Mata Liana terbuka dalam terangnya kamar akibat kilauan sinar matahari yang mencoba menerobos masuk. Liana terbaring diam untuk mengumpulkan kesadarannya sambil mengatur napasnya.
“Apa yang terjadi?”
Ada sesuatu yang penting tetapi tidak bisa diingatnya. Sesuatu itu melesak dalam otaknya. Ia memejamkan matanya dan mencoba mengingatnya.
Ia membukanya kembali dan matanya membulat sempurna. Kepala Liana terasa berat, seolah-olah seseorang tengah memukul kepalanya.
Ia ketakutan dan mencengkeram selimutnya. Jantung Liana gemetar, perasaan ini tidak asing baginya.
Liana mencoba memastikan. Ia mengangkat selimutnya dan melihat tubuhnya sendiri. Di sana banyak sekali tanda ungu, terlihat sangat mengerikan.
Sumber keputusasaan mengisi hati Liana, ia menggigit bibirnya. Oh Tuhan, apa yang harus dilakukannya. Ia begitu ketakutan.
“Nona Liana anda sudah bangun?”
Liana kaget dan menoleh. Ia melihat sosok wanita tengah berdiri di ambang pintu dengan mengenakan baju yang sangat rapi.
Rambutnya diikat sanggul. Menggunakan kacamata. Dia tampak profesional.
Liana menyipitkan matanya. Suaranya tampak tak asing. Ia terlihat sangat akrab. Liana pasti sudah pernah melihat wanita ini sebelumnya.
“Kamu adalah...”
Wanita itu mendekati Liana dan membungkuk dengan hormat. Liana akhirnya sadar bahwa dia adalah Sekretaris Lan. Nama panjangnya Lana.
Jantung Liana sudah kembali normal. Memompanya namun Liana masih saja kehabisan napasnya.
Ia memperhatikan sekretaris Lan. Seakan memastikan kalau dia tidak salah.
Jadi aku...
“Nona Liana, tolong minum obat ini.”
Liana memperhatikan sekretaris Lan yang memberikan satu kaplet pil dan segelas air. Karena apa yang dialami oleh Liana kemarin malam. Ia tak mengambilnya.
“Nona Liana, ini pil pencegah kehamilan. Tentunya Nona Liana tidak ingin hal buruk akan terjadi kan?”
Liana buru-buru mengambil pil tersebut dan meminumnya.
Sekretaris Lan mengeluarkan baju baru di lemari dan memberikannya pada Liana. Liana langsung mengambilnya dan membersihkan dirinya di kamar mandi. Sementara Sekretaris Lan menunggunya.
Saat Liana sudah rapi dengan pakaiannya. Sekretaris Lan langsung berbalik dan tersenyum melihat Liana.
“Sudah siap?”
“Apa?”
“Presiden ingin melihatmu.”
Setelah beberapa tahun, Liana kembali terjerat oleh pria itu.
Apakah aku melakukannya dengan pria itu? Kenapa dia muncul kembali setelah sekian lama. Apakah dia mengetahui keberadaan Damian dan ingin mengambilnya dariku?
Liana menggeleng kasar. Kini Liana berharap hanya mimpi. Namun memorinya tumpang tindih dan tak beraturan.
Tanpa sadar Liana menyentuh sakunya. Ia ingin segera menelepon Damian.
“Nona Liana,” ucap Sekretaris Lan saat melihat Liana terlihat kebingungan.
“Ponselku. Dimana ponselku?”
“Ini adalah ponsel baru anda. Di sana sudah ada nomor sim card baru.”
Liana ragu-ragu untuk mengambilnya. Ia tidak mengerti mengapa ia diberi ponsel baru.
“Ponsel anda rusak dan Presdir menggantinya.”
Hatinya samar-sama menebak. Apakah pria yang tadi malam bersamanya adalah majikannya yang menyewa rahimnya.
Malam itu, beberapa tahun yang lalu. Liana tidak bisa melihatnya karena matanya ditutup. Ia hanya bisa merasakan sentuhannya.
Liana dengan ragu mengambilnya. Ia ingin menelepon Damian tapi mengingat bahwa itu adalah nomor pria itu. Pria itu pasti akan melacaknya.
.........
Mereka keluar dari sana dan mendekati mobil mewah Limosin. Sekretaris Lan membuka pintu dan memberikan instruksi agar Liana segera masuk.
“Nona Liana silakan masuk!”
Di kursi belakang seorang pria tengah duduk dengan santai seakan tak terjadi apa-apa.
“Nona Liana, tolong masuklah!”
Sekretaris Lan beberapa kali menyuruh Liana untuk masuk tapi Liana terlihat sangat linglung. Sekretaris Lan akhirnya menyentuh bahunya.
“Nona Liana.”
Liana kembali dalam nyatanya. Ia masuk ke dalam mobil dengan ragu. Dan pintu pun ditutup. Seakan ia sedang terkurung dalam sebuah ruangan sempit.
Liana terus saja menunduk. Suasana terasa aneh dan canggung.
Kemarin malam, pria itu?
Mobil itu lama telah bergerak. Liana hanya mendengar suara mesin dan juga suara gesekan antara pena dan juga kertas.
Liana mencengkeram tangannya sendiri. Ia merasa bodoh, canggung, takut. Semuanya bercampur aduk.
Mereka sudah terlibat intim namun Liana tidak tahu namanya depannya bahkan nama belakangnya.
“Presdir...aku...saya.”
Bahkan Liana belum menyelesaikan kalimatnya namun Liana sudah ditarik mendekat. Sekarang Liana duduk di pangkuannya.
Liana terkejut dan tercengang. Ia memberanikan diri untuk melihat matanya.
Gideon tersenyum dan menyentuh dagu Liana agar wanita itu terus memandanginya. Liana mencoba menghindarinya namun ia bahkan sulit bernapas.
Apakah dia?
Gideon memandang Liana penuh dengan minat. Ia melihat raut wajahnya ia terlihat cemas, takut dan juga malu.
Gideon berpikir bahwa Liana sangatlah imut. Gideon terus menatapnya dan mengingat kejadian tadi malam.
Gideon masih bisa merasakannya. Saat memikirkannya, gairah membengkak dalam dirinya.
Miliknya bangkit dengan cepat, menghianati tubuhnya sendiri dan mengejutkannya.
Otaknya tak bisa menekan keinginannya. Bahkan Gideon ingin melakukannya di mobil.
Sambil memikirkannya, Gideon menggerakkan tangannya di belakang Liana.
Gideon menangkap bibir Liana dan ********** dengan kasar. ******* itu lebih dalam dan panas.
Mereka berhenti ketika Liana sangat membutuhkan pasokan oksigen. Namun Gideon tidak ingin berhenti. Sekali lagi ia mencuri dan menjilat bibir Liana.
Gideon tersenyum dan menggodanya, “Kenapa kamu terlihat malu? Tadi malam di tempat tidur, kamu tidak seperti ini.”
Gideon dengan sengaja mencengkeram pinggangnya dan mulai bergerak. Liana terkejut dan langsung menahan tangan Gideon.
“Tidak! Jangan lakukan.”
“Tadi malam kamu tidak mengatakan itu,” ucap Gideon. Alisnya naik sebelah.
Liana mencoba melepaskan tangan besar itu dari pinggangnya.
Gideon menghela napas panjang, mencoba menyingkirkan kekesalannya. Ia mencoba mengontrol dirinya.
Gideon mengeluarkan cek dengan nominal yang banyak serta dengan dibubuhi tanda tangannya. Ia menyerahkannya pada Liana.
“Aku sangat puas denganmu.”
Liana menatap cek tersebut. Di sana ada nama Gideon Cross
“Apa maksudmu?”
Liana tidak bisa menahan amarah karena ia merasa dilecehkan.
“Kenapa? Apakah seratus juta tidak cukup?”
“Apa? Aku tidak tahu bagaimana otakmu bisa bekerja.”
“Wanita, kamu!” Gideon mengatur napasnya dan mencubit dagunya sendiri. “Aku bertanya, apakah cek ini cukup untuk membelimu semalam.”
Mendengar ucapan Gideon, Liana langsung tertegun dan butuh waktu lama untuk bereaksi.
Liana menatap Gideon sedikit meremehkan. “Tidak cukup.”
“Lalu kamu ingin apa? Villa? Rumah? Mobil? Katakan apa yang kamu inginkan?” ucap Gideon dengan wajah sombong.
Mata Liana menjadi gelap. “Tuan, sepertinya kamu membuat kesalahan.”
“Jika harga yang aku berikan tidak cukup, kamu bisa memberitahukan padaku. Apa pun yang kamu inginkan, aku akan memberikannya.”
“Aku bukan wanita yang kamu pikirkan? Aku tidak benar-benar melakukan itu untuk menarik uang dari orang sepertimu. Aku bukan wanita yang mudah diberi label harga.”
“Wanita jangan membohongi dirimu sendiri, “ ucap Gideon.
“Jika kamu orang-orang yang bersih kenapa kamu ke tempat itu. Orang yang bersamamu kemarin memberitahuku bahwa kamu dibeli dengan harga lima puluh juta. Dan aku menawarkannya seratus juta. Bukankah itu hadiah yang bagus untukmu."
Pa!
Sebuah tamparan mendarat di pipi Gideon. Gideon langsung terdiam begitu pula dengan Liana.
“Apa yang kamu lakukan?”
“Mengajarimu sopan santun.”
“Jelas sekali kamu melakukannya demi uang. Kenapa sekarang kamu membohongi dirimu sendiri. Di sini, siapa yang harus diajarkan sopan santun?”
“Apakah dimatamu, aku wanita rendah?”
Senyum terbit di wajah Liana. Ia tersenyum namun ekspresinya mengejek.
Gideon langsung mengalungkan tangannya di leher Liana. Ia berbisik di sana. “Jadi kamu tidak mau.”
“Tuan benar-benar ingin membeliku. Kenapa kamu ingin membeliku? Tuan adalah seorang presdir kaya raya yang sepertinya tidak bisa diraih. Sombong seperti kaisar, tampan dan elegan. Aku yakin kamu tidak akan kekurangan wanita kan?”
Senyum Gideon langsung membeku. Pengaruh kharismanya memang bisa membuat wanita-wanita cantik terbang ke arahnya.
Jika ia ingin memilih wanita bagai kedipan mata saja. Tapi tubuhnya pemilih, ia hanya menanggapi wanita ini saja.
Setiap kali Gideon bersama Liana. Ia memiliki keinginan besar untuk memilikinya. Tubuh Liana bagaikan api yang mampu membakar kewarasannya.
Wanita lain tidak bisa membangunkan hasratnya ini.
“Tuan, hargaku sangat mahal. Apakah kamu ingin membeliku?”
Gideon tertawa, “Berapa banyak?”
“Lima miliar.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Anis Swari
Duh....semakin seru ceritanya....
2023-06-07
0
Niswa mandailing
makin seru aja semoga Gideon jatuh cinta dan bucin
2021-08-26
1
Lilipus07
Lanjut kak, udah ku boom like semangat
Salam dari R.Y.A.N
2021-08-26
0