Hubbak Ghali, Ya Habibi Qolbi
Hari kelulusan, bagi semua siswa-siswi adalah hari yang paling mengesankan. Sekolah ternama di kota besar itu nampak sekali iringan mobil mewah dan beberapa sepeda motor orang tua murid yang hendak menghadiri acara kelulusan sekolah menengah atas.
Hari itu juga, suana memang sedang tidak baik. Mendung menandakan hari akan hujan membuat beberapa siswa menunggu orang tuanya di dalam kelas. Namun, tidak bagi gadis bawel bernama Qianzy Tabitha. Pagi itu, ia terus menanti kedatangan orang tuanya ke sekolah. Dengan hati kesal dan kecewa, ia pun terus saja menyalahkan asisten rumah tangganya yang bernama Mbak Lia.
"Mbak, Mami dan Papi ini sebenarnya kemana, sih?" tanya Qianzy. "Mereka ini sayang nggak sih sama aku? Kenapa juga harus telat. Selalu aja begini!" kesalnya.
"Sabar, Non. Ibu dan Bapak pasti datang, kok. Non, sebaiknya duduk dan nikmati acara perpisahan ini," Mbak Lia memberikan sebotol air putih untuk Qianzy.
"Heleh, selalu aja begitu. Tapi tidak pernah menjadi kenyataan. Andai saja, aku tidak punya orang tua sekalian. Mungkin saja, aku akan terbiasa seperti ini," sulut Qianzy tanpa sadar dia telah bicara buruk.
"Non, jangan bilang seperti itu, em… mungkin bapak dan ibu memang sedang sibuk. Jadi, Non Qianzy sama Mbak Lia saja, yo." ucap Mbak Lia dengan sabar.
Mbak Lia adalah asisten rumah tangga yang sudah mengabdi selama 10 tahun di keluarga Qianzy. Dia masih muda saat pertama kali bekerja di keluarga keturunan Tianghoa itu. Itu sebabnya Qianzy memanggilnya dengan sebutan Mbak karena jarak usia mereka juga tidak sangat jauh. Jika Qianzy berusia 19 tahun, Mbak Lia baru berusia 25 tahun. Ia bekerja di usianya yang baru menginjak 15 tahun.
Foto keluarga lainnya ada orang tua bersama mereka. Tidak dengan Qianzy yang akan foto sendirian saat itu. Ia terus merenungi, mengapa dirinya tidak seperti teman-temannya yang bisa berkumpul dengan orang tuanya di saat momen penting seperti itu.
"Anak yatim aja masih ada Ibu yang menemaninya. Aku yang masih memiliki keluarga lengkap … malah seperti yatim piatu," gumam Qianzy dalam hati. "Masa iya, setiap kelulusan … aku selalu foto dengan Mbak Lia aja. 3 kali kelulusan dengan Mbak Lia mulu!" sambungnya.
"Qianzy Tabitha--"
Mendengar namanya di sebut, Qianzy berjalan perlahan maju ke depan dan bersiap berfoto. Ia juga memanggil Mbak Lia, agar bisa menemaninya memenuhi frame bersejarah.
Qianzy adalah murid yang paling cerdas. Ia mampu meraih nilai tertinggi mengalahkan ratusan siswa di sekolah tersebut. Sembari makan tahu bulat yang ada di depan sekolah, Qianzy merenungi nasibnya yang baginya kurang beruntung.
"Non, masih ngambek aja nih? Kenapa? Karena bapak dan ibu ndak datang, kah?"
"Siapa bapak ibuku? Jangan-jangan … aku ini adalah anak angkat lagi." celetuk Qianzy menjilati jarinya karena terkena bumbu tahu bulat.
Setelah kelulusan itu, Qianzy berencana mengajak Mbak Lia makan dulu di tempat favorit mereka. Namun, hal itu gagal karena orang rumah terus saja menelpon ke ponsel Mbak Lia.
"Ada apa? Siapa yang telpon?" tanya Qianzy.
"Bi Rahma dan Pak Tono. Ada apa, ya? Kenapa meraka telpon terus?" Mbak Lia juga rupanya tidak mengetahui mengapa orang rumah menelponnya.
"Yo wis, bagaimana kalau kita sebaiknya pulang saja, Non. Kok, perasaan Mbak Lia ndak enak, yo?" lanjut Mbak Lia mulai gelisah.
Qianzy diam sejenak. Tak lama kemudian, ia pun memutuskan untuk kembali ke rumah secepatnya. Perasaan Mbak Lia dan Qianzy semakin tak karuan.
"Mbak, kok jantungku deg degan gini, ya?" tanya Qianzy.
"Sama, Mbak juga, Non. Ndak tenang gini, eh!" seru Mbak Lia masih dengan fokus menyetir.
"Kalau begitu … cepat gas banter, Mbak. Aku semakin nggak tenang ini!" perintah Qianzy kepada Mbak Lia supaya menambah kecepatan motornya.
Meski anak orang yang cukup mampu, Qianzy ini selalu hidup sederhana berkat Mbak Lia. Setiap berangkat dan pulang sekolah, Qianzy selalu diantar oleh Mbak Lia mengendarai motor sederhana milik Pak Tono.
---
Sesampainya di gang kompleksnya, Qianzy dan Mbak Lia melihat ada bendera kuning di depan rumahnya. Beberapa orang juga ada di luaran rumah memakai baju serba hitam.
Langkah Qianzy semakin melambat. Masih bingung mengapa orang yang seperti pelayat itu berada di depan rumahnya.
"Mbak, tadi Bi Rahma bilang apa? Ada sms ke Mbak Lia tidak?" bisik Qianzy masih dengan langkah pelannya. Mbak Lia juga hanya bisa menggeleng kepala.
Rupanya, Mbak Lia juga tidak mengetahui jika orang tua Qianzy meninggal karena kecelakaan di perjalanan pulang. Orang-orang berbaju hitam itu adalah tetangga dekat Qianzy. Mereka mulai mendekatinya serta memeluk Qianzy dengan lembut.
"Qian, kamu yang sabar, ya …,"
"Mami dan Papimu pasti sudah tenang di surga sana,"
Kata bela sungkawa terus terlontar dari mulut tetangga siang itu. Membuat air mata Qianzy menetes dan segera berlari ke dalam. PIkirannya sudah kacau saat itu, tubuhnya kaku ketika melihat dua peti mati di depan matanya menyambut kepulangannya selepas wisuda di sekolahnya.
"Non, Mami dan Papi--" ucapan Bi Rahma sempat terputus, ia tak tega akan mengatakannya.
Pandangan Qianzy masih tertuju kosong menatap kedepan. Bahunya seperti berat dan tubuhnya mulai keluar keringat dingin. Air mata yang sebelumnya menetes terus menerus, kini air mata itu terhenti, seolah air mata itu kering tak bisa mengalir lagi.
Tak lama kemudian, Qianzy pingsan dan semua orang menjadi heboh. Segera mungkin Pak Tono mengangkat tubuh Qianzy dan memindahkannya ke kamarnya. Dalam alam bawah sadarnya, Qianzy berada di sebuah tempat yang hanya gelap tanpa cahaya sedikitpun.
"Di mana ini?"
"Kenapa sangat gelap?"
"Tempat apa ini?"
Qianzy terus berjalan, memberanikan diri melangkah serta terus memanggil-manggil orang tuanya. Qianzy sendiri takut akan kegelapan, karena ketakutan, ia pun menangis dan teringat saat kecil ketika dirinya pernah terkunci di dalam ruangan yang sangat gelap saat berada di taman kanak-kanak dulu.
"Mami, tolong …,"
"Aku takut sekali, di sini sangat gelap, Mi. Papi, tolong aku …."
Qianzy terus menangis, sampai akhirnya ada seseorang yang membelai kepalanya dengan lembut. Qianzy yang kaget langsung mendongak, melihat dengan jelas siapa orang yang telah membelainya.
Orang itu adalah sepasang pria dan wanita yang cantik berbalut busana putih. Mereka terus tersenyum kepada Qianzy dan mengusap pipinya. Disusullah oleh orang tua Qianzy yang baru saja meninggal di sana.
"Mami, Papi!"
"Aku bermimpi, kalian telah meninggalkan aku sendirian di dunia. Lalu, kalian ada di sini bersa--" ucapan Qianzy terpotong saat ia melihat ada cahaya yang sangat terang dari sisi belakang kedua orang tuanya.
"Kalian mau kemana? Mami, Papi, jangan tinggalin aku!"
"Kalian berdua juga akan pergi bersama Mami dan Papiku? Kalian mau kemana? Jangan tinggalkan aku. Tolong, aku takut kegelapan!"
Percuma saja Qianzy terus berteriak, keempat dari mereka sama sekali tidak menoleh ke arahnya. Qianzy terus berteriak, sampai pada akhirnya ia tersadar dari pingsannya.
"Mami!"
Semua orang mengucap syukur, karena Qianzy pingsan sampai lebih dari 5 jam lamanya. Mbak Lia segera membuatkan minuman hangat. Sementara Bi Rahma memijat kakinya dengan kasih sayang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments
Raina
Hay Mba i am comeback🤗🤗🤣
2023-11-03
0
Leli Noer Octavia
terkadang hal sepele,tanpa kita sadari bahwa itu jadi pengaruh buat kita.contohnya "ucapan adalah doa".
2022-09-08
0
maulana ya_manna
mampir thor....
2022-05-23
0