena Rafa menariknya masuk ke dalam secara paksa.
" Apa-apaan sih?" Cantika berusaha melepaskan cengkeraman tangan Rafa dengan susah payah. Namun nihil. usahanya tak berhasil. Ia dipaksa duduk di sofa dan Rafa duduk di depannya.
" Lo mau ngebunuh gue? Gue nggak bisa makan pakai uang dua puluh tiga ribu!"
Cantika melotot mendengar keputusasaan di intonasi Rafa. Kasihan sebenarnya, tapi... entahlah. Cantika tak merespons. Ia memutar otaknya lagi agar Rafa tak segarang ini lagi.
" Bisa di tambahin nggak?" rengeknya. Membuat Cinta terkejut mendengar itu dan ingin tertawa. Rupanya, lelaki bewokan itu benar-benar tak bisa hidup tanpa uang.
" Cantika... Bisa nggak?"
Cantika menggeleng, " itu udah lebih dari cukup. Biar nanti saya buat list makanan kamu selama seminggu ini ya."
Rafa menaikkan sebelah alisnya. Tak legi percaya dengan Cantika. Perempuan itu baru dua hari kerja, tapi sudah berani sekali terhadapnya.
" Kamu makan apa pagi ini?" tanya Cantika.
" Nasi padang sama rendang. Dua puluh lima ribu."
Cantika mengangguk, " Nanti siang mau makan apa?"
" Fast food mungkin."
" Ayam?"
" dan telur."
Cantika mengangguk. Kamu punya kompor?
" Kamu pikir saya miskin?"
Ingin sekali Cantika tertawa, tapi ia tahan sekuat tenaga. Rafa ini arogan sekali. Apakah ia punya pacar? Cantika terkikik dalam hati.
" Mana sisa uang makan kamu hari ini?" Cantika meminta tujuh puluh lima ribu tersisa. Meski berat, Rafa memberikan tujuh puluh lima ribu kepada Cantika. Cantika berdiri dan bergegas pergi.
" Mau kemana kamu?" Tanya Rafa penasaran.
" Ke pasar. Mau ikut?"
Rafa tak merespons cukup lama. Kemudian ia berdiri dan mengambil kunci mobilnya, " biar saya antar."
Cantika cukup senang jika ia tak perlu repot-repot mengendarai motor matiknya dan berpanas-panasan untuk ke pasar. Rupanya, Rafa tak seburuk perkiraannya. Rafa cukup baik sebagai lelaki yang ingin berubah.
Selama perjalanan ke pasar, mereka saling diam. Tak ada yang berusaha untuk membuka percakapan. Rafa sama sekali tak berminat mengatakan apa-apa di tengah kedongkolannya kepada Cinta. Cinta pun tak ingin berkata apa-apa kepada Rafa yang menyebalkan. Ia tak mau pertanyaan dijawab dengan arogan.
Rafa memarkirkan mobilnya dan memilih tetap tinggal di mobil. Membiarkan Cantika pergi sendiri. Masuk ke dalam pasar tradisional yang bau. Padahal supermarket jauh lebih bersih dari ini, tapi kenapa Cantika lebih memilih ke pasar tradisional yang becek dan bau?
Sedangkan Cantika biasa saja. Ia bahkan belum terlalu terbiasa belanja di pasar sendiri. Tapi, dulu ketika kecil, Cantika sering ikut mamanya belanja sayur di pasar. Jadi, ia agak sedikit paham dengan pola marketing di pasar.
Berputar-putar selama satu jam, Cantika telah mendapat hampir semua kebutuhan dapur dan lauk utama. Dengan uang tujuh puluh lima ribu, Cantika sudah mendapatkan seekor ayam ukuran sedang yang dipotong empat, bumbu dapur, bawang-bawangan, cabai-cabaian, penyedap rasa, garam, tepung, beras, kang kung dan tempe.
Sekembalinya Cantika ke mobil, Rafa terkejut melihat banyaknya belanjaan Cantika. Tapi, ia tahu jika Cantika memberinya pilihan yang sangat masuk akal. Masak sendiri adalah satu-satunya cara untuk menghemat. Tapi masalahnya, Rafa tak bisa masak.
Sambil menuju perjalanan ke rumah, Rafa melirik belanjaan Cantika. Kira-kira, apa ia harus belajar masak demi menghemat? Mobil Rafa masuk ke dalam garasi.
" Kamu mau masak atau ngajarin saya masak?" akhirnya pertanyaan itu terpintar juga dari mulut Rafa.
" Saya mau masak. Tapi, kalau kamu mau belajar masak ya nggak apa. Bukannya lebih bagus?"
Cantika keluar dari mobil Rafa dan menyiapkan segalanya di dapur. Sambil sesekali melirik Rafa di ruang depan yang sedang asik bermain dengan ponselnya. Dalam hati Cantika mengutuk lelaki itu berkali-kali. Dasar tak tahu diri!
Tapi, sudahlah. Cantika harus berusaha keras agar Rafa menjadi pribadi yang jauh lebih irit dari biasanya.
Membuat ayam goreng krispi, memasak tumis kangkung dan membuat sambal serta memasak nasi sudah selesai. Begini-begini, Cantika cukup suka bermain-main dengan alat dapur. Jadi, masakannya jangan diragukan lagi kelezatannya. Memasukkan sisa bahan ke dalam kulkas, Cantika merasa puas dengan dirinya sendiri. Paling tidak, ia bisa berguna untuk orang lain. Meskipun, tetap saja ia menginginkan imbalan.
Cantika membawa makanan ke tempat dimana Rafa berada.
Lelaki itu langsung mengubah posisinya menjadi duduk. Memandangi makanan hasil dari jerih payah Cantika yang cukup menggiurkan. Meski sebenarnya jam dua sudah lewat dari jam makan siangnya. Tapi, tak apa. Membiarkan Cantika mengambilkan nasi dan lauk untuknya. Awalnya, Rafa sempat meremehkan jika Cantika tak bisa masak. Namun, ketika ia menyuap... rasanya mirip dengan masakan Almarhum Mamanya yang enak.
Rafa memakan makanan itu dengan lahap. Mengabaikan tatapan tak percaya dari Cantika.
" Kamu nggak ikut makan? Itu ayamnya masih afa satu." Rafa mengambilkan nasi dan lauk untuk Cantika, mengizinkan perempuan itu makan bersamanya.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments