Setelah Liana mengantar Damian ke sekolah. Ia langsung pergi ke perusahaan World Entertainment untuk melamar pekerjaan.
Liana sudah membawa berkas-berkas yang di persyaratan. Di perusahaan World Entertainment, Liana sangat terkejut melihat antrean yang mengular.
“Pesaingnya sangat banyak.”
Liana menunduk karena merasa tidak percaya diri. Ia tiba-tiba mengernyit dan mengangkat kepalanya untuk melihat sekeliling. Karena ia merasa ada yang mengawasinya.
Ia menyadari bahwa mobil hitam yang berada di seberang begitu mencurigakan. Liana tiba-tiba berbalik dan segera pergi dari sana.
Liana tiba-tiba merasa panik. Ia memegang tasnya dengan sangat erat. Ia menggigit bibirnya dan berjalan perlahan.
Untungnya Liana hanya menyerahkan berkasnya dan mengisi formulir. Setelahnya hanya menunggu wawancara dan hasilnya. Butuh dua sampai tiga hari untuk melihat pengumuman.
Di malam hari, Liana kembali mencari lowongan pekerjaan. Tiba-tiba ponselnya berdering dan ia langsung menggeser layarnya.
“Halo.”
“Kakak, ini aku.”
Liana mengernyit tatkala suara Luna yang terdengar. Ia sedikit heran, kenapa Luna meneleponnya.
“Ada apa?”
“Kakak aku minta maaf padamu. Gara-gara aku, kakak harus melunasi hutangku dan juga kehilangan pekerjaan. Tapi tenang kakak, aku akan membantu kakak mendapatkan pekerjaan.”
Liana terdiam, ia sama sekali tak bergeming dari tempatnya.
“Kakak datanglah ke Growl klub. Mereka membutuhkan seorang karyawan. Tenang saja kakak, bayarannya sangat besar dan pekerjaan juga sangat mudah. Kakak hanya mengantarkan minuman saja. Bagaimana?”
Liana tanpa sadar ingin menolak tapi ia sangat membutuhkan tambahan uang. Ia mengepalkan tangannya untuk waktu yang lama karena dilema.
Growl Klub adalah tempat hiburan paling terkenal di ibukota. Kebanyakan orang kaya menghabiskan uangnya di sana untuk kesenangan duniawi saja.
“Kakak bagaimana?”
“Ohm, baiklah. Bagus.”
Luna langsung mematikan ponselnya dan langsung melirik pria di sampingnya.
“Bagaimana?”
“Tenang saja, kamu tidak akan kecewa. Kakakku sangat polos dan tubuhnya sangat bagus. Kamu akan beruntung.”
“Aku harap dia sepadan dengan semua utang-utangmu.”
“Jangan biarkan ayahku tahu. Dia bisa membunuhku.”
“Aku tahu.”
.........
Liana datang ke Growl klub. Suara musik sungguh memekakkan telinga. Aroma nikotin dan alkohol bercampur menjadi satu.
“Halo namaku Liana.” Sapa Liana kepada bar tender.
“Oh kamu yang namanya Liana. Kamu bisa minuman ini ke kamar VIP nomor 196.”
“Apa?”
“Kamu karyawan baru kan?”
“Ah benar.”
“Jadi lakukan tugasmu.”
Liana langsung disodori beberapa botol di atas nampan. Dengan ragu-ragu Liana membawanya menuju ke ruang VIP nomor 196.
Begitu masuk di sana, rupanya banyak selali lelaki dan wanita yang saling berpelukan mesra. Bau alkohol bercampur dengan nikotin terlalu pekat di sana.
“Sudah datang rupanya.”
“Dia begitu murni, aku tidak sabar untuk segera mencicipinya.”
Kata-kata itu membuat Liana sedikit ngeri. Ada dua makna yang terkandung di dalamnya. Liana sampai tidak bergerak di sana.
“Apa yang kamu lakukan? Kemarilah!”
Sejujurnya Liana sedikit takut dengan pria kaya di hadapannya ini. Liana dengan ragu perlahan berjalan menuju meja dan segera menaruh minuman yang ia bawa.
Saat Liana hendak akan pergi, tiba-tiba seorang pria meraih bahunya dan memperkenal pria di sana.
“Hei kamu ingin kemana? Aku akan memperkenalkanmu pada bos kami. Pria yang duduk di sana adalah bos kami. Namanya Rafael.”
Liana tak menanggapi karena ia merasa risih. Liana langsung mendorong tangan itu lalu berbalik. Namun lagi-lagi tangannya dicekal.
“Kamu ingin kemana temani kami minum.”
Liana langsung di dorong ke arah Rafael. Ia duduk di samping Rafael.
“Buka beberapa botol itu untukku. Itu tugasmu kan?” ejek Rafael.
Liana dengan hati-hati membuka botol tersebut dan menuangkannya ke dalam gelas. Liana dengan takut memberikannya pada Rafael.
Rafael tersenyum. Lengan Rafael melingar di bahu Liana dan tangannya yang lain meraih sebungkus yang berisi bubuk putih. Rafael menuangkannya ke gelasnya.
“Minum ini.”
“Aku tidak minum,” tolak Liana.
“Minum ini!”
“Sudah kukatakan aku tidak minum.”
“Kamu ingin cara yang kasar?”
Rafael mendongak dan memberikan isyarat pada teman-temannya. Teman-temannya memegang tangan Liana sementara Rafael memegang rahang Liana dan memaksa agar Liana meminum alkohol itu.
Sensasi panas meledak dalam tenggorokannya dan Liana terbatuk-batuk di sana. Sementara Rafael dan teman-temannya hanya tertawa melihatnya.
Liana mendorong pria tersebut. Perutnya panas, kepalanya pening dan keringatnya mulai menetes.
Rafael menyeringai, “Permainan ini benar-benar bagus.”
“Rafael, aku sudah memesankan kamar di lantai paling atas.”
Rafael tersenyum saat melihat Liana tengah berjalan tergopoh menuju pintu. Rafael senang melihat Liana yang sedang berjuang.
Obat yang ia berikan pada Liana adalah obat yang paling keras.
“Dia tidak sabar,” ucap Rafael lalu bangkit berdiri.
Saat pintu dibuka Liana, ia lantas terjatuh namun ia tak merasakan sakit apa pun. Liana mendongak.
“Tolong aku...”
Tubuh Gideon terasa kaku saat dadanya bersentuhan dengan tubuh Liana. Tanpa sadar, Gideon memeluk pinggangnya. Gideon sama sekali tidak bergerak.
“Hai bro dia wanitaku.”
Gideon langsung menatap murka Rafael. Wajah Rafael tiba-tiba tenggelam dalam ketakutannya saat melihat Gideon.
“Baiklah, kamu bisa mengambilnya.”
Gideon semakin murka lalu detik berikutnya dua orang berjas hitam datang dan langsung menyeret Rafael.
“Hei apa yang kamu lakukan padaku? Kalian tidak tahu siapa aku?”
.........
Gideon membaringkan Liana di ranjang. Wanita itu terus saja menggumamkan kata-kata tak jelas dan tubuhnya terus saja menggeliat.
“Tolong aku, ini sangat menyakitkan.”
Liana merasakan tubuhnya terbakar dan membutuhkan sesuatu tapi ia tak tahu ia sedang membutuhkan apa. Seperti jiwanya kosong.
Tangan Liana memegang jemari Gideon. “Selamatkan aku.”
Tenggorokan Gideon terasa tercekat. Sengatan listrik mengejutkan Gideon. Liana memaksanya untuk kehilangan kendali.
“Ingat! Kamu yang menginginkannya.”
Gideon langsung mencium Liana dengan lembut. Rasa nikmat dan permainan lidah Gideon merasuki otak Liana. Wanita itu terhanyut di dalamnya.
Napas mereka memburu di tengah aktivitas mereka. Liana berani untuk meremas kuat rambut Gideon seolah meminta lebih.
Aktivitas mereka semakin panas setiap detiknya. Gideon mulai mengarahkan kepemilikannya. Perlahan ia mendorongnya.
Tindakan Gideon membuat Liana merasa sakit, perih namun rasa itu mampu memadamkan api yang ada di jiwanya. Liana tidak bisa mengendalikan kerinduan yang sulit di jelaskan.
Liana terasa penuh dan kewalahan setiap kali Gideon mendorongnya dengan kasar. Mereka membenamkan diri dengan gerakan. Sengit dan liar tapi penuh dengan pesona.
Permainan mereka selesai setelah mereka mencapai *******. Mata Liana terpejam dan terus menempel pada tubuh Gideon.
Gideon terus saja memandangi wajah Liana. Perasaan yang dulu tiba-tiba datang menghinggapinya. Ia merasakan rasa seperti saat pertama kali bertemu dengannya. Jantungnya merasakan kobaran api.
“Kehidupan seperti apa yang selama ini kamu jalani? Apakah kamu sudah memiliki pekerjaan? Apakah kamu sudah menikah? Sial! Kenapa juga aku harus peduli?”
Setelah memiliki malam yang menggairahkan. Gideon membersihkan dirinya untuk siap bekerja kembali.
Gideon hendak pergi namun suara deringan ponsel membuatnya menoleh ke belakang. Gideon ingin mengabaikan suara itu namun sepertinya Liana terganggu dengan suara itu.
Gideon mendekat dan meraih ponsel yang tergeletak di tumpukan baju yang berserakan di lantai.
Gideon melihat ada beberapa panggilan tidak terjawab dari nama Damian.
“Apakah dia sudah mempunyai anak?”
Gideon langsung mematikan sambungan telepon itu namun detik berikutnya ponsel itu kembali berdering. Gideon terkejut dengan ketekunan anak itu.
Gideon memilih untuk menjawab panggilan tersebut.
“Ibu, kamu dimana? Kenapa tidak pulang semalam?” suara Damian terdengar sedikit takut.
Gideon mengerutkan keningnya lalu melirik Liana. “Ibumu ada di sini.”
Damian semakin takut ketika mendengar suara dingin dengan samar.
“Siapa kamu? Apakah kamu orang jahat? Kenapa ibuku bisa bersamamu?”
“Aku...”
Gideon tidak bisa meneruskan perkataannya. Ia sendiri juga bingung.
“Aku ingin bicara dengan ibuku.”
“Ibumu sibuk.”
“Apakah kamu mengganggu ibuku dengan pekerjaannya?”
“Tidak.” Gideon menjawab dengan nada lembut.
“Paman, ibuku sangat bekerja keras. Tolong jangan biarkan ibuku bekerja shift malam atau di tengah malam.”
Aku pikir itu kecelakaan tapi wanita ini benar-benar bekerja di sana dan sering melakukan itu. Wanita ini sungguh liar. Hanya penampilannya saja yang polos dan murni.
“Baiklah, aku tidak akan membiarkan ibumu bekerja shift malam lagi.”
“Paman, apakah kamu bosnya? Paman bisakah kamu menambah gaji ibuku? Ibuku sangat bekerja keras jadi bisakah kamu memberikan bonus saat hari ibu? Hari besar dan saat hari tahun baru?”
“Mmm.”
“Terima kasih paman.”
Setelah menutup telepon, hati Damian masih tidak tenang. Lantas Damian langsung berjongkok di samping ranjangnya untuk mengambil laptopnya yang ia sembunyikan di kolong tempat tidurnya.
Di taman kanak-kanak, Damian populer dengan kegeniusannya namun di depan Liana ia akan mengubah karakternya.
Di usianya, Damian sangat dewasa dan bertanggung jawab.
Meskipun di depan Liana ia bertingkah layaknya anak umur lima tahun. Damian berbeda di depan guru dan teman sebayannya.
Saat anak-anak seusianya masih berjuang menghitung angka. Damian sudah mampu memecahkan soal anak SMA bahkan yang paling sulit.
Terdengar tak masuk akal tapi itu kenyataannya.
“Identitas paman itu sangat mencurigakan,” gumam Damian.
Pada saat kritis ini, Damian menggunakan teknologi tercanggih dan terbaru untuk menemukan ibunya.
Damian memang secara alami mempunyai bakat yang luar biasa. Di usianya yang keempat tahun, ia mampu merakit komputer.
Namun rahasia ini ia kubur dalam-dalam.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Anis Swari
Lah emang siapa elu??
2023-06-07
0
Anis Swari
Wah2 pasti ada udang dibalik rempeyek
2023-06-07
0
Neti Jalia
bawa like dan hadiah untukmu🤗🙏
2021-08-22
0