Bos Ajaib
"Ya ampuun, gue gak ngerti lagi deh!" Aku kembali ke kubikel dengan emosi tingkat dewa. Ingin rasanya kubakar tumpukan kertas print - print-nan desain yang bolak balik direvisi ini.
"Ada apa lagi sih?" tanya Indra sambil melirik dari balik dinding kubikel yang pendek, yang pernah kuhitung tingginya enggak sampai tiga jengkal telapak tanganku. Eh tapi kubikel ini berfungsi juga untuk menyembunyikan makanan yang selalu tersaji di meja kerjanya Indra, yang kerap menjadi penyelamat saat kelaparan ketika tim kita lembur.
"Kenapa sih, kemaren waktu nyuruh gue revisi enggak dijelasin mau konsepnya seperti apa dan di catet sama dia, terus diinget sama dia sendiri? Ini mau berapa kali revisi? Udah tujuh kali revisi, terus tugas gue yang lain terbengkalai gitu!" Aku ngomel sambil menyalakan komputer kantor.
"Ssstt sabar Chel. Namanya juga atasan," kata Indra sambil cengengesan.
"Gimana mau sabar, belum lagi mulutnya kalau ngomong setajam silet, kayak infotaiment gosipin artis terus artisnya enggak terima, jadi artisnya kesel." Mohon maaf, aku kalau kesel larinya kemana - mana, termasuk ke infotaiment yang gak ada hubungannya.
"Dulu waktu masih di pegang sama Mas Ricky enggak gini - gini amat." Aku ngedumel sambil mulai mengganti desain yang tadi di revisi sama si bos, Mas Malik.
Mas Malik ini berjiwa seniman, tapi gila kerja. Yee gimana gak gila kerja, jam delapan pagi sudah duduk tenang di kursi kebangsaannya. Anak buahnya malah datengnya jam sembilan dong. Tapi tim desain juga rajin pulang malam alias lembur dong. Termasuk si Tuan Muda ini yang hobinya lembur, keseringan lemburnya sampai tengah malam pula.
Tapi memang harus kuakui, Mas Malik ini memang pintar. Hobinya kuliah. Lah kita kuliah sampai S1 aja kadang dah senang begitu lulus. Kalau mau naik jabatan baru deh mikir buat S2. Nah si Tuan Muda Malik ini, karena otaknya encer, S2 nya ngambil dua jurusan dong, desain sama management. Dari kampus mana aku enggak tahu, tapi keduanya dia ngambil di Jerman. Aku sih enggak tertarikjuga kepo sama kampusnya si Mas Malik, percuma kalau kerjaan aku harus di revisi mulu. Eh tapi ngapain ya, ngambil dua jurusan master? Kenapa gak sekalian S3 gitu? Yiiihaaa jadi kepo juga kan.
"Ya udah, elo minta ganti divisi aja sama Mas Ricky. Biar enggak kesel terus sama bos." Indra kasih ide sambil tetap menatap layar komputernya.
"Boleh juga tuh. Nanti deh gue minta permohonan resmi via email ke Mas Ricky," jawabku sambil membuat desain sesuai yang dimauin sama Mas Malik.
"Lama-lama gue bisa nangis karena panik terjebak sama Mas Malik!"
"Iya sih, dari semua anak buah Mas Malik, kayaknya memang elo yang paling sering kena," kata Indra sambil tertawa. Menertawakan kesialan aku, lebih tepatnya.
Aku menatap Indra sinis. "Makasih ya. Sebelum ngelamar kerja disini gue sempat nanya, dan elo bilang kerja di sini enak. Kecewa gue sama teman kayak elo."
Indra tertawa lagi. "Yeee, kan lo nanya tentang gaji dan atasan. Kalau gaji memang enak, kan? Terus waktu itu atasan kita masih Mas Ricky."
Kemudian dengan berbisik Indra menambahkan, "Lagian mana gue tahu ternyata tiga bulan setelah elo masuk bosnya diganti sama Mas Malik."
"Lama - lama gue capek juga, hasil karya gue kayaknya enggak pernah sempurna dimata Tuan Muda Malik. Karya gue yang enggak perlu di revisi bisa dihitung loh," kataku sambil memijit jidat jenongku biar sedikit rileks.
Saat sedang ngutak ngatik desain di komputer sambil ngemil kacang sukro, aku melihat pintu ruangan Mas Malik dibuka, kemudian dia berjalan ke kubikelku sambil membawa tas. Ooh Tuhan, pasti tugasku ditambahin lagi deh.
"Rachel," panggil Tuan Muda Malik ketika dia sudah berdiri di depan kubikelku, sambil menatap aku yang ngerjain tugasnya sambil ngunyah kacang sukro.
"Kamu ikut saya, kita rapat dengan klien dulu. Nanti proyek yang kita rapatkan ini kamu yang pegang."
"Mas, tadi katanya revisi harus masuk sore ini." Aku melihat jam yang sudah menunjukkan pukul 11.50. Menit - menit terakhir menjelang makan siang. Yang direvisi pun lumayan bikin lu manyun sob. 14 halaman bo. Keren kan, bos gue? Keren lah, bikin emosi gue gitu.
"Astaga! Dari tadi belum selesai?" Dia bertanya dengan nada menyalahkan aku dan intonasi suara yang tinggi. Ampuuuun Ferguso. Aku duduk disini setelah dari ruangan dia aja baru sepuluh menit.
"Mas, komputer saya saja baru nyala setelah ditinggal keruangan Mas Malik selama dua jam. Coba pegang Mas komputer saya, belum panas. Boro - boro panas, anget juga belum." Suaraku sedikit meninggi dan terdengar emosi, ditambah tatapan sinisku.
Sopan santun yang diajarkan orang tuaku dan guru TK-ku lenyap perlahan-lahan setelah Tuan Muda Malik menjadi bosku. Awal aku masih sopan, sopan banget malah. Tapi lama - lama Tuan Muda ini semakin ngeselin.
Samar - samar aku mendengar Indra terbatuk. Aku yakin niat dia sebenarnya mentertawakanku. Tepatnya mentertawakan kesialanku hari ini.
"Ya bawa saja laptop kantor, kamu pindahin yang sedang kamu kerjakan via flashdisk. Kamu bisa kerjakan di jalan," ujar Mas Malik dengan tenang dan wajah datar tanpa dosa.
"Hah? Saya harus mendesain di jalan gitu? Apa kabar kalau goyang goyang seperti kalau ada polisi tidur, Mas? Garis lurus yang saya inginkan bisa jadi liukan kayak Kelok Sembilan, di Sumatra Barat." Walaupun mulutku membantah, tanganku mulai bersiap menuruti perintah si bos. Kumasukkan file ke flashdisk, mematikan komputer kantor, dan menyiapkan laptop.
"Kita sebentar doang kok. Paling jam empat sudah sampai kantor lagi," jawab Mas Malik sambil melihat ponsel dan mengetik sesuatu.
"Mas, bukannya tadi Mas Malik bilang kalau desain ini harus dikirim lewat email paling lambat jam tiga? Mas Ricky dan Bang Ben mau periksa sebelum dipresentasikan ke klien besok."
"Oh iya ya. Saya tadi bilang gitu," kata Mas Malik dengan nada nyebelin, masih fokus pada ponsel android-nya yang rasanya ingin kubuang keluar jendela. "It's okay, santai saja. Sebenarnya Mas Ricky dan Bang Ben mintanya besok kok desain kamu ditangannya, bukan sore ini."
Demi upin ipin yang botak, tolong sihir manusia yang ada di depan mataku ini, pleaseeee.
Indra yang masih mendengar obrolan kami sampai membekap mulutnya.
"Saya tunggu di teras ya," katanya sambil balik badan meninggalkan kubikelku. Saat itu juga tawa Indra pecah. "Hahahaha kacau, tampang elo sudah kayak mau noyor kepala dia!"
"Gue mau ketemu Mas Ricky! Mau minta pindah divisi." seruku dengan suara lantang, kemudian menyusul si bos turun tangga.
Mas Malik berdiri di teras di dekat air mancur, masih belum lepas dari ponsel android-nya yang selalu ia tatap mesra.
"Loh, kenapa bawa laptop? Kamu cuma nemenin saya saja kok," ujar Mas Malik.
Dih! Tadi kan dia yang nyuruh.
"Siapa tahu nanti saya sempat merevisi desain yang harus segera saya setor," kataku dengan nada judes.
"Kan besok diserahin ke Mas Ricky dan Bang Ben," kata Mas Malik seakan mengingatkan.
Ya Tuhan, ampuni dosa hamba dimasa lalu. Kenapa begini amat sih dapet bos.
"Biar cepat selesai aja sih Mas." Aku menjawab dengan sedikit nyinyir.
"Enggak sia - sia Mas Ricky meng-hire anak baru lulus kuliah. Masih semangat empat lima." Dia berkata seperti itu sambil menatap wajahku.
"Maaf Mas, saya enggak baru lulus. Sebelum kerja disini saya sudah kerja ditempat lain selama tiga tahun. Sebelumnya lagi juga sudah kerja selama dua tahun." Umurku saja saat ini sudah 27 tahun. Apa karena mukaku yang imut ini, jadi kesannya aku terlihat masih baru lulus?
Kami pun jalan menuju mobil BMW biru metalik miliknya yang terparkir cantik di garasi kantor.
Setelah mobil berjalan dan keluar komplek Mas Malik membuka percakapan. "Kamu kemarin kenapa enggak masuk?"
"Sakit Mas," jawabku singkat. Sebenarnya kemarin aku menemani dua sahabat kuliahku yang sedang liburan di Jakarta, jalan - jalan. Yap, jawaban aku bahong.
"Sudah ke dokter? Atau cek gitu ke poli di rumah sakit?" tanyanya dengan nada menyelidik.
"Sudah kok Mas." Aku bohong lagi.
"Oh, dokternya di Pondok Indah Mall ya?" Dia tersenyum sambil melirikku.
Oh my god. Kemarin tandanya dia melihatku bersama kedua temanku. Enggak tahu deh apa yang akan terjadi. Aku sudah malu, ketahuan kalau bohong.
"Kalau mau santai, kan bisa weekend, kamunya juga akan tenang jalan - jalannya. By the way teman - teman kamu cantik ya. Saya suka dengan teman kamu yang matanya berwarna hazel."
Yiiihaaaa itu Samantha. Matanya memang berwarna hazel karena dia warga negara Belanda.
***
.
.
.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments
Putri Minwa
Dibalik kesetiaan Nayla mampir ya
2023-03-21
0
🇪rna_Wibowo
bagus thor... baru baca karyamu ini dan terkesan pd bacaan pertama
#jiaahhh
2022-04-10
0
Al Salma
hahaha...udah boong ketaun
2021-10-07
1