Nena yang pingsan dengan pelipis berdarah, langsung dibawa keruang kesehatan.
"Heeyy!! Mau dibawa kemana itu si Marni, dia sudah menggoda suami saya," teriakan lantang si ibu berhasil membuat suasana kantor yang semula riuh mendadak hening.
Krik-krik
"Ma, Marni?" Tanya Siska dengan ekspresi yang sulit dijabarkan.
"Iya. Si Marni itu selingkuh dengan suami saya Mba, dia chat sayang-sayangan dengan suami saya." Curhatan si ibu sama sekali tidak membuat Siska iba, gadis itu menggeleng tidak percaya.
"Dia itu Serena bukan Marni!!" Teriak Siska sewot.
"Loh, kok namanya ganti?"
"IBU SALAH ORANG!!" Bentak Siska marah, tidak terima sahabatnya itu jadi sasaran cemburu buta si ibu.
"Tapi saya lihat kok, cewek itu pernah satu mobil dengan suami saya." Si ibu masih tidak mau kalah, kepalang malu, masa iya salah orang juga. Begitu pikirnya.
"Aduh mama ini bikin malu saja, Serena itu sekretaris baru Papa, Ma!" Seorang bapak paruh baya dengan kepala botak di bagian depan yang baru saja datang, langsung memarahi istrinya. Siapa lagi jika bukan Pak Handoyo. Beliau langsung menyeret istrinya keluar.
"Heh sinting, gue bakal laporin lo ke polisi, dasar lo nggak waras! Lepasin gue Don, biar gue jambak tu jambul katulistiwa si ibu sinting. " Siska yang masih tidak terima hendak berlari menerjang si ibu yang ternyata istrinya Pak Handoyo. Namun Doni dan rekannya yang lain langsung memegangi gadis itu.
"Sabar Sis Sabar!"
"Gila itu ibu-ibu **** banget, nggak lakinya nggak bininya sama-sama nggak waras!" Cerocos Siska masih tidak terima.
***
Keesokan harinya, Siska mendapati Nena baru saja datang untuk bekerja. "Na, kok Lo udah masuk aja, emang udah nggak apa-apa?" Tanyanya sembari mensejajari langkah Nena.
"Masih pusing sih, tapi nggak masalah kok, " jawab Nena meyakinkan sahabatnya. "Eh, lo tahu nggak siapa si ibu yang kemaren nyerang gue? Harusnya divisum nih jidat gue, gue laporin polisi tuh ibu-ibu barbar." Nena ingat kejadian kemarin yang masih menyisakan luka dan denyutan nyeri di pelipisnya.
"Dia istrinya Pak Handoyo."
"Hah?" Nena menghentikan langkahnya menatap sahabatnya penuh tanda tanya.
Siska hanya mengangguk.
"Ngapain bininya Pak Handoyo nimpuk jidat gue pake bakiak dia, gue salah apaan coba?"
"Wedges Na."
"Apalah, itu." Nena melanjutkan langkahnya. Lalu Siska dengan sabar menceritakan kejadian kemarin.
"Ooh jadi dia ngira gue itu selingkuhan lakinya? Dih napsu juga enggak gue sama tuh aki-aki. " Nena tidak habis pikir.
"Iya, lo si. Gue pengen cerita dari semalem eh Hp lo nggak aktif."
"Tas gue ketinggalan di klinik kantor, siapa sih yang kemaren nganterin gue pulang? Kok tas gue nggak dibawa?"
"Si Bimo," jawab Siska, Nena hanya menanggapi dengan oh tanpa suara. "Eh, gimana Na rasanya digendong sama Ceo ganteng?"
"Hah? ma, maksud lo?"
"Ih kemaren kan lo digendong sama Ceo ganteng, pas lo pingsan itu, ya ampun Na, gue juga rela ditimpuk pake sepatu kalo hadiahnya digendong sama Ceo ganteng," Siska menghentak-hentakan kakinya dengan bergelayut manja di lengan Nena yang tampak masih bingung, terkadang tingkah Siska ini tidak sebanding dengan usianya.
"Jadi yang waktu gue jatoh itu—"
"Iya, lo jatoh ke pangkuan dia."
"Masa sih?" Nena merasa tidak yakin dengan cerita Siska, meskipun sama sekali tidak ada gurat kebohongan dari kata-katanya itu. Jangan-jangan ni anak ngadalin gue lagi. Begitu pikir Nena.
***
"Permisi." Nena mengetuk pintu besar di hadapanya.
"Masuk!" Jawab seseorang di dalam sana.
"Bapak manggil saya?" Tanya Nena memastikan, pria tampan yang sejak empat hari yang lalu resmi menjadi atasannya itu hanya mengangguk dengan pandangan masih fokus pada benda persegi di hadapannya.
Nena memasuki ruangan itu lebih dalam. Belum sempat Nena menempelkan bokongnya di kursi, atau memang atasan barunya itu sengaja tidak mempersilahkan gadis itu duduk, sebuah amplop yang entah mengapa Nena yakin sekali itu berisi uang dilemparkannya ke atas meja. Nena mengerutkan dahi, menebak-nebak.
"Saya dipecat?" Tanya Nena santai, baginya pemecatan itu bukan suatu hal yang buruk. Mengingat hutang nya pada perusahaan itu akan membuatnya bertahan bertahun-tahun lebih lama.
"Mungkin jika Anda tidak punya sangkutan pada perusahaan saya, hal itu pasti sudah saya lakukan."
Nena berusaha mencerna kalimat-kalimat baku yang dilontarkan bosnya itu. "Jika memang saya harus dipecat, dengan alasan apa?" Tanyanya berani, Ceo di hadapannya itu seketika menoleh. Mungkin tidak menyangka dengan kalimat yang dilontarkan gadis itu. Sudut bibir sexi nya sedikit terangkat, tersenyum remeh.
"Terkadang seseorang harus menerima, bahwa orang seperti saya, tidak butuh alasan untuk hal semacam itu."
"Dih songong banget dah ni Ceo baru," batin Nena. Dia tidak berniat menjawab, baginya percuma berdebat dengan orang yang sudah diberi label menang dalam setiap kalimatnya.
"Ini uang damai dari seseorang yang sudah melukai kepala Anda, nilainya kurang lebih sepuluh juta, " tutur si bos dengan menatap wajah Nena, seolah ingin tahu, bagaimana reaksi dari gadis di hadapannya.
Dan ekspresi wajah Nena sendiri, jangan ditanya, tentu saja gadis itu terkejut bukan main.
"Sepuluh juta? Gila, ditabok sekali lagi juga mau gue kalo bayarannya sepuluh juta mah," pikirnya.
"Bisa saja Anda menuntut wanita itu dan memasukannya kedalam penjara. Tapi hal itu tidak akan berdampak baik pada perusahaan saya."
"Saya mengerti," jawab Nena, tidak ingin berbasa-basi, lututnya sudah mulai terasa pegal.
"Yakin ni orang nggak bakalan nyuruh gue duduk?" Nena merasa kakinya mulai kesemutan.
"Jadi? Anda terima uang ini dan menandatangani perjanjian damai, atau biarkan saja uang ini berada di tangan saya, hitung-hitung sebagai cicilan sangkutan Anda pada perusahaan saya," tuturnya panjang lebar tentu saja dengan mimik muka meremehkan yang teramat menjengkelkan di mata Nena.
Tanpa pikir panjang dan bertele-tele, Nena melangkahkan kakinya dan menandatangani surat perjanjian itu, kemudian meraih amplop berisi uang yang katanya senilai sepuluh juta. Mimik meremehkan Ceo itu berganti dengan seringaian, tampak duakali lipat merendahkan perempuan di hadapannya.
Nena tahu, detik dimana dirinya mengambil keputusan itu, maka detik itu juga harga dirinya raib tak bersisa di hadapan atasan barunya. Dan gadis itu tidak peduli.
"Saya ambil uang ini, dan tolong biarkan saya mengabdikan hidup saya pada perusahaan ini, sampai sangkutan yang bapak maksud itu bisa saya selesaikan. Dan setelahnya saya akan mengundurkan diri dari sini, agar bapak tidak perlu repot- repot mencari alasan untuk hal semacam itu." Nena menarik napas, tenggorokannya mulai kering. Dan sebelum dirinya naik pitam segera gadis itu mengajukan permohonan undur diri. Yang diangguki tanpa ekspresi oleh atasan barunya itu. Nena pun melangkahkan kakinya keluar.
CKLEK
Suara pintu tertutup, dan Justin masih tidak habis pikir dengan gadis yang barusaja berdiri di hadapannya. Pemuda itu mengusap wajahnya gusar, entah apa yang terjadi pada dirinya, hingga dia bisa merasa bahwa sebagian dari dirinya seperti tertarik dan sangat penasaran pada gadis itu. Namun Justin langsung menepis hal-hal yang menurutnya tidak penting.
***
Nena kembali ke ruang kerjanya. Sepasang tangan mungilnya dilipatkan ke atas meja, dan gadis itu mulai membenamkan wajahnya.
"Rontok sudah harga diri gue, tapi mau gimana lagi, gue lebih butuh uang ini buat berobat Ayah. Persetan dengan harga diri. Toh sekuat apapun gue menjunjung tinggi harga pada diri gue ini, tetep aja pasti nggak ada harganya tuh di depan Ceo Sableng. Gue bener-bener sama sekali nggak dikasih duduk, parah. Boro-boro ditawarin minum kali." Nena terus saja ngedumel dalam hati.
Tuk-tuk-tuk
Seseorang mengetuk meja tempat Nena menenggelamkan wajahnya di atas kedua lengannya, gadis itu terlonjak, Pak Handoyo? Tebaknya dalam hati, tapi tidak mungkin, beliau kan sudah dipecat.
Nena mengangkat kepalanya, Sorot mata teduhnya beradu pandang dengan sepasang bolamata hazel milik seseorang yang...
"Serena?" Seorang pemuda yang usianya tidak terpaut jauh dengan Nena menyapa lebih dulu. Senyum dari bibir tipisnya merekah, raut wajahnya menunjukan ketidak percayaan.
Nena kenal sekali dengan pemilik mata hazel itu, pria yang perawakannya mirip sekali dengan Daniel redcliffe pemeran herry poter yang tentu saja tanpa brewok di rahang tegasnya. Pemuda itu muncul lagi setelah bertahun-tahun menghilang.
"William?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
𝕮𝖎ҋ𝖙𝖆 Ney Maniez ❤
lumayan 10 jeti
2024-12-07
0
Hana Moe
ya alloh bukk,,,,🤣🤣🤣 kasihn itu ank orang dbikin berdarah ternyata salah alamt😏😏😏 baim sedih ya alloh😂😂
2022-10-29
0
جنينة حريزة هاسبوان
suami lu yg kegatelan buk
2022-10-27
0