Cinta Gadis Buta Huruf
Bab 1
Tak terasa sudah enam bulan aku bekerja disini sebagai ART sepasang suami istri yang sudah agak berumur lanjut. Rumah mewah dan besar ini milik tuan besar Victorio Adiwijaya dan istrinya nyonya Elisabeth Adiwijaya.
Tuan dan nyonya Adiwijaya ini adalah salah satu pengusaha tersukses, dan paling berpengaruh di setiap negara bagian asia tenggara.
Harta mereka pasti tak akan habis selama tujuh turunan.
Cabang perusahaan mereka tersebar di mana-mana. Sehingga kemana pun mereka pergi mereka akan selalu mendapatkan kemudahan.
Kedua majikanku, tak seperti orang-orang kaya pada umumnya. Yang begitu sombong akan kekayaan mereka.
Walau pun mereka kaya raya, mereka tak pernah berlaku tak adil pada para pengurus rumah tangga ini.
Tapi sayangnya, mereka hanya tinggal berdua di rumah mewah ini.
Rumah mewah dan sebesar ini bukan hanya aku saja disini tapi ada beberapa juga pekerja yang melakukan pekerjaannya masing-masing. Terlalu besar untuk mengerjakan pekerjaan rumah ini sendirian.
Tapi anehnya setiap enam bulan sekali, majikan kami mengganti salah satu pekerja disini. Entah aku tidak tau apa alasan pastinya. Dan semuanya adalah pekerja perempuan.
Yang jelas ini sudah terjadi bertahun-tahun sebelum aku datang dan bekerja dalam rumah ini.
Inilah yang menjadi pikiranku belakangan ini, sudah enam bulan aku bekerja disini apakah aku juga akan dipecat?
Mengingat aku sudah betah bekerja disini. Dan aku hanya mempunyai kemampuan mengerjakan pekerjaan rumah tangga.
Selain itu gaji ku disini yang semuanya ku kirimkan pada bapak dan ibu di kampung. Aku rutin mengirimkan uang hasil keringatku pada mereka setiap bulan.
Dengan uang itu bapak tidak usah bekerja serabutan lagi. Uang yang ku kirim cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka.
Dan aku berharap suatu hari nanti aku dapat mengumpulkan uang yang lebih banyak lagi. Agar aku dapat membuka usaha kecil-kecilan di rumah.
Apalagi bapak sudah tua dan sering sakit-sakitan, membuat mereka benar -benar bergantung pada hasil pekerjaanku.
Bapak juga butuh uang lebih untuk sering mengontrol penyakitnya ke puskesmas terdekat di kampung kami.
Ibu pun sudah tua, tak mungkin untuk bekerja keras lagi. Sehingga aku meminta mereka untuk diam di dalam rumah saja.
Sedang kebutuhan makan dan tidur kami semua pekerja dalam rumah ini yang berjumlah enam belas orang disediakan oleh majikan kami ini yang sungguh sangat baik.
Mereka tidak menganggap kami sebagai pekerjanya, namun menjadikan kami sebagai bagian dari keluarganya.
Pekerjaanku di rumah ini sungguh sangat menyenangkan. Kedua majikanku sangat memperhatikan keadaan kami. Membuat kami semakin betah bekerja di sini.
Apalagi kalau salah satu pekerja disini sakit, pasti segera akan dipanggil dokter keluarga ini. Sehingga kami merasa diistimewakan.
"Mala, kamu dipanggil sama nyonya besar di kamar utama, tolong secepatnya kamu temui yah". Temanku mbak Ningsih datang membuyarkan lamunanku.
"Iya mbak Ningsih aku akan segera ke atas."
Karena umurnya lebih tua dariku aku memanggilnya dengan sebutan mbak Ningsih agar terdengar sopan padanya.
Selain lebih tua dariku, mbak Ningsih parasnya juga sangat cantik.
Kulit wajah dan tubuhnya yang putih mulus. Kadang membuatku berpikir kalau mbak Ningsih cocoknya jadi pemain sinetron yang di tv-tv itu.
Bukan pada mbak Ningsih tapi juga pada teman- temanku yang lebih tua aku akan memanggilnya dengan sopan.
Selama aku bekerja disini aku sungguh sangat senang berteman dengan mbak Ningsih, selain menjadi teman sekamarku ia selalu mendukungku dalam keadaan apapun.
Ia sudah ku anggap seperti saudaraku sendiri. Segera aku beranjak, menaiki tangga dan menuju lantai atas, ada kamar utama dimana nyonya besar sedang menungguku.
"Mala, tolong kamu bereskan semua barang-barang di kamar ini, ada banyak barang yang sudah tak terpakai aku ingin membuangnya, dan rencananya barang-barang yang masih bagus aku ingin memindahkannya di gudang belakang saja. Dan pakaian yang masih layak bisa kita sumbangkan ke panti asuhan saja.
"Dan tolong perhatikan baik-baik juga barang-barang terkecilnya pun jangan kau lewatkan."
Ada penekanan dalam kata-kata nyonya besar pada kalimat terakhirnya itu.
"Baik nyonya, akan saya bereskan."
Meskipun umurnya sudah lanjut, akan tetapi nyoya besar tidak pernah berkata kasar pada kami pekerja dalam rumahnya.
Menurut pekerjanya yang dahulu tuan dan nyonya besar mempunyai anak tunggal pewaris harta kekayaan mereka.
Mereka memiliki perusahaan terbesar di asia tenggara yang bergerak di bidang di otomotif.
Namun sayang anak tunggalnya tewas bersama istri tercintanya dalam sebuah kecelakaan tunggal. Meninggalkan dua anaknya yang seorang perempuan dan seorang lagi adiknya laki-laki.
Sampai sekarang cucu-cucu nyonya besar sedang berada diluar negri melanjutkan studi nya.Dan menurut nyonya besar aman bagi cucu-cucunya berada di luar negri, karena sepertinya ada pihak lain yang ingin menghancurkan keluarganya.
Sambil ku bereskan kamar yang berantakan ini, aku mulai memilah barang-barang yang masih bisa terpakai dan tidak terpakai.
Dimulai dari lemari pakaian yang besar ini, aku mengeluarkan semua isinya dan mengelap semua debu-debu di dalamnya. Sementara pakaian yang tak terpakai di dalamnya kumasukkan dalam kardus besar yang sudah disiapkan.
Setelah itu ada beberapa koper yang harus aku keluarkan dari dalam lemari ini, aku ingat kata nyonya besar tadi jangan sampai terlewatkan bahkan pada barang-barang sekecil apapun itu.
Tidak ada yang menarik, dalam semua koper yang aku periksa semuanya hanya berisikan pakaian- pakaian lama yang sudah tak terpakai lagi.
Tapi, tunggu dulu...apa ini aku merogoh dalam saku tas kecil yang teronggok dalam tas ada banyak kertas -kertas di dalamnya.
Sayangnya aku tidak bisa membaca apa isinya. Iyah namaku Mala Kurniati walaupun umurku sudah 19 tahun saat ini aku tidak bisa membaca dan menulis.
Bukan karena aku bodoh tapi keadaan lah yang membuat kedua orang tuaku tak bisa memasukkan aku ke sekolah dulu di kampung halamanku.
Jangankan mempunyai biaya untuk bersekolah untuk makan sehari-hari pun kami mengandalkan bapak yang bekerja.
Maka dari itu aku lebih memilih mencari pekerjaan di kota sekalipun harus menjadi pembantu, asalkan pekerjaannya halal dan tidak membebani siapapun, aku akan melakukannya.
Dan buku kecil di tanganku, buku apa ini aku tidak mengerti seingatku buku mirip sekali dengan buku tabungan punya mbak Ningsih.
Karena mbak Ningsih pernah menunjukkan padaku kalau ia sedang menabung uang di bank dan ada diberikan buku seperti ini dan di dalam bukunya juga ada kartu berbentuk seperti KTP punyaku.
"Mungkin saja buku ini penting, nanti aku akan menyerahkannya pada nyonya siapa tahu ini juga miliknya yang tak boleh dibuang" Gumam ku dalam hati.
"Sekali pun akan dibuang oleh nyonya toh apa salahnya kalau aku menunjukkan padanya."
"Biarkan nyonya besar melihat-lihat dulu semua barang-barang ini.
Sehingga aku tidak gegabah untuk membuang sesuatu dari tempat ini, pikirku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments