"Hih, Mas ketawa mulu. Ini tuh biar wajahku bersih dan kenyal tau. Seorang pria seperti Mas mana tau, sih!" kesal Qianzy duduk didepan kakaknya.
"Kamu lapar kan pasti? Sebentar lagi akan ada yang mengantar makanan, tolong kamu yang ambil, ya. Jangan lupa pakai penutup lengan dan kepala!" tutur Abid. "Mas mau ganti baju dulu." imbuhnya.
Memang, tak selang berapa lama, ada seseorang yang mengetuk pintu. Qianzy bukan tipe orang yang tak tahu diri. Jika Abid sudah mengatakan bahwa dirinya harus menutupi lengan dan rambutnya, maka hal itu akan dilakukan oleh Qianzy.
"Pakai apa, ya?" Qianzy mengetuk-ketuk dagunya menggunakan jari telunjuknya seraya menengok kekanan-kiri. "Wah, itu ada sorbannya Mas Abid. Aku pakai dah!" serunya.
Perlahan Qianzy menjawab salam dari santri tersebut dan perlahan membuka pintunya. Santri itu amat terkejut melihat wajah Qianzy yang dipenuhi oleh masker. Hampir saja membuat nampan yang dibawa oleh santri itu terjatuh.
"Allahu Akbar, Ya Sallam. Allahumma lakasumtu--" Santri itu menjadi gugup. "Halah, segala pakai salah doa lagi!" seru santri tersebut.
Qianzy tertawa tak henti-henti melihat kelatahan santri itu. Kemudian meminta santri itu masuk. Beruntung, santri yang diutus oleh pihak dapur adlah santri yang sudah sangat lama di sana. Sehingga bisa menahan ***** matanya untuk tidka memandang Qianzy lama-lama.
Namun, ia harus menerima jeweran dari kakaknya karena sudah menggoda santri laki-laki. Meski begitu, bukannya Qianzy marah atau menurut, malah membuatnya semakin susah untuk berhenti tertawa.
"Sudahlah, ayo kita sebaiknya makan." ucap Abid membawa makanan itu ke dalam.
Melihat sang adik makan dengan lahap membuat Abid merasa senang. Tak hanya senang saja, Abid juga merasa bahwa Qianzy akan terus bersamanya di pesantren itu.
"Ada apa? Kenapa Mas menatapku sampai begitu? Ada yang salah dariku?" tanya Qianzy.
"Tidak, Mas hanya bahagia akhirnya kita bisa berkumpul kembali. Itu saja." jawab Abid menyembunyikan air matanya.
Usai makan malam, Qianzy langsung masuk ke kamarnya. Duduk di depan meja, dan siap menulis di buku diary-nya.
~Malam ini, malam pertama aku tinggal di rumah kakak kandungku sendiri. Buset, aku seneng banget akhirnya aku tidak sendirian ketika ditinggal Mami dan Papi. Tapi, aku masih canggung dengan Mas Abid. Semoga saja, aku betah tinggal di sini~
Malam semakin larut, Qianzy tak kunjung tidur juga malam itu. Ia masih belum terbiasa tinggal di lingkungan yang dingin ketika malam semakin larut.
"Kenapa dingin banget, sih? Bisa-bisa aku sakit kalau tiap malam dinginnya begini. Ganti kostum aja lah!" gumamnya dalam hati.
"Eh, kamu tau tidak. Adiknya Kyai, dia ternyata masih kecil. Mana dia juga baru lulus SMA pula,"
"Oh, iya. Ya bagaimana lagi, Kyai kan usianya juga belum tua. Kamu ini ah!"
Ketika berganti baju, Qianzy mendengar ada suara seorang laki-laki di samping jendela kamarnya. Qianzy menengok jam dingin di kamarnya. Tepat pukul 2 dini hari. "Jam segini masih ada orang yang belum tidur, kah?" gumamnya.
Semakin Qianzy dengarkan, semakin jelas apa yang mereka katakan. Ada niat jahil Qianzy ingin membuat para santri putra yang tengah berjaga itu terkejut.
"DOR!" teriak Qianzy sembari membuka jendela dengan keras.
"Allahumma sholli'alai sayyidina Muhammad, Allahu Ya Rabb, mbak Qian ngagetin saja!" ucap salah satu dari ketiga santri itu.
Tawa Qianzy semakin keras ketika melihat salah satu dari ketiga santri itu gagap. Santri yang gagap itu hanya mangap-mangap saja sehingga Qianzy harus mengagetkannya kembali.
"Dor!"
Tawa Qianzy tak henti-hentinya melihat santri gagap itu multutnya tertutup begitu saja ketika ia kagetkan kembali.
"Mbak Qianzy ini, kasihan kan dia dikagetin gini, Ya Allah, Mbak," ujar salah satu dari mereka.
Ketika santri itu bernama Romli, Rudi dan juga Muslih. Si gagap itu bernama Rudi, sedangkan Romli memiliki tubuh gemuk, dengan wajah yang menggemaskan. Sedangkan Muslih memiliki postur tubuh tinggi dan memiliki kulit yang gelap.
"Bentar jangan pergi, aku tak ganti baju dulu!" Qianzy ingin ikut serta dalam jaga malam.
Ketiga santri itu hanya saling menatap serta menaikkan bahu, karena tidak tahu apa yang hendak Qianzy lakukan. Tak lama kemudian, Qianzy melompat dari jendela dengan baju tidur berwarna biru dengan hoodie untuk menutupi kepalanya sebagai pengganti jilbab.
"Let's go!" ajak Qianzy.
"Mbak, ini Mbak Qianzy mau ikut kita keliling gitu?" tanya Muslih.
Qianzy mengangguk, ia juga menunjukkan senter yang pernah ia beli di Singapura beberapa tahun lalu sebagai oleh-oleh untuk Maminya.
"Sudah izin dengan Kyai?" tanya Romli.
Qianzy menggeleng. Dengan cepat, Rudi merebut senter miliknya dan menolak Qianzy ikut bersama mereka.
"Ka-kalau be-begitu, ja__"
"Haish, jangan bicara kamu. Aku mau ikut, lihat apa yang aku bawa …." Qianzy menunjukkan beberapa makanan yang ia selipkan dalam hoodie-nya.
Romli yang hanya memikirkan makanan saja, langsung setuju jika Qianzy ingin ikut keliling malam itu. Sedangkan Muslih dan Romli malah saling menatap, saling memberi kode untuk mengizinkannya juga.
Akhirnya, senter itu Rudi kembalikan kepada Qianzy dan mereka berempat jalan bersama keliling pesantren. Banyak kejadian lucu yang mereka berempat lakukan, dalam hitungan menit, Qianzy sudah menemukan teman se-frekuensi di pesantren tersebut.
"Alhamdulillah, akhirnya selesai juga tugas kita," seru Muslih.
"Iya, kamu benar, Lih," sahut Romli.
"Ka-kalau be-be-berempat, ma-malah le-le-lebih baik, ya?" timpal Rudi tak ingin hanya diam saja.
"Mohon maaf nih, ya. Si pendek ini, udah lama gagapnya? Sory, jangan tersinggung, ya, Bro!" tanya Qianzy menepuk paha Rudi.
"Ja-ja__"
"Jangan kamu deh yang jawab. Lama nanti! Ndut jelasin ke aku gih, sejak kapan si pendek ini gagap," potong Qianzy ketika Rudi ingin menjelaskan.
Sebelum bercerita, Romli memperkenalkan diri dan memperkenalkan kedua temannya itu kepada Qianzy. Kemudian, Romli baru bercerita, bahwa Rudi sudak sejak umur 7 tahun tinggal di pesantren karena di buang oleh orang tuanya.
Lalu, di sambungnya dengan Romli yang mengatakan jika dirinya adalah seorang Yatim ketika dirinya masuk sekolah menengah pertama. Dilanjut, kisah Muslih yang yatim piatu sejak dirinya duduk di bangku kelas 4 sekolah dasar.
"Astaga, kisah kalian rumit juga, ya. Ya, meskipun aku yatim piatu sejak lahir, aku masih beruntung di rawat oleh kedua orang tua angkat. Kalian semangat, ya," ucap Qianzy menjadi teringat dengan kedua orang tua angkatnya.
"Hey, kok jadi sedih gini suasananya. Nggak asik banget, makan gih! Dah aku bawain makanan juga," sambung Qianzy mengeluarkan makanan yang ia bawa.
"Ini mau nanya, nih. Agama Kyai, selaku kakak Mbak Qianzy kan jelas muslim, lalu … Mbak Qianzy sendiri, gimana?" tanya Muslih juga ingin tahu.
"Pertama, jangan panggil aku dengan sebutan, Mbak. Panggil saja aku, Qiqi atau Qian juga boleh, catat!" jawab Qianzy.
"Soal agamaku, sebenarnya aku ini agnostik. Cuma, aku masih ada beberapa kepercayaan yang memang sudah melekat dalam diriku, di keluarga Tianghoaku, untuk selalu melakukan bakar kertas, dupa atau bentuk sembahyang lainnya kepada leluhur, paham?" jelas Qianzy.
Ketiga santri itu paham betul apa yang dijelaskan oleh Qianzy. Mereka kembali makan bersama dan saling berbagi kisah yang menarik seputar kehidupan masing-masing.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments
Leli Noer Octavia
jadi inget novel kakak author "triple last mision" (kalau tidak salah penulisan).mirip sama salah satu kembar yang cewek 11-12 😆😂
2022-09-08
0
Mia Ijaya
aku suka kocak bgit
2022-04-06
0
Happyy
💖💖
2021-09-21
0