Ide Brilian

Rafa kaget ketika melihat total pengeluarannya dua minggu ini sudah mencapai lima belas juta rupiah. Rafa mengingat-ingat benda apa yang ia beli hingga menghabiskan uang sebanyak itu dalam waktu yang sangat singkat.

Membaringkan tubuhnya di atas sofa, mata Rafa mengawang. Namun yang ia ingat hanya sepatu futsal, jersey dan makan dan itu semua menghabiskan lima belas juta?

Melirik ke arah Cantika, ia tak yakin perempuan sembilan belas tahun di depannya bisa membantunya keluar dari permasalahan ini. Masalah dirinya yang selalu menghamburkan uang hanya untuk sesuatu yang tak berguna dan Cantika tampak seperti perempuan yang suka menghabiskan uang orang tua.

Ia menatap tajam Cantika yang sedang mengobrol dengan Farel. Sembari sesekali mengernyit dan menggeleng. Farel betul-betul dapat memposisikan diri sebagai apa pun. Lelaki itu bisa dengan mudah dekat dan akrab dengan orang lain. Selain tampang dan postur tubuhnya yang oke, cara bicaranya juga sangat menarik. Membuat siapa pun ingin terus mengobrol dengannya, terutama perempuan.

Hal itu sangat berbanding terbalik dengan dirinya yang cuek dan cenderung tak pernah peduli pada apa pun, termasuk pada Elena, kekasihnya. Untungnya, Elena cukup pengertian meski Rafa sering tak mengabarinya hingga berhari-hari. Tidak seperti mantan-mantannya yang berlebihan jika tak dikabari sehari dan tidak bertemu minimal seminggu tiga kali. Sedangkan Elena, bahkan sudah sebulan Rafa tak bertemu dengan kekasihnya itu.

Menjadi salah satu dari pendiri perusahaan start up dan memiliki kesibukan yang lumayan, rupanya tak membuat Rafa lelah untuk menghabiskan uangnya. Apalagi, penghasilannya sekarang sudah di atas tiga puluh per bulan. Jelas membuatnya semakin gila-gilaan apabila menginginkan barang-barang yang ia inginkan.

Cantika terlihat salah tingkah ketika menyadari Rafa memandangnya dengan pandangan yang sangat tajam. Tawanya meredup menjadi senyum simpul tak enak yang kemudian disadari oleh Farel.

" Biasa aja dong ngeliatinnya. Naksir ya?" Farel meledek yang membuat Rafa sama sekali tak melepaskan pandangan kepada Cantika.

Rafa tak merespon apa-apa. Ia hanya sedang berpikir, apakah ada cara untuk membuat keuangannya lebih terkontrol lagi?

" Cantik, Rafa emang suka kayak gitu. Jadi... nggak usah mikir yang aneh-aneh." Farel berusaha menenangkan Cantika yang sudah mulai salah tingkah karena di pandangi Rafa macam pembunuh.

" Dari pada bercanda nggak jelas, lebih baik kamu pikirin cara buat meminimalisir pengeluaran saya." Ucap Rafa akhirnya, sebelum beranjak bangun dan berjalan gontai menuju kamar mandi.

***

Farel sudah pergi. Cantika merasa kecewa dan sepi. Namun, tak apa. Dengan begini, Cantika lebih bisa memikirkan apa yang harus ia lakukan. Sembari bersandar, memandang langit-langit ruangan dan sesekali meminum thai tea yang dibikan Farel, Cantika ada ide sebenarnya. Tetapi, apa ia boleh melakukannya?

Ah, pesetan dengan boleh atau tidak. Yang jelas, Cantika hanya perlu bekerja dengan baik. Ia kemudian mengetik beberapa aturan yang ia buat semaunya, tentu saja aturannya untuk mencegah Rafa jajan yang tidak perlu.

Menyedot thai tea-nya, Cantika pegal dan berdiri. Melakukan streching sebentar untuk melemaskan otot-ototnya. Ketika tubuhnya menghadap ke toilet yang bertepatan dengan keluarnya Rafa dari sana, sepaket dengan handuknya yang menutupi perut hingga lutut dan bert*elanjang dada, membuat Cantika langsung kembali duduk dan pura-pura tidak lihat apa-apa.

Memangnya apa yang barusan ia lihat? Astaga, lelaki itu benar-benar tak punya adab. Bisa-bisanya keluar dari toilet hanya dengan handuk saja? Apalagi di ruangan ini ada perempuan yang baru dikenal. Dan parahnya, ini adalah kantor. Rafa bertelanjang dada di kantor. Di ruangannya bersama perempuan. Astaga.

" Cantika, kamu kenapa?"

Cantika terkejut ketika ia berusaha menyembunyikan semburat merah di pipinya karena malu sendiri. Ia mengangkat kepala dan mendapati Rafa sudah memakai kaus oblong dan tetap mengenakan handuk, duduk di depannya, menyilangkan kaki. Rambutnya masih basah, dan wajahnya kelihatan segar.

" Ah, enggak."

Cantika berusaha untuk terlihat biasa saja. Padahal, dalam hatinya ia mengutuk Rafa berkali-kali atas ketidaksopanannya.

" Jadi... apa rencana kamu?" tanyanya, lebih terdengar ramah dari pada sebelumnya.

Cantika mengatur napas sebelum mengatakan rencana yang telah ia buat. Tapi, tampilan Rafa benar-benar membuat fokusnya buyar.

" Jadi..."

" Jadi, saya sudah buat rules yang nggak bisa diganggu gugat."

Rafa mengangkat sebelah alisnya, " saya kan bos kamu, saya bisa aja nggak setuju kalau saya mau," protesnya.

Cantika menggeleng, " Pak Rafa..."

" Panggil saya Rafa. Umur saya baru dua puluh tiga!"

Cantika menelan ludah. Dua puluh tiga? Benar kan dugaannya jika empat orang pendiri PT. Traveflight Corporation ini masih sangat muda.

" Baik. Rafa. Mulai sekarang saya bosnya."

" Maksudnya apa?"

" Saya yang pegang kendali atas keuangan kamu."

Rafa sudah membuka mulut, ingin protes, namun Cantika segera mengatakan kelanjutannya, " karena kamu udah menghabiskan uang lima belas juta rupiah dalam waktu dua minggu, jadi saya kasih jatah kamu tujuh koma lima juta untuk dua minggu ke depan. Dan saya akan kasih kamu uang lima ratus ribu seminggu."

Rafa terkekeh, " serius kamu? Untuk makan aja bisa seratus ribu sehari."

" Aku serius, Rafa. Mana dompet kamu?" Cantika menyodorkan tangannya, melihat Rafa memandangi telapak tangannya yang putih tanpa melakukan apa-apa, " Rafa... ayolah. Katanya mau berubah."

Rafa mendengus kesal kemudian mengambil dompetnya di dalam laci, di bawah meja. Ia memberikan dompetnya kepada Cantika dengan terpaksa.

Cantika menerima dompet kulit berwarna cokelat tua itu dengan senyum mengembang. Rupanya, lelaki di depannya cukup penurut. Ia mengambil semua kartu yang ada di dalam dompet Rafa, kecuali KTP, Kartu asuransi, NPWP dan SIM. Mengecek isi dompet Rafa yang terdapat uang satu juta, Cantika mengambil setengah uang Rafa.

Dengan senyum lebar, ia mengembalikan dompet Rafa kepada pemiliknya yang melotot tak percaya. Rafa tampak mengecek isi dompetnya yang kering kerontang. Lelaki itu merasa sangat miskin sekarang. Rafa ingin protes, tapi ia ingat jika ia ingin berubah. Akhirnya yang dilakukan Rafa hanya mengelus dada.

" Kamu punya hp berapa?" Tanya Cantika lagi.

" Dua."

" Boleh liat?"

Rafa tak tahu apa rencana Cantika selanjutnya, yang jelas ia harus menuruti kemauan Cantika untuk sementara waktu. Lelaki itu memberikan dua ponselnya.

Cantika mengecek ponsel berwarna hitam dan putih dengan merk sama. Setelah sudah meminta Rafa membukakan kuncinya, Cantika mulai mengecek ponsel mana yang memiliki dompet elektronik dan M-banking. Dengan segala keberanian, akhirnya Cantika menyita ponsel putih Rafa karena di sana terdapat nyaris semua jenis dompet digital yang bisa saja digunakan jika sedang kepepet. Memberikan ponsel hitam milik Rafa, Cantika kembali tersenyum lebar.

" Rafa, ingat ya. Saya ambil semua ATM dan kartu kredit kamu. Saya juga ambil uang kamu lima ratus ribu. Saya juga ambil hp kamu yang punya banyak aplikasi e-wallet. Jadi, kamu cuma bisa pakai uang yang ada di dompet. Lima ratus ribu untuk seminggu. Artinya, kamu cuma punya jatah tujuh puluh satu ribu sehari. Kalau saya, pasti lebih dari cukup dengan uang segitu sehari. Saya harap kamu juga bisa cukup."

Cantika mengukir senyum yang sangat lebar.

***

Terpopuler

Comments

EroSenpai

EroSenpai

Lanjut kakak! ceritanya bagus! semangat terus!

2021-09-25

1

lihat semua
Episodes
Episodes

Updated 67 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!