Anak Genius - The Heirs
“Dokter.”
Dokter itu mengangguk muram. Seragam operasinya yang berwarna hijau masih terlihat rapi dan bersih.
“Maafkan aku. Penyakitnya sudah menjalar kemana-mana.”
“Apakah tidak ada cara lain untuk menyembuhkannya?”
Dokter itu menggeleng pelan. “Kecuali untuk mengurangi rasa sakitnya selain itu tidak ada.”
Wanita langsung menunduk dan terlihat sangat lesu. Dokter langsung menyentuh lengan Liana untuk menguatkan.
“Ia tak akan bertahan lama. Maksimal beberapa minggu. Kami hanya memprediksinya, Tuhan yang menulis takdir. Berdoa untuk segala keajaiban.”
“Ya,” jawab Liana sambil menyeka matanya yang basah dan kusut.
Iba hati dokter tersebut melihat wanita yang ada di depannya.
“Andai ayahmu memeriksanya lebih awal barangkali...”
Liana tersenyum getir karena kehilangan harapan.
“Tetapi ia tidak mau. Sudah saya bujuk untuk memeriksanya tapi ia bersikeras untuk mengabaikannya karena menurutnya itu adalah masalah biasa.”
Dokter itu hanya mengangguk pelan mencoba memahami.
“Bolehkah saya melihatnya?”
“Beberapa jam lagi. Pengaruh obatnya akan hilang nanti sore. Kamu bisa melihatnya saat pasien dipindahkan ke ruangan.”
Liana menarik napas panjang dan berjalan lesu di koridor rumah sakit. Liana duduk di salah satu bangku kosong.
Ia terduduk di sana. Pandangan matanya jauh ke depan, tenggelam dalam pikirannya, cemas dan sedih.
Ia lantas mengirim pesan pada seseorang dan bergegas pergi.
Sorenya ia kembali ke rumah sakit bersama seorang anak kecil berumur lima tahun, namanya Damian. Liana membawa beberapa makanan.
“Kakek!”
Melihat kakeknya Damian langsung kegirangan. Bocah kecil itu langsung melompat dan menerjang ke pelukan Sanjaya.
Sanjaya dalam suasana bahagia begitu melihat Damian.
“Kakek!”
“Kamu adalah anak yang baik. Apakah kamu hari ini mendengarkan ibumu?”
“Hm.” Wajah kecil Damian yang tampan menampilkan senyum manisnya.
Kinara langsung membawa makanan yang ia bawa ke nakas dan mulai menyiapkannya.
“Kakek, hari ini aku dan ibu pergi ke mall dan ibu membelikanku mobil remot kontrol jarak jauh. Kakek harus cepat sembuh agar kita bisa bermain bersama.”
Ketika Sanjaya mendengar ucapan Damian. Tangannya langsung terulur untuk mengelus puncak kepala Damian.
Bagi Damian, mainan mobil remot kontrol jarak jauh adalah mainan yang mewah dan mahal.
Ia baru saja mendapatkannya, tentu saja ia sangat senang.
Ia teringat saat di taman kanak-kanak. Ketika ia melihat temannya bermain dengan ayahnya. Ayah dan anak bermain mobil remot kontrol di sebuah taman.
Damian melihatnya dari kejauhan dan sangat iri. Ia sempat berpikir bahwa suatu hari ia bisa bermain dengan ayahnya. Tetapi ia tidak pernah melihat ayahnya bahkan ibunya tidak menyebutnya.
“Lain kali ketika kakek sembuh dan pulang ke rumah. Kita akan bermain bersama.”
Ketika Damian mendengar ucapan Sanjaya. Matanya berbinar cerah dan ia melompat kegirangan.
“Siapa yang datang? Oh, anak haram ini.”
Kata-kata yang tidak pantas seketika meruntuhkan suasana hangat tadi.
Wajah Sanjaya berubah tak senang dan langsung mendongak. “Apa yang kamu katakan? Dia ini cucumu.”
Damian mengangkat wajah kecilnya dan berusaha tersenyum. “Nenek.”
Susi yang melihat Damian dengan tatapan jijik.
“Jangan panggil aku nenek. Kamu bukan cucuku.”
“Apa yang kamu bicarakan?”
“Kamu bisa menyebutnya sebagai cucumu tapi aku tidak bisa. Siapa yang bisa menganggapnya sebagai cucu saat ia dilahirkan tanpa ayah.”
Susi menatapnya dengan dingin. Suaranya juga lebih keras dari sebelumnya.
“Masih muda sudah hamil dan menjadi ibu tunggal. Kita tidak tahu, siapa ayah dari bocah ini. Bahkan ayahnya sendiri tidak mau mencarinya, lalu mengapa aku harus mengurusnya.”
Ucapan Susi menghunjam tubuh Liana. Dingin, tajam dan menusuk. Ucapan itu seakan menusuk organ-organ terpenting dalam tubuhnya.
Ucapan Susi memang tidak bisa dibenarkan dan disalahkan.
Kejadian itu bermula, saat perusahaan ayah tirinya mengalami kebangkrutan. Ya, Liana adalah anak yang diadopsi dari panti asuhan oleh Sanjaya.
Di usia yang masih terbilang sangat muda. Liana harus menandatangani sebuah kontrak. Demi menyelamatkan perusahaan milik Sanjaya. Liana rela menjadi ibu pengganti.
Sebuah keluarga konglomerat membutuhkan ibu pengganti untuk meneruskan ahli waris mereka. Karena tunangan sang pria tidak bisa memberikan keturunan.
Liana tidak menolak karena ia memang membutuhkan uang. Meskipun jalan yang ia tempuh memang sulit dan berat.
Sepuluh bulan ia harus terkurung di sebuah vila. Selama itu pula, ia tidak mengenal sosok yang menyewa rahimnya. Dengan kata lain, Liana sama sekali tidak mengetahui sosok ayah dari Damian.
Sebenarnya Liana melahirkan dua bayi laki-laki kembar. Satu diantaranya adalah bayi prematur. Semua orang menganggap bahwa salah satu bayi Liana mati.
Maka dari itu, keluarga kaya tersebut hanya mengambil satu bayi yang sehat.
Di ruang bersalin Liana sama sekali tidak diizinkan melihat bayinya kecuali bayi yang dianggap oleh dokter sudah mati.
Liana memeluk bayi mungil tersebut tanpa daya. Namun ia terkejut saat bayi yang dianggap oleh dokter sudah mati, menangis kencang dalam pelukannya.
Liana memberi nama bayi itu Damian.
“Susi cukup!”
Liana terkejut dan kembali dalam kenyataannya. Ia melihat Sanjaya yang dikuasai oleh amarahnya.
“Bagaimana bisa kamu mengatakan hal yang begitu mengerikan di depan anak kecil? Jika bukan karena Liana, keluarga kita pasti...”
Damian berlari ke sisi Liana dan memegang tangan Liana begitu erat. Liana melihat telapak tangan kecil yang memegangnya.
“Ada apa ini? Apakah aku melewatkan sesuatu.”
Sebuah suara wanita datang begitu saja. Wanita itu adalah Luna, adik tiri Liana.
Dari dulu Luna sangat membenci Liana. Karena ia menganggap Liana mengambil separuh perhatian dari ayahnya.
Liana sangat cerdas, baik dan cantik membuat orang lain terlebih ayahnya selalu memujinya dan menyukainya bahkan tak jarang membanding-bandingkannya.
Ia sangat cemburu dan iri.
“Ibu kenapa dia datang ke sini?”
“Tanyakan itu padanya.”
“Dia tidak punya malu. Anaknya juga. Kita tidak tahu anak itu terlahir dari sosok pria yang seperti apa.”
“Luna kamu jangan seperti dia.”
“Siapa yang sudi.”
Liana memejamkan matanya sesaat, tubuhnya gemetar. Ia mencoba untuk bersikap tenang.
Melihat ibunya dipermalukan. Damian langsung menarik tangan Liana.
“Ibu, ayo kita pergi.”
Liana langsung menunduk dan tersenyum. “Ibu tidak apa-apa.”
.........
Di dalam bus, Damian bersandar pada Liana. Liana memegang erat tangan kecilnya. Untuk sesaat, ia merasa menyesal.
Mungkin jika kamu tinggal bersama pria itu. Kamu akan mempunyai ayah, ibu dan kehidupan yang layak. Kamu pasti akan bahagia.
“Ibu.”
Liana senyum penuh arti. Ia setengah membungkuk dan berbisik. “Damian, ibu minta maaf.”
Bibir Damian membuka dan menutup. Sebenarnya ia ingin bertanya keberadaan ayahnya. Ia ingin bertanya, apakah ayahnya benar-benar tidak menyukainya?
“Ibu jangan sedih. Bahkan jika Damian tidak mempunyai ayah. Damian masih mempunyai ibu. Apakah ayah menyakiti ibu? Damian akan cepat tumbuh agar bisa melindungi ibu.”
Di tempat lain, seorang anak kecil sedang bermain dengan mainan barunya. Tiba-tiba ia merasakan sesuatu aneh. Moodnya tiba-tiba berubah jelek.
Lantas ia meringkuk di sofa sambil memandang langit-langit rumah.
“Apa yang terjadi?”
Simon Cross tiba-tiba berjalan mendekati ruang tengah dengan menggunakan tongkat kayu. Umurnya yang sudah tak lagi muda, ia masih saja bersemangat layaknya anak muda.
“Kakek buyut!”
Daniel langsung menjerit dan memeluk sang kakek. Dalam keluarga Cross, posisi Simon Cross tidak bisa ditandingi dan diguncang oleh siapa pun. Ia mempunyai koneksi orang-orang hebat.
Gideon Cross adalah cucu kesayangannya dan darah Gideon Cross mengalir di tubuh Daniel Cross. Tentu saja Daniel ada satu-satunya cicit tercintanya.
“Apa terjadi sesuatu?”
Daniel langsung menggeleng pelan. Ia menundukkan kepalanya karena ia sendiri tidak tahu dengan apa yang ia rasakan saat ini.
“Kakek buyut, aku ingin ke kamar.”
Daniel melompat dari sofa dan langsung ke lantai atas. Simon yang melihat punggung kecil itu pergi langsung menghela napas.
Keesokan paginya, seperti biasa Liana pergi bekerja namun saat pertama kali menginjakkan kakinya di meja kerjanya. Ia melihat beberapa orang yang berkerumun.
“Apa yang terjadi?” tanya Liana mencoba untuk melihat apa yang terjadi.
Manajer perusahaan langsung menghampiri Liana dan menyerahkan barang-barang Liana.
“Mulai hari ini, kamu di pecat! Lihatlah! Ulah dari perbuatan adikmu. Rentenir selalu datang ke sini dan membuat ulah. Mereka mengobrak-abrik semuanya. Ini bukan kali pertama. Ini sudah ke sekian kalinya. Sekarang sudah habis kesabaranku.”
Manajer itu menghampiri para rentenir.
“Kamu mencari gadis ini kan? Dia ada di sini. Selesaikan pergi dari sini dan urus masalah kalian.”
Rentenir itu langsung menyeret Liana.
“Kamu adalah kakak dari wanita itu, Luna,?”
Bibir Liana hanya membuka namun tak ada suara sama sekali yang keluar.
“Luna mempunyai banyak hutang pada bos kami namun ia tak kunjung membayarnya. Ia berjanji bahwa kamu yang akan membayarnya. Sekarang serahkan uangnya dan kami akan pergi.”
“Aku tidak punya uang.”
Liana perlahan berjalan mundur dan tangannya perlahan menyentuh sakunya untuk mengambil ponselnya.
“Kamu ingin memanggil polisi?”
Liana bereaksi cepat saat pergelangan tangannya dicengkeram. Ia langsung menggigit lengan rentenir itu dan berlari menjauhi mereka.
Ia berlari menyeberangi jalan tanpa melihat lampu yang mulai berkedip.
Suara rem terdengar di sana. Suara gesekan ban mobil dan aspal memekakkan telinga. Liana tidak dapat bereaksi tepat waktu.
Ia terjatuh ke tanah dan mendapatkan beberapa luka goresan. Ia merasakan sakit yang luar biasa. Ia berpikir akan segera pergi dari dunia ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Anis Swari
cerita author emang nggak pernah gagal
2023-06-07
0
Oh Dewi
Mampir ah...
Sekalian rekomen buat yang kesusahan nyari novel yang seru dan bagus, mending coba baca yang judulnya Caraku Menemukanmu
2023-04-19
0
Gahara Rara
awal cerita sudah bikin aku tertarik
2022-05-26
0