OH MY BOSS
Serena Ayu Kinanti, gadis itu biasa dipanggil Nena, wanita bermata bulat dengan dagu lancip dan pipi yang sedikit cabi, hidungnya sendiri tidak semancung orang Barat tapi dengan hidung mungil itu Serena cukup menjadi pusat perhatian dan sasaran pertanyaan, ’operasi plastik dimana?’
Meskipun dengan penampilan seadanya, Nena yang usianya sudah 26 thn, tetap saja terlihat menawan, bahkan mungkin orang tidak ada yang menyangka bahwa gadis itu berada di tingkatan ekonomi kelas bawah.
Bekerja di perusahaan bonafide sama sekali tidak membuatnya merasa bangga. Setiap hari dirinya selalu disibukan dengan pekerjaan yang menggunung.
Mungkin jika bukan karena hutang-hutangnya yang juga menggunung pada perusahaan yang hampir tiga tahun lebih memenuhi kebutuhan hidupnya, gadis itu lebih memilih mengetikkan kata r**esign disetiap laporannya.
"Lo udah nggak jadi sekretaris dadakannya Pak Handoyo?" tanya Siska.
Siska. Seorang gadis cantik satu tahun lebih tua dari Nena, teman kerja sekaligus sahabat Serena. Seperti biasa. Penampilannya selalu girly dipadu padankan dengan aksesoris bermerk, bajunya juga selalu sexi, khas perempuan centil. Gadis itu baik menurut Nena dan sedikit gila.
"Bu Mira sudah mulai kerja," jawab Nena dengan pandangan yang masih fokus pada layar komputernya, tiga hari merangkap menjadi sekretaris dadakan atasannya, membuat pekerjaan utama gadis itu menjadi tak terkendali.
Menurut sebagian teman kantornya Nena itu memang cukup bisa diandalkan. Seorang yang sangat rajin, dan gila kerja, tidak banyak yang tahu sebenarnya gadis itu sangat ingin menjerit dan mungkin sampai membelah meja kerjanya menjadi dua bagian. Berkas berkas yang menumpuk di hadapannya benar benar membuatnya nyaris gila.
"Hay! para pejuang ekonomi, pagi-pagi udah sibuk aja, ngopi dulu lah kita!" seru Doni yang baru saja datang, disusul dengan Agus yang lebih memilih langsung menghampiri mejanya tanpa menghiraukan kicauan rekan kerjanya itu.
"Heh, Don! lo tuh jangan ngopi melulu, sekali-kali minum vodka biar ngerti kalo hidup itu nggak cuma pahit, tapi puyeng juga!" sahut Bimo, pemuda itu memang yang sering menanggapai celetukan tak berfaedah yang sering dilontarkan Doni.
"Puyeng? Muka lo tuh bikin puyeng!" sengit Doni.
"Ngapa lo puyeng sama muka gue? ngerasa kalah ganteng!" Tantang Bimo.
"Kalian bisa nggak sih sepagi ini nggak usah bikin ribut," protes Mona yang barusaja menempelkan bokongnya pada kursi kesayangannya, namanya Ramona, janda beranak dua yang cukup pedas dalam meramu kata-kata. Doni model cowok yang lihat bening dikit nengok, selalu jadi sasaran kepedasan mulut seniornya itu. Mona memang cukup senior dengan hampir sepuluh tahun mengabdi di perusahaan ini, begitu juga dengan Agus yang sudah ber-anak-istri. Beda dengan Bimo dan Doni, selain mereka masih baru, muda dan tentunya mahluk jomblo yang sudah pasti kurang belaian.
Siska lah yang paling bersuka hati jika kedua rekan kerjanya itu sudah didamprat oleh Bunda Mona, begitu mereka menjuluki seniornya. Gadis itu menjulurkan lidahnya kearah kedua pemuda yang tak hentinya bersungut sebal entah pada yang mana.
Nena tidak pernah menanggapi hal seperti itu, baginya jari-jarinya tidak menjadi keriting karena kegiatannya menekan-nekan tombol alfabet di hadapannya, dia sudah cukup bersyukur. Dan merekapun kembali bekerja dengan damai.
"SEMUANYA!!" kedamaian yang belum berlangsung lama itu diluluh lantahkan oleh suara Bu Mira, siapa lagi jika bukan ibu sekretaris Pak Handoyo yang gila jabatan. Sifatnya yang selalu memerintah membuat hampir semua rekannya tidak suka, terlebih Siska yang terkadang secara terang terangan menampakkan ketidak sukaannya.
"Keluar dari kubikel kalian, buat barisan memanjang dan JANGAN menghalangi jalan, karena CEO baru kita akan datang. TUNDUKAN KEPALA KALIAN DENGAN HORMAT!" titah Bu Mira yang terdengar menyebalkan di setiap penekanan kalimatnya.
"Perlu disawer kembang nggak, Bu. Gelar karpet merah juga sekalian!" celetuk Doni yang langsung mendapat pelototan tidak suka Bu Mira.
Doni langsung kicep, dan mengambil barisan di sebelah Nena dengan tidak lupa tersenyum berusaha manis, yang lagi-lagi mendapatkan penolakan tak kasat mata dari Nena.
Hampir semua rekan kantornya, sudah tahu bahwa Doni selalu saja berusaha mencuri hati Nena. Namun gadis itu tidak pernah menganggap Doni itu sebagai seorang "pria" dalam arti pujaannya, tidak muluk-muluk Nena mencari seseorang yang masuk kategori "pria" hanya ingin yang baik, penyayang, penyabar, royal, sukur-sukur ganteng dan kaya, paket komplit yang sayangnya tidak pernah ada. Dan maaf sepertinya itu sangat muluk.
Drap-drap-drap
CEO baru yang ditunggu tunggu sudah datang, bahkan derap sepatunya pun sudah sampai di setiap penjuru ruangan. Atmosfer ruangan kantor ini mendadak panas, semua tampak tegang bahkan untuk menghembuskan napaspun mereka tampak takut-takut.
"Namanya Justin Achazia Adley, CEO muda pemilik Achazia Corp, rajanya perusahaan," bisik Siska pada Nena, yang entah darimana gadis itu tahu, mungkin sejak tadi Siska sudah meng-googling nama itu entahlah Nena tidak begitu paham.
"Siapanya Justin Bieber?" tanya Nena polos, yang tentu saja mendapatkan aksi memutar bolamata jengah dari Siska.
"Dia itu anaknya Mr Juan Adley, direktur utama perusahaan ini, lo kudet banget deh!" tuturnya dengan bersungut sebal, Nena hanya menanggapi dengan oh tanpa suara.
Langkah Justin semakin mendekat, ruangan kebesarannya itu berada di sudut sana yang memastikan mereka akan melihat CEO itu setiap hari jika beruntung.
Justin memang terlihat begitu berwibawa, tentu saja dengan bodyguard berbadan besar mirip Aderai di belakangnya itu. Perawakan Justin sendiri tidak terlalu besar, tubuhnya tinggi dengan wajah yang pastinya tampan dan sorot mata setajam elang dengan alis yang tebal, hidungnya bangir dengan rahang yang tegas dan bibir yang luarbiasa seksi. Setelan jas mahalnya yang dipadu padankan dengan sepatu dan aksesoris seperti jam tangan yang sudah pasti mahal juga, tampak begitu pas di badan. Dan Siska yakin di balik kemeja krem nya itu terbentuk kotak kotak tahu di bagian perut, benar benar hot. Pikir Siska, dan tentunya dengan mulut yang sedikit menganga.
"Muka lo nggak ke kontrol, Sis," bisik Nena mengingatkan. Siska tampak acuh.
"Hebat banget pokoknya, di usia yang baru 26 tahun tapi bisa sebegini suksesnya." Siska kembali mengeluh-eluhkan Ceo muda yang hampir mendekat, Nena segera menyikut lengan siska yang sedari tadi mulutnya tidak dikondisikan dengan baik.
"Tentu saja dia bisa se sukses itu, dengan ayahnya yang juga pemilik perusahaan ini, perusahaan terbesar di Indonesia," celoteh Bu Mira, tentu saja dibuat sepelan mungkin, Siska menoleh tidak suka, dan entah sejak kapan dirinya tidak sadar bahwa nenek sihir yang satu ini sedari tadi berada di sebelahnya.
DRAP!!
Justin menghentikan langkahnya, sorot mata tajamnya terarah pada Bu Mira dan Siska, bak elang yang sudah menemukan sasaran terkamnya. Dan selain mempunyai sorot mata yang tajam, seorang Justin juga dianugrahi pendengaran yang tajam juga.
"Bisa kalian ulangi, apa yang kalian bicarakan!" pinta Justin dengan tenang namun tampak mengintimidasi.
Bu Mira tampak menunduk, Siska dengan susah payah menelan ludahnya. "Maaf, Pak," Sesal Bu Mira.
"Anda pikir dengan nama belakang Ayah saya, saya bisa sampai di titik ini?"
"Ma, maaf Pak." Bu Mira semakin menunduk dalam, suaranya mulai bergetar.
"Siapa, Anda?" tanya Justin tenang. Namun Bu Mira masih diam ketakutan.
"JAWAB!!" bentaknya lantang, tidak peduli bahkan mungkin Bu Mira ini seumuran dengan Ibunya. Atau mungkin dia tidak punya seorang ibu. Pikir Nena. Satu-satunya orang yang tidak bisa benci pada beliau. Bagi Nena Bu Mira cukup baik, dia banyak mengajari cara menjadi sekretaris.
"Nama saya Amira, su, sudah lima belas tahun—"
"Anda saya pecat!" kalimat itu benar-benar membuat penghuni ruangan itu merasa sangat terkejut, tidak menyangka dengan sebegitu mudahnya atasan barunya memecat seorang karyawan yang sudah limabelas tahun ini mengabdikan hidupnya di perusahaan Beliau. Ralat, perusahaan Ayahnya.
"Saya lihat anda sudah cukup lama bekerja di sini, dan mungkin sudah bosan!"
"Tidak, Pak—" Justin kembali memotong ucapan Bu Mira, kali ini dengan mengangkat telapak tangannya.
"Berikan dia pesangon yang pantas," titah Justin pada yang bersangkutan. Sorot matanya bertemu mata Siska yang ketakutan, dan beralih pada sorot mata Nena yang teduh, entah mengapa nyalang pada kedua bolamata Justin sedikit meredup meski tidak lama sorot mata itu kembali mengarah pada Siska yang sudah menunduk.
"Untuk kalian, berhenti membicarakan hal-hal yang tidak penting, dan kembali bekerja!" semua tampak diam tidak ada yang berani bergerak. Justin menghembuskan napasnya kasar, merasa frustrasi karena titahnya tidak juga dilaksanakan.
"CEPAT KEMBALI BEKERJA!" bentaknya kemudian, dan berhasil membuat barisan yang serapi paskibra itu kocar kacir kembali ke kubikel masing-masing. Justin memejamkan matanya, mencoba meredakan emosinya yang sudah naik ke kepala. Langkahnya kembali berderap menuju ruangan barunya itu.
Setelah Justin benar-benar menghilang di balik ruangannya, Nena menghampiri Bu Mira menanyakan keadaannya, dan hanya dibalas dengan anggukan dan kalimat ’tidak apa-apa’ dari mulut bergetar Beliau. Nena tahu, tidak apa-apanya seorang perempuan memiliki arti yang sebaliknya, dan hal itu ternyata bukan hanya berlaku pada kalangan anak muda.
Nena kembali menghampiri meja kerjanya, menenggelamkan wajahnya di balik lengan mungilnya yang terlipat di atas meja, Bu Mira yang dipecat kenapa jadi dirinya yang setres, tentusaja dia sesetres itu memikirkan harus kembali merangkap menjadi sekretaris dadakannya Pak Handoyo, atasannya yang botak dan genitnya naudzubilah.
Bapak tua itu selalu saja menawarkan tumpangan pulang pada Nena yang membuatnya sangat risih, dan entah bagaimanapun cara Nena menolak, bapak tua dengan kepala botak di bagian depan itu selalu berhasil mengantar Nena pulang.
Kalau saja Nena itu seorang tokoh utama dalam novel-novel yang sering Siska baca, mungkin Nena akan mendamprat CEO baru yang arogan itu, dan Beliau akan terpesona dengan sok heroik yang dirinya tampakkan. Dan kisah mereka akan indah pada endingnya.
Tapi Nena masih cukup waras untuk tidak melakukan hal sebodoh itu, setidaknya hutang piutangnya pada perusahaan ini bisa menjadi rem yang cukup pakem agar dirinya tidak melakukan hal gila yang terbersit di otaknya.
Berbeda dengan Siska yang tampak riang gembira, tentu sajah. Bu Amira itu kan musuh bebuyutannya, ya, Siska memang sejahat itu pada orang yang tidak dia sukai.
"Kenapa lo, Na? nggak seneng musuh bebuyutan kita dipecat?"
"Kita? lo aja kali gue nggak!"
"Penghianat lo ah!" sungut Siska, Nena mendengus.
"Sumpah yah, Na. Itu manusia apa malaikat sih, gantengnya paripurna banget!"
Nena hanya berdecak menanggapi celotehan gilanya Siska."Bukan manusia bukan malaikat, iblis kayaknya!"
"Hus! Lo mau dipecat juga?"
"Asal hutang gue dilunasin nggak masalah," jawab Nena enteng. Siska hanya berdecak sebal, menanggapi sahabatnya yang berhianat itu.
***
Justin mulai mempelajari berkas-berkas perusahaan ayahnya yang bertumpuk di hadapannya. Matanya tampak nyalang meneliti, napasnya mulai memburu, emosinya kian memuncak dengan laporan keuangan yang tampak kacau balau menurut perhitungannya. Dengan emosi yang sudah sangat maksimal Justin melempar berkas itu pada asistennya.
"SIAPKAN RAPAT 10 MENIT LAGI, KUMPULKAN ORANG-ORANG YANG BERSANGKUTAN!" titahnya tanpa mau dibantah, asistennya hanya mampu mengangguk dengan patuh.
Di tepat lain, Nena masih setia dengan komputer di hadapannya, sebentar lagi makan siang dan perutnya sudah sangat lapar.
"Serena kamu ikut rapat, mendampingi Pak Handoyo, menggantikan Ibu Mira,"
Ucap salah satu rekan kerjanya, Nena butuh waktu sedikit agak lama untuk mencerna kalimat yang dilontarkan rekannya itu.
Belum lagi gadis itu melayangkan kepenolakannya, dia sadar ternyata si pemilik suara tidak tampak lagi batang hidungnya. Hal ini sudah pasti Ceo baru itu yang menerbitkan perintah rapat dadakan ini.
"Yang bener saja, ini kan udah mau masuk jam makan siang, sumpah gue udah laper banget, mana bisa gue konsentrasi ikut rapat dadakan, gue ngerasa kaya anak sekolah yang di kasih ulangan mendadak tau nggak!" crocos Nena berkeluh kesah pada sahabatnya.
"Sabar Na, Allah itu nggak bakalan ngasih cobaan melebihi batas kemampuan hamba-Nya. Haha!" Siska terkekeh, puas sudah menggoda sahabatnya itu.
"Iya sih itu gue setuju, tapi kenapa sih bos itu selalu ngasih kerjaan melebihi kemampuan gaji karyawannya. Apalagi gaji gue emang dipotong 40 persen buat bayar utang. Nyari duit gini amat sih ya Allah, Baim lelah!" keluh Nena sebelum akhirnya gadis itu beranjak dari zona nyamannya.
Nena memasuki ruang meeting, wajah-wajah di ruangan itu tampak tegang dan tidak santai tentunya. Tapi Nena berusaha biasa saja, meskipun dirinya sekuat tenaga menahan rasa lapar yang bergejolak dalam perutnya.
Ceo baru itu memasuki ruangan dengan wajah yang lebih tidak santai duakalilipat. Pandangannya bertemu mata teduh Nena yang kala itu secara tidak sadar tengah mengusap-usap perutnya, seolah menyerukan kata sabar pada penghuni di dalam sana.
Nena menyudahi aksi konyolnya itu setelah menyadari Ceo baru itu menatap dirinya dengan kening sedikit berkerut, entah apa yang dia pikirkan.
"Mati gue."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
Arya Adikara
tolong untuk kak otor...sesuakanlah nama dg visual tokoh.bukan tidak suka dg visual tokoh,tp nama dg visualnya bener gk nyambung
2024-08-10
0
Devi Aji Putri
baca ulang
2023-02-15
2
Riechie
😍
2023-02-11
0