"Sudah kamu kerjakan perintah nyonya besar yah?" Mbak Ningsih yang lagi menyetrika pakaian bertanya padaku yang baru saja turun dari lantai atas.
"Sudah mbak, tinggal memindahkan barang barang yang sudah tak bisa terpakai lagi ke gudang, dan mengantar kardus-kardus berisikan pakaian yang tak terpakai untuk disumbangkan ke panti asuhan."
Biar nanti Pak Parman yang akan mengantarkan barang-barangnya ke panti asuhan.
Begitu perintah nyonya besar tadi padaku. Pakaian-pakaian yang ada di dalam lemari tadi masih bagus-bagus dan layak di pakai. Mungkin pakaian bekas dari anak kedua majikan ku ini.
Hati mereka yang sungguh sangat baik, selalu rutin memberikan sumbangan ke panti asuhan atau tempat-tempat yang membutuhkan bantuan dan semacamnya itu. Iya nyonya besar sering juga menjadi donatur di beberapa panti asuhan di kota ini.
Pak Parman adalah orang kepercayaan kedua majikan ku. Dialah yang akan mengantarkan semua barang-barang bekas ini ke panti asuhan.
Selain menjadi sopir pribadi, pak Parman juga yang mengurus segala urusan para pekerja di rumah mewah ini. Segala kebutuhan dan keluhan para karyawan selalu melalui pak Parman. Dan dengan senang hati dia mau membantu menyelesaikan masalah kami.
"Aku pikir pekerjaanmu sudah selesai. Kamu dapat menyelesaikan pekerjaanmu dengan baik kan?" Mbak Ningsih juga menjadi kepercayaan nyonya besar dalam menjalani tugas rumah tangga disini. Memastikan kalau setiap pekerjaan yang dilakukan benar-benar tuntas di bersihkan.
Keliatannya raut wajah mbak Ningsih sedang menyelidiki sesuatu dengan pertanyaannya padaku.
" Aku harus menyelesaikan pekerjaanku dulu ya mbak." Aku bergegas kembali ke lantai atas, dan berniat menyelesaikan semua pekerjaanku yang belum beres.
Mbak Ningsih hanya menganggukkan kepalanya dan meneruskan pekerjaannya. Aku berpikir sepertinya aku harus menceritakan pada mbak Ningsih tentang buku kecil ini, siapa tahu dia bisa memberikan jalan keluar padaku.
Tapi aku harus segera menyelesaikan tugasku sampai beres, baru aku akan bertanya pada mbak Ningsih. Tepat satu jam baru pekerjaanku selesai.Aku lalu beranjak masuk kamar dan membersihkan diri, dan kemudian melanjutkan pekerjaanku ke dapur membantu mbak Ningsih memasak makan malam buat kedua majikan kami.
Hanya aku dan mbak Ningsih yang dipercaya kedua majikan ku untuk mengurus dapur dan membuat makanan bagi mereka. Sedangkan pekerja lainnya lebih dikhususkan untuk membersihkan rumah mewah ini luar dan dalam.
Kedua majikan kami tidak pernah mengatur menu apa yang harus mereka makan.Apa pun yang kami sajikan pasti mereka akan menghabiskannya. Dari cerita kedua majikan kami katanya mereka pernah hidup susah dahulu sewaktu mereka masih muda.
Bahkan untuk makan pun kadang mereka harus menghabiskan sepiring nasi berdua, tanpa lauk. Hanya nasi yang dicampur garam. Mereka dahulu, tinggal di desa. Mengelola peternakan sapi perah. Seiring berjalannya waktu, peternakan mereka berkembang pesat.
Suatu ketika, mereka ditawarkan bekerja sama dengan perusahaan sahabatnya di kota. Mereka pun meninggalkan peternakan sapi di desa. Saat mereka bersama memilih menetap di kota. Mengembangkan bisnis dengan bekerja sama dengan sahabatnya.
Dan sekarang, perusahaan mereka berkembang pesat. Sudah banyak anak cabang perusahaan yang mereka bangun, tersebar di seluruh kota besar di negri ini. Peternakan itu saat ini dibiarkan kosong, tak terawat. Aku pernah mendengar mereka berniat untuk kembali ke peternakan. Dan memulai kembali usaha peternakan mereka itu.
Namun peternakan itu jaraknya sangat jauh dari kota. Yang membuat mereka dengan kesibukannya saat ini, belum bisa untuk kembali ke peternakan itu. Kisah mereka selalu mereka ceritakan pada kami para pekerja di rumah ini, dengan maksud kami masih bisa selalu mensyukuri setiap berkat Tuhan setiap harinya. Kami asyik mengobrol hingga masakan untuk majikan kami sudah siap untuk dihidangkan.
"Mala,aku pamit ke kamar duluan yah, sebentar setelah tuan dan nyonya selesai makan malam tolong kamu bereskan sampai selesai, kepalaku sedikit pusing aku ingin beristirahat duluan."
"Iya mbak,tenang saja aku akan membereskan semuanya,mbak istirahat saja dulu."
Pukul 19.00 kedua majikan ku selesai makan, dan beranjak ke kamar atas. Gegas aku menyelesaikan sisa pekerjaanku dan kembali ke kamar tidur.
Ternyata sampai didalam kamar mbak Ningsih belum tidur.
"Mbak Ning,.."
"Hmmm,ada apa Mala?"
"Kepalanya masih sakit yah?"
"Udah agak baikan Mala, abis minum obat tadi."
Sambil mengeluarkan buku kecil dari saku bajuku yang kutemukan tadi, aku menyodorkan pada mbak Ningsih.
"Tadi kutemukan ini, saat aku sedang beres-beres di kamar atas, aku tidak tahu buku apa ini mbak kayaknya penting deh.
Mbak kan tahu aku tidak bisa membaca, aku pikir ini sama kayak buku tabungan punya mbak, jadi aku ingin tanyakan pada mbak Ning, buku ini penting atau tidak."
"Kalau tidak penting biar aku bisa membuangnya juga dengan barang-barang yang tak terpakai lainnya, tapi kalau penting biar bisa aku kembalikan pada Nyonya besar, mbak."
Mbak Ning yang dari tadi mengamati buku kecil itu, tak aku sangka dia membelalakkan matanya..
"Ada apa mbak, apa ada yang salah yah dengan buku itu?" Aku semakin penasaran meminta mbak Ning menjelaskan buku apa itu.
"Mala, ini kayaknya buku tabungan milik nyonya muda dulu, tertulis disini buku ini atas nama Anggraini Adiwijaya, nama anak mantu dari nyonya besar dahulu." Dengan mata berbinar mbak Ningsih menjelaskannya.
"Disini juga ada Kartu ATM nya juga pin nya tertulis di bukunya, dan besar tabungan ini sebesar tiga milyar, kamu bisa kaya mendadak Mala.
"Kalau aku jadi kamu malam ini juga aku akan pergi lalu mencairkan tabungan ini. Pergi menjauh dari rumah ini. Dan hidup bahagia dengan uang sebanyak ini, yang pastinya nggak akan habis tujuh turunan."
"Lagian tuan dan nyonya besar tak akan tahu tentang buku tabungan ini." Lanjutnya antusias berharap aku mau melakukan sesuatu perbuatan yang tidak terpuji menurutku.
"Kenapa tuan dan nyonya nggak tahu, kalau ada uang sebanyak ini di dalam ATM milik nyonya muda dahulu ya mbak?"
"Mala, jelas-jelas nyonya besar tadi memintamu untuk membuang semua barang-barang yang nggak terpakai dari kamar itu. Aku yakin pasti tuan dan nyonya nggak akan tahu akan keberadaan barang-barang itu."
Aku hanya diam tak ingin menanggapi kata-kata mbak Ningsih.
"Bagaimana kalau kita cairkan bersama-sama uang itu, lalu kita bagi dua uangnya. Setelah itu kita akan pergi sejauh mungkin, bahkan sampai nggak ada satu pun yang mengenal kita."
"Aku akan membantumu, Mala."
Tapi bagiku kata-katanya mbak Ningsih yang sungguh menggiurkan tidak akan membuatku tergoda akan sesuatu yang tidak seharusnya aku miliki. Aku tahu dan sadar kalau aku pergi dan menguras semua uang yang ada dalam tabungan ini. Pasti kehidupanku akan berubah total.
Kedua orang tuaku pasti hidupnya akan penuh dengan kelimpahan harta. Tetap tidak, aku tidak ingin mengambil sesuatu yang bukan menjadi hak miliku.
Penjelasan mbak Ning dari tadi dan bujukanya tidak sedikit pun membuat hatiku goyah. Sewaktu di kampung dulu bapak banyak menasehati aku dengan ajaran-ajaran kebaikan.
"Nak, walaupun kita bodoh dan miskin tapi iman kita kepada Tuhan tidak boleh runtuh. Tuhan tidak menginginkan kita berbuat curang maupun mencuri dalam bentuk apapun."
"Sekali milik orang tetap menjadi milik orang. Jangan mengambil sesuatu yang bukan milik kita."
Nasehat bapak padaku, yang selalu aku simpan dalam hati. Setiap ajaran-ajaran kebaikan yang bisa bapak dan ibu berikan padaku, dapat membawa ketenangan dalam hati. Yah aku masih sadar apa yang salah dan apa yang benar untuk saat ini.
Aku langsung berdiri dan segera beranjak ke lantai atas meninggalkan mbak Ning yang sedang bingung menatapku seakan tidak percaya apa yang akan aku lakukan. Dan aku percaya mbak Ning tahu kemana arah langkah yang sedang kuambil. Sambil menggelengkan kepalanya. Aku tidak peduli.
Tok tok tok tok
"Siapa?" Suara nyonya dari dalam untunglah sepertinya mereka belum tidur.
"Saya nyonya, Mala,"....
Terdengar pintu dibuka dari dalam.
"Maaf nyonya saya mengganggu waktu istirahat tuan dan nyonya. Emm saya ingin bicara ..."
"Masuklah" Nyonya mempersilahkan aku masuk ke kamarnya. Sedang tuan besar sedang duduk di sebuah kursi dekat jendela kamar ini..
"Ada apa malam-malam kamu kemari Mala," Tuan besar ingin tahu tujuanku kemari yang aku sadari aku sedang mengganggu waktu istirahat mereka.
"Mmm....Tuan....Nyonya....."
"Begini tadi sore nyonya meminta saya membersihkan kamar utama."
"Lalu,,,,?"
"Sss sa saya...menemukan ini di dalam koper yang terletak paling dalam pada lemari yang saya bersihkan tuan." Sedikit gugup aku menyampaikan segalanya pada tuan dan nyonya majikan aku ini.
Tampak wajah tuan benar-benar mau mendengar penjelasan ku, namun wajah nyonya terlihat biasa saja dan menyimak perkataan ku walaupun aku masih gugup berhadapan dengan dua majikan ku ini.
"Saya sebenarnya tidak bisa membaca tuan, tapi sepertinya isi tas kecil yang saya temukan dalam koper ini sangat penting, dan juga saya sudah berniat untuk membuangnya karena saya pikir isi dalam tas ini sungguh tidak penting.
Tapi melihat buku kecil ini saya teringat kalau ini mirip sekali dengan buku tabungan milik mbak Ning."
"Setelah saya tanyakan pada mbak Ning ternyata benar ini buku tabungan, dan saya pikir ada baiknya saya kembalikan pada nyonya dahulu. Apakah buku ini penting buat nyonya dan tuan." Jelasku panjang lebar sambil menyerahkan buku tabungan ini pada nyonya besar.
Dan nyonya pun langsung membuka isi buku tabungan itu. Mungkin dia sedang membaca dan melihat dengan teliti isinya, dugaku dalam hati.
"Kamu tahu isi buku tabungan ini berapa nominalnya, Mala?"
"Emm." Ragu aku menjawab pertanyaan nyonya." Kata mba Ning isinya ada tiga miliar nyonya.." Jujur aku sangat gugup aku sungguh takut kalau aku salah menjawab.
Tapi bukankah benar tadi mbak Ning mengatakan isi tabungannya tiga miliar
" Apa benar kamu cuma menemukan buku tabungan ini saja, Mala?"
"Tidak nyonya, di dalam tas ini sambil ku serahkan pada tangan nyonya terdapat juga kertas-kertas yang tidak bisa saya baca.
Dan juga, ada sebuah kotak perhiasan di dalamnya, juga ada beberapa lembar uang merah dalam dompet semuanya masih lengkap seperti semula. Saya hanya memeriksa barang-barangnya yang masih bisa terpakai atau tidak."
"Kenapa tidak kamu ambil saja barang-barangnya dan jadikan itu sebagai milikmu, toh kamu tahu kalau barang-barang bekas itu sudah tidak terpakai lagi.
Uangnya bisa kamu pergunakan untuk mengubah hidupmu kan."
"Tidak nyonya, saya tidak mempunyai hak untuk mengambil hak orang lain, kedua orang tua saya di kampung tidak mengijinkan saya untuk melakukan kecurangan apalagi mencuri."
Nyonya hanya tersenyum kecil mendengar jawabanku, dan aku tidak bisa mengartikan apa arti senyumannya itu.
"Baiklah Mala, terima kasih. Silahkan kamu kembali ke kamarmu. Besok adalah hari terpanjang buatmu, siapkan dirimu."
Nyonya seperti membuat teka-teki padaku. Apa yang akan terjadi besok dengan rencana nyonya besar, aku bingung.
"Baik nyonya".
Sambil keluar dari kamar ini aku menuruni anak tangga menuju kamarku yang terletak di belakang, dekat dengan dapur. Dan aku masih sangat bingung dengan perkataan nyonya tadi.
Apa maksudnya menyuruhku mempersiapkan diri untuk esok adalah hari terpanjang buatku.
Apakah nyonya besar akan memecat aku? Oh tidak, jangan sampai itu terjadi. Habislah hidupku jika itu yang akan terjadi.
"Bagaimana Mala, apa kata nyonya besar tadi saat kau kembalikan barang-barang itu?" Tanya mbak Ning. Sepertinya dia kecewa dengan perbuatanku. Dan penasaran apa reaksi nyonya besar saat aku kembalikan barang-barang berharga milik anak mantunya.
"Entahlah mbak Ning, aku disuruh mempersiapkan diri, mungkin aku akan dipecat." Hatiku terasa sesak memikirkannya.
"Masa dipecat Mala, kamu kan tidak melakukan kesalahan apapun."
Benar juga kata mbak Ning, aku tidak melakukan kesalahan apapun. Apa yang harus aku takutkan. Lalu untuk apa tujuan kata-kata nyonya tadi padaku?
"Udah kamu istirahat aja Mala, jangan terlalu dipikirkan yah." Lagi mbak Ning menguatkan aku meski tak aku pungkiri aku merasa sedih kalau memang akan dipecat dan akan segera disuruh pulang kampung.
Di kamar nyonya besar.
Ceklek
Suara pintu terbuka dari luar.
"Kakek dan nenek belum tidur?"
"Belum sayang."
"Apakah Mala sudah tertidur?"
"Sudah nek, jangan khawatir."
"Aku tidak meragukan ketulusan hati Mala, nek."
"Dia pantas mendapatkan apa yang harus dia dapatkan nanti. Semoga dia suka.."
"Iya Nenek yakin dengan pilihanmu pasti yang terbaik,dan rencana kita pasti akan berjalan baik kedepannya.
Jangan sampai dia tahu identitasmu dulu, sampai kita mencapai tujuan kita. Tunggu sampai adikmu datang dari New York dan melengkapi rencana kita."
"Aku yakin kita tidak salah merencanakan ini, semoga adikmu menerima keinginan kakek dan nenek dan mengubah gaya hidupnya."
Sepertinya nenek bersemangat dengan rencananya.
"Lalu apa rencana nenek besok?"
"Sudah nenek rencanakan dengan baik, turuti saja aturannya. Kembalilah ke kamarmu nanti malah Mala curiga denganmu."
Siapakah yang masuk ke kamar tuan dan nyonya dan menyapa mereka dengan sebutan kakek dan nenek?
Jangan lupa tekan jempolnya sayang❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
Yathi Tiens
Bru mulai bca 👍
pasti mbk Ning 😊
2021-10-04
1
Mahdiana MN
itu pasti mbak ning,mbak ning nyamar jdi pembantu rupa'x,..
2021-10-03
3
Huang jiahong jiahong
di kembalikan ke majikan kamu mala
2021-09-13
1